Guang Lian, jenius fraksi ortodoks, dikhianati keluarganya sendiri dan dibunuh sebelum mencapai puncaknya. Di tempat lain, Mo Long hidup sebagai “sampah klan”—dirundung, dipukul, dan diperlakukan seperti tak bernilai. Saat keduanya kehilangan hidup… nasib menyatukan mereka. Arwah Guang Lian bangkit dalam tubuh Mo Long, memadukan kecerdasan iblis dan luka batin yang tak terhitung. Dari dua tragedi, lahirlah satu sosok: Iblis Surgawi—makhluk yang tak lagi mengenal belas kasihan. Dengan tiga inti kekuatan langka dan tekad membalas semua yang telah merampas hidupnya, ia akan menulis kembali Jianghu dengan darah pengkhianat. Mereka menghancurkan dua kehidupan. Kini satu iblis akan membalas semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23: RAHASIA DI BALIK CINCIN (3)
"Semua ini… karena cincin terkutuk ini."
Suara Yuto parau, namun tegas menusuk keheningan. Cahaya lampu minyak di ruangan yang suram menari lemah di wajah tuanya yang penuh garis kehidupan. Tangannya yang kurus bergetar hebat, namun sorot matanya menyimpan sesuatu antara penyesalan yang dalam dan ketakutan yang mencengkeram jiwa.
"Dulu… aku hanyalah seorang Tao biasa, Tao tingkat rendah yang tak ada artinya," lanjutnya dengan suara yang makin pelan seperti bisikan. "Bertahun-tahun aku mengabdikan diriku pada Taois Langit Hitam dengan tekun. Tapi apa yang kudapat? Tidak ada. Tidak ada yang istimewa. Aku lemah, kedudukanku rendah, bahkan para junior melampaui ku."
Ia menatap telapak tangannya sendiri yang keriput, seolah mencari kembali masa mudanya yang penuh semangat di sana. "Aku memang tak berbakat seperti orang lain. Sampai usia senja ini, aku hanya mampu mencapai Ranah Kelima—Ranah Resonansi Jiwa. Orang lain melesat melewatiku satu demi satu seperti aku tidak ada. Aku… tertinggal sendirian."
Yuto menghela napas panjang yang menyakitkan, matanya menerawang jauh menembus dinding retak, menatap masa lalu yang tak bisa diubah.
"Akhirnya aku berhenti berusaha. Aku putuskan untuk menjadi tabib di kota ini saja. Mengobati orang-orang, mencoba hidup tenang tanpa ambisi."
TSSS...
Suara lilin yang berdesis menambah kesunyian yang mencekam.
"Hingga hari itu tiba… hari yang mengubah segalanya."
Beberapa tahun silam.
Malam di rumah Yuto begitu tenang. Obor kecil di pojok ruangan menerangi meja kayu penuh ramuan herbal yang tertata rapi. Bau menyan dan akar-akaran memenuhi udara.
Ia sedang menumbuk akar berwarna keunguan dengan lesung batu ketika—
FWUUUU...
—asap hitam pekat perlahan merembes dari sela-sela pintu seperti air yang mengalir. Aura yang tidak mengenakkan dan dingin menyeruak, membuat bulu kuduk berdiri.
'Siapa?!' Kening Yuto langsung berkerut dengan waspada, matanya melebar penuh kewaspadaan. Ia berdiri cepat sambil menjatuhkan lesung, membentuk mudra dengan dua jarinya yang gemetar, bersiap merapal mantra pelindung dasar.
Namun sebelum sempat bergerak—
FWOOOSH!
—asap itu menggumpal cepat di tengah ruangan, berputar membentuk siluet manusia… lalu berubah menjadi sosok berwujud nyata dengan suara angin yang mengerikan.
Sosok itu adalah Haikun.
Wajahnya tirus dan pucat, matanya sayu dengan kelopak mulai menghitam seperti mayat, sorot matanya berkilat aneh seperti menyimpan ambisi yang tak manusiawi lagi.
"Maaf, Tabib Yuto," katanya santai dengan senyum samar yang dingin. "Aku tak bermaksud membuatmu kaget malam-malam begini."
Suara tawanya ringan, tapi membuat bulu kuduk berdiri dan jantung berdetak cepat.
"Haikun?!" seru Yuto dengan nada tinggi penuh shock. "Ada apa kau datang ke sini malam-malam begini dengan cara seperti itu? Istrimu menunggumu di rumah! Dia baru melahirkan putri kalian sebulan lalu!"
