NovelToon NovelToon
Janda Cantik Untuk Om Duda

Janda Cantik Untuk Om Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Single Mom / Janda / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:19.3k
Nilai: 5
Nama Author: kikoaiko

Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2

Ceklek!

Suara pintu butik terbuka dengan nyaring, memecah kesunyian pagi yang hangat.

“Yuhu... Aku datang!” teriak Rindu, sahabat setia Arumi, yang tak hanya menjadi teman, tetapi juga penolong dalam merawat Bella, gadis kecil yang kini sedang menjaga butik.

Di antara tumpukan barang dagangan dan aroma makanan lezat, Bella menatap Rindu dengan wajah sedikit cemberut. "Aunty Lindu, jangan belicik-belicik cih, nanti pelanggan mama pada kabul dengal cuala cempleng aunty Lindu"tegurnya, sambil memangku kedua pipi chubby nya.

Rindu hanya bisa tersenyum lebar, meski menyadari teguran Bella. “Bel, Bel sayang, di mana mama?” tanyanya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Mama cedang cibuk pilih baju untuk olang, coalnya hali ini mama dapat pecanan banyak,” jawab Bella, cepat dan lugas, penuh semangat.

“Sungguh? Keren sekali! Sekarang aunty bantuin mama kamu ya. Kamu di sini saja jaga toko. Panggil aunty kalau ada pembeli yang datang,” ungkap Rindu, berusaha menjaga semangat Bella. “Sebagai imbalannya, aunty kasih kamu cimol sama telur gulung,” lanjutnya, membuat mata Bella berbinar.

Dengan penuh semangat, Bella menerima cita rasa favoritnya. Namun, setelah Rindu pergi,

Bella merasa sepi, duduk di meja kasir dengan pikiran melayang. “Mulah cekali bayalan Bella, tapi nda apa-apa deh, dalipada nggak ada yang di bayal, hihii,” gumamnya pelan, sambil menikmati makanan yang menggugah selera.

Namun, seiring dengan rasa kenyang yang mulai menggelayuti pikirannya, keluhan mulai menghampiri. "Cepeltina penyakit Bella kumat," keluhnya dalam hati, saat kepalanya terasa berat.

Tanpa dapat menahan rasa ngantuk yang semakin menyerangnya, Bella merebahkan kepala di atas kaca meja yang dingin, berusaha mencari kenyamanan.

Mata kecilnya perlahan terpejam. Dalam ketenangan yang melingkupi, tubuh mungilnya terkulai di atas meja—tak peduli dengan hiruk-pikuk kota yang ramai di luar. Rasa kantuk menyergapnya seperti perasaan hangat setelah makan yang lezat. Dalam sekejap, gadis kecil itu terlelap, terbawa ke dalam mimpi di mana segala penyakit dan kesedihan tak lagi mengganggu. Di dalam dunia mimpinya, Bella bebas berlari, tertawa, dan bermain tanpa rasa sakit, menikmati kebahagiaan yang tulus.

******

Alvaro Danendra merupakan CEO tampan di sebuah perusahaan yang tengah berkembang pesat. Namun, kesibukannya sering kali mengorbankan hal-hal penting dalam hidupnya, terutama keluarganya. Di pagi yang cerah itu, Julia, sang ibu, merasa khawatir melihat putranya yang hendak pergi bekerja di hari Minggu.

"Kamu mau kemana, Al? Rapih begitu?" tanya Julia, nada suaranya mencerminkan keprihatinan seorang ibu.

"Aku ada meeting dengan klien, Mom," jawab Alvaro sambil meraih kunci mobilnya.

Helaan napas panjang keluar dari mulut Julia. Hari Minggu seharusnya menjadi waktu untuk berkumpul dan menikmati kebersamaan, namun putranya itu malah terjebak dalam kesibukan kerja yang tiada henti.

"Apa tidak sebaiknya ajak anakmu jalan-jalan, Al? Mumpung hari ini mereka libur. Mommy lihat, kamu sudah lama tidak mengajak anak-anakmu jalan-jalan," saran Julia, mencoba mengingatkan Alvaro akan tanggung jawabnya sebagai ayah.

"Mungkin lain kali, Mom. Meeting hari ini penting untuk kemajuan perusahaan kita," ucap Alvaro, mencoba mempertahankan fokusnya pada pekerjaan.

Melihat putranya bersiap pergi, Julia merasa kecewa. Alvaro telah mengenakan jas hitam rapi dan dasi yang terikat sempurna. Ia berbalik menatap ibunya dengan senyum yang dipaksakan, sebuah usaha untuk menutupi rasa bersalahnya.

Julia mendekat, tatapannya penuh harap. "Perusahaan memang penting, tapi bukan berarti kamu bisa mengabaikan kebutuhan anakmu, Al. Naka butuh perhatianmu, sosok ayah yang bisa merawat dan mencintai dia."

Kata-kata ibunya menghujam sanubari Alvaro. Ia menundukkan kepala, merasakan beban yang menyangkut di hati. "Aku tahu, Mom. Akan kuusahakan untuk mencari waktu."

