Disakiti Istri Disayang Tiga Janda Seksi

"Bagaimana, Bud? Kok kamu diam aja," ucap wanita pada pria yang sedang menatap arus sungai. Dari wajah pria yang biasa dipanggil Budi, nampak terpancar sebuah kegelisahan.

"Apa kamu sedang berpikir agar kamu bisa lepas dari tanggung Jawab?" terka Marni, wanita yang telah beberapa kali menemani Budi tidur.

"Bukan begitu," Budi mengelak. "Aku sedang mikir bagaimana caranya ngasih tahu istri dan anakku."

Marni sontak mendelik. "Ya tinggal ngomong, apa susahnya sih. Bukankah kita sudah sepakat, kita akan menceraikan pasangan masing-masing kalau sudah ketahuan."

"Emang Yoko sudah tahu?" Budi bertanya sambil menoleh, menatap Marni.

"Sudah dong," Marni malah nampak senang, Marni pun semakin merapatkan tubuhnya sembari menatap pemandangan yang sama dengan Budi. "Mungkin sebentar lagi dia bakal menceraikan aku."

"Kok cepat banget sih terbongkarnya?" Budi malah nampak kaget. "Kita kan belum dapat uang banyak. Motor aku aja belum ganti, masa udah ketahuan?"

"Ya gimana lagi, ada yang laporan sama dia," jawab Marni dengan entengnya.

"Kamu nggak menyangkal?"

"Menyangkal," balas Marni. "Awalnya, aku menyangkal, tapi, Yoko malah ngirim beberapa foto dan video tentang kebersamaan kita. Ya udah, aku ngomong apa adanya. Aku udah hampir dua bulan pacaran sama kamu."

"Astaga!" Budi malah nampak syok. "Siapa yang laporan sih? Rese banget jadi orang. Ikut campur urusan orang aja."

"Nggak tahu. Aku tanya Yoko, tapi dia nggak mau ngasih tahu," balas Marni semakin terlihat santai. "Udah sih nggak perlu dipusingkan. Kamu kan punya toko emas. Kita kelola aja toko kamu bareng-bareng, setelah nanti kamu cerai sama istrimu?"

"Oh, jadi kamu sudah rencana mau menceraikan aku, Mas?"

Marni dan Budi sontak terperanjat kala ada suara lain di belakang mereka. Keduanya lantas menoleh ke belakang dan betap kagetnya kala matanya menangkap dua sosok wanita yang sama-sama sedang merekam kebersamaan mereka.

"Nurani?" Budi terperangah.

"Kenapa, Mas? Kaget, aku ada di sini?" wanita bernama Nurani, yang tak lain adalah istrinya Budi, bertanya dengan emosi yang tertahan.

"Benar kan, Mbak, kalau mereka ada hubungan," ucap wanita lain, yang datang bersama Nurani.

"Jadi kamu berniat menceraikan aku, Mas? Oke, ayok!" tantang Nurani.

"Bukan begitu, Nur, aku ..." Budi terlalu panik, sampai dia bingung harus memberi penjelasan seperti apa.

"Iya, dia janji sama aku, akan segera menceraikan kamu," dengan entengnya Marni malah bersuara, membuat keadaan semakin memanas.

"Oh, gitu, oke," Nurani menanggapinya dengan sikap setenang mungkin. "Ambil sana bekasku."

"Eh nggak salah?" Marni malah semakin menantang. "Bukankah sebelum sama kamu, Budi lebih dulu, pacaran sama aku? Jadi, siapa yang memungut barang bekas?"

"Ya ampun! Segitu percaya dirinya kamu, Mbak," ucap wanita yang datang bersama Marni.

"Ya harus dong," Marni malah terlihat semakin bangga. "Apa lagi, aku sedang mengandung hasil cinta kita."

"Apa!"

"Udah, Mbak Nur, udah," wanita yang tak lain masih saudara dengan Nurani langsung mencegah istrinya Budi agar bisa menahan emosinya.

"Mereka itu udah nggak punya malu, jadi nggak masalah bagi kita, kalau memviralkan mereka."

"Apa!" sekarang gantian Marni dan Budi yang kaget.

"Kenapa? Kalian kaget?" ujar wanita yang sama. "Apa kalian sudah buta karena cinta, sampai kalian tidak menyadari kalau kita sedang merekam kalian?"