Haikun menatapnya datar tanpa emosi. "Aku tak peduli soal itu lagi."
DEGH!
Yuto terpaku dengan mata melebar. "Apa?!" suaranya meninggi, nada marah dan heran bercampur menjadi satu. "Yaohua selalu bercerita padaku betapa sedihnya melihat perubahanmu sejak menjadi Tao! Jika ritual-ritual kegelapan itu membuatmu kehilangan perasaan sebagai manusia, lebih baik kau berhenti sekarang, Haikun!"
Haikun tertawa kecil dengan suara yang membuat darah membeku. Suaranya berat dan dalam seperti datang dari kuburan.
"Berhenti?" katanya dingin sambil tersenyum mengerikan. "Langit telah memberiku bakat yang luar biasa, dan kau menyuruhku menyia-nyiakannya begitu saja?"
Ia mengangkat tangannya perlahan dengan gerakan dramatis, mengeluarkan selembar kertas kuning berisi mantra Kui Jin Hu yang berkilat samar.
"Lihat baik-baik, Tabib tua," bisiknya dengan senyum lebar.
FWOOOM!
Kertas itu terbakar dengan api biru kehijauan yang dingin. Dari kobaran api itu muncul bayangan wanita berambut sangat panjang yang menjuntai hingga lantai, mulutnya robek sampai pipi menampakkan gigi-gigi tajam, matanya kosong hitam pekat, tubuhnya melayang di udara seperti kabut hitam yang bergumul.
"KYAAAAA..."
Suara tawa melengking yang mengerikan memenuhi ruangan.
Yuto membeku dengan wajah pucat seperti mayat. "Itu… itu… mustahil…"
Roh wanita—Kuchisake-onna—itu melayang mengitari Yuto dengan gerakan tidak wajar, suara tawa yang melengking memecah kesunyian malam.
Mata Yuto melebar penuh ketakutan dan kagum. "Belum tiga tahun kau menjadi Tao, dan kau sudah bisa memanggil roh tingkat menengah dengan mudah seperti ini?! Bahkan aku yang sudah puluhan tahun tidak bisa!"
Haikun tersenyum puas dengan mata bersinar penuh kesombongan. "Tentu saja bisa. Aku berbeda denganmu, Tabib tua yang seumur hidupnya terjebak di Ranah rendah tanpa kemajuan."
Yuto menggertakkan giginya dengan marah, menelan ludah pahit. Dalam hati ia mengutuk dengan iri dan takut.
'Haikun… hanya beberapa tahun lalu kau hanyalah pelayan penginapan yang miskin… dan kini, kau sudah di Ranah Spiritual Puncak?!'
SNAP!
Haikun menjetikkan jarinya dengan santai, seketika roh yang melayang itu meraung lalu kembali menjadi asap hitam yang menghilang.
Yuto menunduk dengan tangan mengepal erat, gemetar menahan emosi. 'Itu... sesuatu yang bahkan sampai tuaku pun tak bisa kucapai meski aku berlatih bertahun-tahun…'
Haikun melangkah lebih dekat dengan senyum tipis, dan dengan nada seolah membaca isi hati Yuto dengan jelas, ia berkata, "Aku tahu persis apa yang kau pikirkan sekarang, Tabib."
Ia mengeluarkan sesuatu dari balik jubah hitamnya yang lebar.
Sebuah cincin berwarna merah darah dengan batu di tengahnya yang berkilat samar seperti mata yang hidup. Cincin itu bergetar halus, memancarkan aura aneh yang membuat udara terasa berat.
"Jika kau mau," kata Haikun dengan suara menggoda seperti iblis yang membisikkan janji, "aku bisa membuatmu kuat. Sangat kuat."
Cincin itu melayang perlahan di udara dengan cahaya merah yang berdenyut, mendekat ke arah Yuto seperti ular yang menghipnotis mangsa.
"Jadilah kaki tanganku, dan aku akan memberimu kekuatan yang tak pernah bisa kau miliki dengan kerja kerasmu selama puluhan tahun sia-sia itu."
Haikun tersenyum dingin penuh manipulasi. "Aku tahu, semasa menjadi Tao, kau orang yang paling rajin berlatih. Tapi sayang…" Ia menggeleng dengan pura-pura simpati. "…langit tak merestuimu dengan bakat."
Yuto menatap cincin itu dengan mata terpaku. Cahaya merahnya menari di pupil matanya, memantulkan ambisi yang terpendam.
