NovelToon NovelToon
BAHAGIA?

BAHAGIA?

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Anak Yatim Piatu / Mengubah Takdir
Popularitas:663
Nilai: 5
Nama Author: Nemonia

berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Derit suara gerbang terdengar menyakitkan bagi Shintia yang terusir dari rumah tahanan. Polisi menyeretnya keluar setelah sebelumnya memaksa ingin menemui Yoga juga menuduh polisi sengaja menyembunyikan sesuatu darinya. la benar-benar tak bisa berpikir jernih. Apakah penantiannya selama ini akan sia-sia? Apakah dirinya tak akan pernah lagi bertemu dengan Yoga?

Shintia tak bisa menahan isak tangisnya. Dirinya yang masih berdiri di depan gerbang, perlahan merosot bersimpuh di tanah. "Setidaknya, izinkan aku tahu alasannya," lirihnya. Tak mungkin polisi tak mengetahui sesuatu. la sangat yakin dirinya telah dibodoh di sini.

Tiba-tiba hujan mengguyur. Awan hitam yang sedari tadi menghiasi langit kota akhirnya menjatuhkan tetesan air nan terasa dingin. Sedingin perasaan Shintia saat ini.

Dari kejauhan terlihat seseorang yang berjalan menhaniri Shintia dengan payung hitam di tangan. Dan saat telah berhadapan dengan Shintia, dipayungi Shintia mengabaikan dirinya yang terkena air hujan. Walau sia-sia dan percuma karena ia terlambat, tubuh Shintia telah basah, ia hanya ingin Shintia tahu bahwa dirinya prihatin melihat keadaannya.

Tak lagi merasakan air hujan menerpa tubuhnya, Shintia mendongak dan mendapati Raska berdiri di hadapan mengulurkan payung ke arahnya membuatnya terlindungi dari air hujan.

"Shin, sudahlah, sampai kapan kau akan menyiksa dirimu?" ucapnya yang terdengar lirih.

Bibir Shintia bergetar diiringi tangisan yang kian terdengar pilu. la menunduk dan berusaha mengusap air mata yang sebelumnya telah menyatu dengan air hujan. Kenapa ia merasa malu? Mungkinkah karena telah menyiakan Raska yang menunggu dan kini dirinya yang berada di posisi itu.

Raska setengah berlutut di hadapan Shintia, mengusap air matanya dan mengatakan, "Aku akan membantumu. Aku akan mencari tahu kenapa dia tak mau menemuimu."

Seketika Shintia mendongak. Apakah ia tak salah dengar?

Sementara Raska hanya menyunggingkan senyum tipis. la mencintai Shintia, dan suatu keberuntungan Yoga tak ingin menemui Shintia lagi dan membuka kesempatan baginya. Tapi, melihat Shintia yang putus asa seperti ini ternyata membuat ulu hatinya sakit.

Sementara itu di tempat lain, Satya dan Jessica berada di lorong depan taman rumah sakit. Keduanya hanya diam menatap air hujan yang membuat rumput taman basah.

"Padahal baru beberapa saat yang lalu matahari bersinar dengan cerahnya, tapi siapa kira dalam sekejap hujan telah menghapus semuanya," ucap Jessica seraya memejamkan mata sejenak.

Satya yang berdiri di belakang kursi roda yang Jessica duduki tetap diam mengarah pada derasnya hujan yang mengguyur. Entah kenapa ia teringat sang ibu.

Jessica setengah menoleh dan mendongak menatap Satya yang seperti melamun. Melihat itu ia pun kembali menatap ke depan dan senyum kecut pun tercipta. "Aku ingin kembali ke kamar," ucapnya.

Satya terhenyak kemudian menunduk menatap Jessica yang ekspresi wajahnya tak dapat ia lihat dari posisi. Sampai akhirnya sebuah pertanyaan pun terucap dari mulut. "Kenapa kau tak ingin ayahmu dan ibuku bersama?" Sementara Olivia sangat mendukungnya.

Jessica terdiam cukup lama sampai akhirnya suaranya terdengar. "Bukanah sudah sangat jelas? Ibuku sangat mencintai pria itu. Mana mungkin aku membiarkan ibuku menangis di sana melihat pria yang dicintainya menikah dengan perempuan lain?"

Mendengar itu Satya cukup mengerti. Jessica pasti sangat menyayangi ibunya bahkan meski ibunya telah meninggal, kasih sayangnya terus mengalir seakan ibunya masih ada.