Marni dan Budi semakin terperanjat.

####

Sedangkan di belahan bumi yang lain, Yoko kini sudah berada di dalam berjalanan untuk menjemput si kembar. Sesuai pesan yang disampaikan Bi Asih, tadi ada orang suruhan Sansan untuk menjemputnya.

Di tengah perjalanan, Yoko lebih banyak melamun. Banyak hal yang dipikirkan Yoko saat ini. Dari masalah rumah tangganya, sampai sikap dua majikannya yang terlihat keberatan saat tadi Yoko hendak berangkat.

Menurut pemikiran Yoko, mungkin dua majikan cantiknya ingin mengulang kembali, kenikmatan yang telah meraka lakukan. Tapi Yoko bingung. Jika benar mereka menginginkannya kembali, mana yang harus didahulukan? Meycan atau Ailin?

"Tuan, kita mampir ke toko emas sebantar ya, aku harus mengambil pesanan Nyonya besar," ucap sang supir.

"Oh iya, oke," balas Yoko agak tergagap.

Mobil pun melaju ke arah pusat penjualan perhiasan. Tak butuh waktu lama, kini mobil yang membawa Yoko, sudah berada di area pertokoan.

"Apa saya boleh ikut turun?" tanya Yoko, saat mobil berhenti tepat di hadapan sebuah ruko.

"Silahkan," sang supir mengijinkan.

Kedua laki-laki itu lantas melangkah bersama sambil berbincang sejenak sampai mereka masuk ke dalam sebuah uko.

"Anda nunggu di sini, nggak apa-apa?" tanya sang supir.

Yoko mengangguk dan dia duduk di salah satu kursi yang disediakan.

Saat ini, di dalam ruko emas itu terlihat tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung di sana, termasuk pria yang datang bersama Yoko. Dia sedang berbincang dengan salah satu pelayan.

Di saat Yoko menoleh ke arah pintu masuk, matanya menangkap dua pria yang mengunakan masker dan bertopi. Kedua pria itu nampak mengedarkan pandangannya, dan tangan mereka masuk ke dalam jaket.

Yoko terus memperhatikan gerak-gerik dua pria itu hingga tiba-tiba mata Yoko melebar, kala melihat sesuatu dari balik jaket yang dipakai salah satu pria itu.

"Senjata?" Yoko sampai terperangah.

Di saat bersamaan salah satu pria bermasker berbalik badan, lalu diam-diam dia mengunci pintu masuk. Sedangkan yang satunya langsung mengangkat senjata api ke atas.

"Angkat tangan kalian!" teriak pria bermasker dengan jaket warna biru. "Cepat!"

Semua yang ada di sana langsung melempar pandangan ke arah sumber suara dan betapa kagetnya meraka kala matanya menangkap seseorang bersenjata.

"Angkat tangan kalian, cepat!" Pria yang tadi mengunci pintu juga ikut memberi perintah dengan senjata mengacung ke semua orang termasuk Yoko.

Sontak saja semua langsung menurut dan rasa takut dan panik seketika menyergap semua orang yang ada di sana.

"Yoko terdiam di tempatnya. Matanya terus memperhatikan gerak-gerak dua pria itu.

Dar!

"Aaa...."

Suara senjata sebagai peringatan, semakin membuat keadaan semakin menakutkan.

Dua pria itu mendekat ke etalase dan melempar tas ke atas etalase tersebut.

"Masukan, semua benda berharga kalian, cepat!" titah pria berjaket hitam yang tadi mengunci pintu. "Cepat!" pria itu menodongkan senjata pada pelayan wanita.

Tentu saja, pelayan itu sangat ketakutan. Dia tak punya pilihan, selain menuruti permintaan perampok itu.

Dengan tangan gemetar, pelayan tersebut meraih tas yang disodorkan dan mulai mengisinya dengan koleksi emas di toko tersebut.

Kedua perampok itu terus memperhatikan semuanya dengan sikap waspada. Mereka juga menunjuk semua barang berharga yang belum dimasukkan ke dalam tas.

Di saat keduanya sedang fokus menunjuk beberapa koleksi emas, mereka mendengar ada suara orang bergumam.

Mereka pun serentak menoleh, dan saat itu juga mata mereka membulat kala tiba-tiba ada seseorang yang menyerangnya.

Dak!

Dak!

Dak!