"Apa yang kau mau dariku, Haikun?" tanyanya akhirnya dengan suara serak, dengan nada tajam penuh kecurigaan.
Haikun menatapnya santai, menurunkan suaranya menjadi bisikan berbahaya.
"Aku akan menjalani ritual kultivasi yang panjang. Ritual yang akan mengangkatku ke tingkat Tao yang jauh lebih tinggi daripada para tetua biasa."
Senyum lebar muncul di wajahnya yang pucat. "Aku ingin punya tempat tinggi di Kultus Iblis Surgawi. Untuk itu, aku butuh bantuan kecil darimu. Bantuan yang sangat sederhana."
Ia berhenti sejenak dengan dramatis, lalu menatap Yuto lurus dengan tatapan menusuk.
"Aku ingin kau mengumpulkan beberapa anak kecil yang sehat… dan… sumber kehidupan lain untuk bahan ritualku yang sakral."
DEGH!
Yuto terbelalak dengan wajah langsung memucat seperti kain kafan. "APA?!" teriaknya hampir histeris sambil mundur selangkah. "Kau gila?! Aku tak mau ikut dalam urusan terlarang seperti itu! Balai hukum akan menangkapmu—dan siapa pun yang membantumu akan dieksekusi!"
Haikun hanya tertawa dengan suara yang menggema mengerikan.
"Oh, kau tak perlu takut soal itu."
Ia menoleh santai ke arah pintu dengan senyum misterius.
"Masuklah."
BRAK!
Pintu rumah Yuto terbuka keras hingga menghantam dinding. Dari balik kegelapan muncul seorang pria tinggi besar berotot, wajahnya penuh bekas luka yang mengerikan, jubahnya hitam dengan lambang harimau putih—Hiroshi, kepala Balai Hukum Long Ya.
TAP! TAP! TAP!
Langkahnya berat dan mengintimidasi, suaranya rendah seperti gemuruh. "Tuan Haikun."
Ia menunduk hormat dengan wajah tanpa ekspresi, tapi matanya dingin seperti predator yang siap membunuh.
DEGH!
Yuto terpaku di tempat dengan napas tertahan. Ia mengenal wajah itu dengan sangat baik.
Kepala balai hukum—orang yang seharusnya menegakkan aturan dan keadilan—berdiri di depan rumahnya bersama Haikun seperti budak yang patuh.
Di jari telunjuk Hiroshi, ia melihat cincin batu merah yang sama, berkilau redup di bawah cahaya obor dengan aura yang menakutkan.
'Tidak… ini tidak mungkin…' batin Yuto dengan ketakutan yang mencengkeram.
Haikun mengangkat tangannya dengan gerakan anggun, mengulurkan cincin lain ke arah Yuto. Cincin itu melayang sejengkal di depan wajahnya, memancarkan aura hangat namun mencekam seperti pelukan kematian.
"Lima tahun," kata Haikun pelan dengan suara penuh bujukan seperti setan yang membisikkan dosa. "Aku hanya butuh bantuanmu selama lima tahun. Setelah itu, kau bebas melakukan apa pun yang kau mau dengan kekuatan barumu."
Tatapan Yuto kosong, terhipnotis oleh cahaya merah yang berputar.
"Dengan waktu yang tak seberapa, kau bisa masuk kembali ke Tao Langit Hitam, namun kali ini dengan kedudukan dan kehormatan yang jauh di atas para senior yang dulu meremehkanmu. Lima tahun... dan namamu akan tercatat dalam sejarah kultus ini sebagai orang penting..." ujar Haikun lirih dengan senyum menggoda yang penuh janji palsu.
Tangan Yuto gemetar hebat… namun perlahan, sangat perlahan, ia mengangkatnya dengan napas tertahan.
Cincin itu semakin dekat… berputar di udara… memancarkan cahaya yang makin terang…
Dan sebelum kesadarannya sempat menolak dengan keras—
SLUP!
—cincin itu melingkar di jari telunjuknya sendiri dengan erat.
FWOOOM!
Sinar merah menyala terang memenuhi ruangan seperti darah yang membara. Udara bergetar keras, membuat dinding retak.
Dan hidup Yuto… tak pernah sama lagi sejak malam itu.
Mata Yuto bergetar hebat saat kembali ke masa kini, tersirat penyesalan mendalam dan amarah pada diri sendiri setelah ia menceritakan masa lalunya yang kelam.