Setelahnya tak ada lagi yang terucap dari keduanya. Keduanya sama-sama diam tenggelam dalam pikiran masing-masing sampai akhirnya Jessica menoleh dan mengucapkan sebuah kalimat yang membuat ekspresi Satya berubah.

Beberapa saat setelahnya Saya dan Jessica telah kembali ke kamar. Satya duduk di sisi ranjang dan Jessica duduk di ranjang dengan tangan memegang ponsel di atas pangkuan. la telah menceritakan semuanya, alasan yang membuatnya tak ingin Raska bahagia hidup dengan Shintia.

"Kenapa kau menceritakan ini padaku?" tanya Satya yang kini mengarah pandangan pada ponsel Jessica yang menunjukkan foto almarhum ibunya.

Sudut bibir Jessica terangkat. Kenapa? Dia sendiri tidak tahu kenapa menceritakan alasan sebenarnya pada Satya. Munginkah agar Satya merasa iba? Ataukah berharap Satya akan membantunya?

"Aku sendiri tidak tahu. Anggap saja karena aku berharap kau membantuku," jawab Jessica seraya melirik Satya disertai senyum tipis.

Satya menatap Jessica mencoba mencari kebohongan lewat sorot matanya namun ia tak menemukannya. Ekspresi Jessica bercampur antara sedih, marah dan kecewa, sesuai dengan apa yang diceritakannya barusan.

Satya memejamkan mata sejenak dan hela nafasnya pun terdengar. "Aku tidak ada urusannya dengan itu semua."

Jessica tersenyum kecut. "Jadi ... kau tidak ingin membantuku?" tanyanya dengan suara pelan.

"Karena tak mungkin ibuku bersedia bersama ayahmu. Ibuku sangat mencintai ayahku," ucap Satya tanpa ragu.

"Hanya cinta tak akan bisa menjamin seseorang bisa hidup bersama. Apakah kau lupa kematian?" Seketika Satya menatap Jessica dengan pandangan tak terbaca di mana matanya sempat melebar kala mendengar kata terakhir yang Jessica ucapkan. Bagaimana ia baru menyadarinya? Jika yang dikatakan Jessica benar, kemungkinan itu sangat mungkin terjadi.

Sret!

Derit kursi terdengar kala Saya bangun dari duduknya dengan kasar. Dan tanpa mengatakan apapun ia segera keluar dari sana meninggalkan Jessica yang mengarah pandangan ke arahnya.

Jessica masih menatap pintu yang kini telah tertutup setelah Saya menghilang di baliknya. Kemudian pandangannya kembali jatuh pada ponsel di tangan yang menunjukkan foto ibunya. Ibu jarinya mengusap layar seakan tengah mengusap wajah sang ibu. "Aku akan mencari keadilan untukmu, ibu."

Sesampainya di luar, Satya segera memasuki mobilnya dan melajukannya keluar dari area rumah sakit. Dan tujuannya adalah, rumah tahanan menyusul ibunya yang hingga saat ini belum menghubunginya setidaknya memintanya menjemput.

Sementara itu di tempat lain, terlihat Shintia yang masih sedikit menggigil.

"Terima kasih," ucap Shintia dengan suara amat pelan saat menerima secangkir coklat panas dari Raska. Saat ini dirinya berada di rumah Raska setelah apa yang terjadi di depan rumah tahanan. Kini pakaiannya telah berganti, memakai pakaian hangat mendiang sang istri.

Raska duduk bersebrangan dengan Shintia. " Kau sudah menghubungi Satya?"

Shintia menggeleng.

Raska mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menguluakannya pada Shintia. "Sebaiknya kau menghubunginya dan katakan kau ada di sini. Dia pasti khawatir."

Shintia mengangguk kemudian diterimanya ponsel Raska dan mencoba menghubungi Satya. Ponselnya mati membuatnya tak bisa menghubungi sang putra.

"Halo, Satya."

["Ibu? Ibu di mana? Nomor siapa ini?"]

"Ibu ada di rumah paman Raska. Dan ini ponselnya."

["Apa? Bagaimana bisa?!"]

"Ibu tak bisa menjelaskannya, Satya."

["Baiklah. Tunggu Satya. Satya akan menjemput ibu seka-"]

Shintia melirik ponsel yang menempel di telinga saat mendengar Satya menghentikan ucapannya tiba-tiba.

"Satya? Ada apa? Apa terjadi sesuatu?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!