Suasana hening mencekam di ruangan itu. Lampu minyak bergoyang tertiup angin malam, menebarkan cahaya kekuningan yang redup di wajah-wajah yang menatap serius, menyimak setiap ucapan Yuto dengan penuh perhatian.
"Sejak saat itu…" katanya lirih, suaranya bergetar antara lelah dan pasrah total. "Sejak cincin terkutuk itu melingkar di jariku, aku menjadi pesuruhnya yang tak berdaya. Haikun…"
Ia menunduk dalam dengan mata tertutup.
"Dia memang menepati janjinya. Kekuatanku meningkat berkali-kali lipat dengan cepat. Tubuh renta ini kembali berisi Qi yang melimpah. Tapi… bayarannya terlalu besar. Terlalu mengerikan."
Tatapannya kosong menatap lantai. "Aku harus melakukan semua pekerjaan kotor yang ia perintahkan. Mengumpulkan anak-anak… membunuh orang… meracuni siapa saja yang dia mau…"
Yaohua memalingkan wajah dengan cepat, tangannya menutupi mulut. Matanya berkaca-kaca, antara marah dan iba. "Jadi semua anak-anak yang hilang itu… dan putriku…" suaranya bergetar hebat, tak sanggup melanjutkan.
Yuto menunduk dalam dengan napas berat, diam sebagai tanda mengiyakan dengan menyesal.
Di sudut ruangan, Mo Long menatapnya tajam seperti elang yang mengawasi mangsa. "Beritahu aku sekarang," katanya singkat dan tegas tanpa basa-basi, "di mana dia sekarang. Di mana Haikun bersembunyi."
Yuto menatapnya dengan wajah ketakutan, napasnya berat dan tidak teratur. "Sekarang… dia jauh lebih kuat dari lima tahun lalu," gumamnya dengan suara gemetar. "Ritual kultivasinya hampir selesai. Jika kalian ingin membunuhnya, lakukanlah sekarang juga, sebelum semuanya terlambat. Karena jika dia berhasil menyelesaikan ritual itu sampai akhir…"
Ia berhenti sebentar, suaranya merendah penuh ketakutan yang mencengkeram jiwa, "…kalian tidak akan pernah bisa menghadapinya lagi. Bahkan dengan seratus pendekar sekalipun."
Hu Wei yang berdiri di sisi kanan dengan wajah tegang mencondongkan tubuh. "Seberapa kuat dia sekarang? Ranah berapa?"
Mata Yuto melebar, pupilnya bergetar seperti sedang menatap bayangan iblis yang mengerikan. "Jika dia berhasil meraih mata spiritual kelimanya…" katanya dengan suara berat penuh ketakutan. "Dia akan menembus Ranah Keempat—Ranah Spiritual Abadi. Satu tingkat di bawah para tetua tertinggi Tao di Kultus Iblis Surgawi."
DEGH!
Suara napas tercekat terdengar dari Yaohua dan Hu Wei. Keduanya terkejut dengan wajah pucat. Tapi Mo Long tetap diam tanpa ekspresi, hanya menatap lurus pada Yuto dengan mata tajam yang menilai.
"Apa yang kau maksud dengan 'mata spiritual kelima'?" tanya Mo Long akhirnya dengan suara rendah.
Yuto diam sejenak dengan napas berat. Ia menatap lantai, seolah mengumpulkan kekuatan untuk bicara tentang hal yang mengerikan.
"Dalam dunia Tao Gelap…" katanya lirih seperti berbisik rahasia terbesar, "ada satu jalur kultivasi yang terlarang. Bukan hanya sulit dipelajari, tapi juga mengerikan dan kejam untuk dipraktikkan."
Ia menatap mereka satu per satu dengan mata penuh ketakutan. "Teknik itu disebut Teknik Kutukan Indra."
Keheningan seketika menyelimuti ruangan seperti kuburan.
Mo Long memejamkan mata sesaat, mengingat sesuatu dari kehidupan lamanya sebagai Guang Lian—suara seorang tetua Tao Ortodoks yang dulu mengajarinya dengan serius di Paviliun Cahaya Langit.
"Jika kau tahu musuhmu menguasai Teknik Kutukan Indra," suara tua itu bergema jelas dalam pikirannya, "pikirkan seribu kali sebelum kau menantangnya dalam pertarungan. Karena mereka tidak bertarung dengan pedang atau tangan kosong, tapi dengan jiwamu sendiri sebagai medan perang."
Mo Long membuka matanya perlahan, pandangan tajam seperti bilah pedang. "Lanjutkan," katanya dingin tanpa emosi.
Yuto mengangguk pelan dengan napas tersengal.
"Haikun mengambil jalur Kutukan Mata. Ia ingin membuka lima mata spiritual di tubuhnya, dan setiap mata itu memberi kekuatan setara satu langkah kultivasi penuh. Lima mata… lima langkah."
Suara Yuto bergetar hebat. "Aku tak pernah melihat langsung bagaimana teknik itu bekerja dalam pertarungan… tapi aku pernah mendengar dari para Tao lama, konon seorang tetua menggunakan teknik kutukan jalur telinga pernah membuat Tetua Klan Gema Iblis kewalahan hanya dengan satu seruan suara saja."
Hu Wei mengangguk cepat dengan wajah tegang penuh ketakutan. "Ya. Aku juga pernah dengar legenda itu dari guru. Pertarungan besar memperebutkan posisi salah satu Tetua Kultus Iblis puluhan tahun lalu. Dunia kultivasi gempar karena teknik itu—katanya pertarungan itu menghancurkan sebuah gunung."
Yuto mengangguk berat dengan wajah semakin pucat. "Itulah kenapa, satu-satunya kesempatan kalian adalah sekarang. Sebelum mata spiritual kelima Haikun terbuka sepenuhnya."
Mo Long melangkah maju dengan langkah tegas, suaranya tenang namun mengandung tekanan berbahaya. "Jadi di mana dia sekarang? Katakan dengan jelas."
Yuto menatapnya dengan bibir bergetar, napasnya berat. "Dia ada di—"
TOK! TOK! TOK!
Tiba-tiba suara langkah tergesa memecah ketegangan.
BRAK!
Gao Shui menubruk pintu dengan keras dan berteriak dengan napas tersengal, "Tuan muda! Balai hukum mencarimu! Mereka ada di depan rumah dengan banyak pasukan!"
Mo Long menoleh cepat dengan mata menyipit berbahaya, wajahnya menegang.
Sementara itu, di tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota… di dalam gua yang gelap dan dalam di Gunung Mayat, udara berbau besi dan darah segar yang menyesakkan.
Seorang pria duduk bersila di tengah lingkaran batu besar yang diukir dengan simbol-simbol kuno. Cahaya merah dari simbol ritual menyala terang di bawahnya seperti api neraka. Itu adalah Haikun.
Mulutnya bergerak-gerak cepat, mendesis marah dengan suara yang bergema.
"Hiroshi, bajingan itu mati…" gumamnya penuh kebencian dengan napas berat. "Tapi kenapa… kenapa aku tak bisa merasakan keberadaan Yuto si tua bangka itu lagi? Cacing parasit dalam kepalanya tak merespon…"
FWOOOM!
Empat matanya terbuka sekaligus—dua di wajah dengan posisi normal, dua lagi di atas pipi seperti laba-laba—semua menyala merah menyeramkan.
Sementara mata kelima di tengah dahinya bergetar hebat, separuh terbuka dengan kelopak yang robek, meneteskan darah hitam kental dari sela lipatan kulitnya yang pecah.
"Bocah dari Klan Naga Bayangan itu…" suaranya berubah berat dan bergema, hampir seperti suara dua orang sekaligus yang berbicara. "Berani menghalangi jalanku menuju puncak…"
Tangannya terangkat pelan dengan gerakan tidak wajar, menggenggam kepala seorang anak kecil yang duduk tak sadarkan diri di hadapannya—matanya kosong hitam pekat, tubuhnya kurus seperti kerangka hidup, kulit pucat seperti mayat.
Haikun tersenyum bengis dengan gigi yang menampakkan taring.
"Kalau begitu…" katanya perlahan dengan suara yang menggema mengerikan, "aku akan gunakan kepalamu yang muda ini sebagai persembahan terakhir untuk membuka mata kelima ini. Datanglah hei bocah."
Jari-jarinya menekan keras ke tengkorak anak itu.
KREK!
Suara tengkorak retak menggema di gua dengan bunyi yang mengerikan.
Darah hitam mengalir dari mata kelima Haikun, tapi senyumnya makin lebar penuh kegilaan.
Dan malam kembali tenggelam dalam kegelapan yang mencekam—dengan tawa gila yang bergema dari kedalaman gua, bercampur dengan lolongan serigala di kejauhan.
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