Julia menggenggam tangan Alvaro, matanya yang berkaca-kaca mencerminkan harapan dan kerisauan. "Anakmu merindukan kasih sayangmu, Al. Jangan sampai pekerjaan menghalangimu dari kewajiban sebagai ayah. Mommy juga sudah mengusahakan beberapa jodoh untukmu, tapi kamu menolak semua itu."

Alvaro menghela napas panjang, antara tanggung jawab profesional dan kebutuhan emosional keluarga. "Aku berjanji akan memikirkannya lebih serius, Mom," ujarnya, memberikan kecupan lembut di kening ibunya sebelum melangkah ke pintu.

Di sisi lain, Naka, cucu Julia dengan pipi bulat dan mata berbinar, mendekat dengan langkah gontai, menyeret boneka beruang kesayangannya.

"Papa pelgi lagi ya, oma?" tanyanya lirih, penuh kerinduan.

Julia mengangguk dengan senyum pahit, merasakan berat hati melihat cucunya rindu pada ayahnya yang jarang di rumah. "Iya, sayang. Kamu harus bujuk papamu untuk mencari mama baru," canda Julia, berharap bisa meringankan suasana.

Naka merespons dengan semangat. "Naka cudah coba bujuk papa, tapi dia bilang cedang cibuk. Nanti Naka aja yang calikan ictli balu untuk papa," celotehnya, tampak antusias seolah ini adalah petualangan yang mengasyikkan.

Julia tertawa kecil, terhibur oleh kepolosan dan ketulusan cucunya. "Oma setuju, cari yang cantik ya," ujarnya sambil mengusap kepala Naka dengan penuh kasih sayang.

Dalam momen sederhana itu, meski Alvaro menghadapi tantangan besar di dunia kerjanya, Julia dan Naka menunjukkan betapa pentingnya cinta dan perhatian dalam keluarga, menciptakan harapan di tengah kesibukan yang kerap membutakan.

Setelah ayahnya pensiun, Alvaro mengambil alih perusahaan milik keluarga dengan penuh tanggung jawab. Dalam perjalanan hidupnya yang sarat dengan tantangan, ia harus memikul beban sebagai seorang duda yang ditinggal istrinya dua tahun lalu akibat kecelakaan mobil. Rasa kehilangan yang mendalam menggenggam hatinya, membuatnya enggan untuk melanjutkan hidup atau mencari cinta baru. Baginya, cinta almarhum istrinya adalah satu-satunya yang berarti, dan satu-satunya sosok wanita yang ia butuhkan.

Di tengah ruang kantornya yang megah dan dikelilingi pemandangan kota yang menakjubkan, Alvaro duduk di belakang meja kerjanya yang berantakan. Berbagai dokumen dan foto keluarga memenuhi sudut-sudut meja, mencerminkan kehidupan yang dulunya penuh kebahagiaan. Namun sekarang, rasa kesepian menguasai dirinya; ia sering kali termenung, matanya menerawang jauh menembus jendela kaca. Tak jarang, air mata hangat menggenang di sudut matanya saat memandangi foto istrinya yang tersenyum manis, wajah yang kini pudar oleh waktu namun tetap hidup dalam ingatannya. Kenangan-kenangan indah terus terbayang, menyakiti jiwanya dan mengoyak setiap serpihan memori yang pernah mereka bagi bersama.

Suara lembut asistennya, yang memanggilnya Tuan Al, mengguncang lamunan Alvaro. "Tuan Al, nyonya Julia Anda menelpon. Beliau menanyakan apakah Anda sudah mempertimbangkan saran beliau." Nada ragu sang sekretaris membuat Alvaro merasa tertekan, seolah sosok ibunya terus menerornya tanpa henti.

Dengan menghela napas panjang, Alvaro mengusap wajahnya yang kelihatan letih. "Katakan saja, saya masih belum siap. Saya masih membutuhkan waktu," ujarnya dengan suara serak yang penuh penolakan. Setiap kata yang terucap mencerminkan rasa berat yang menempel di hatinya, menolak ide untuk menikah lagi.

Setelah meninggalkan kantor lebih awal, Alvaro memutuskan untuk mengunjungi makam istrinya. Angin sepoi-sepoi menyapu lembut saat ia mendekat ke batu nisan yang terlihat baru, sebuah simbol kekasih yang telah pergi.

"Maafkan aku, aku masih belum bisa melanjutkan hidup ini tanpamu," ungkapnya lirih, tangannya meraba lembut batu nisan itu, mencari kehangatan dari sosok yang telah lama tiada. Dalam keheningan, dia berharap agar istrinya bisa mendengar dan memahami kesedihannya.

Ketika matahari mulai terbenam, Alvaro berbalik dan mengambil napas dalam-dalam, berjalan perlahan meninggalkan pemakaman. Bayang-bayang kesepian dan kehilangan mengikutinya pulang, menutupi hari-hari yang ia jalani tanpa sosok pendamping hidup yang pernah ia cintai dengan sepenuh hati.

Malam telah larut ketika Alvaro tiba di rumahnya. Tubuhnya terasa lelah, dan matanya sembab menahan beban pikiran yang telah menghantuinya selama berhari-hari. Dengan langkah berat, ia menaiki anak tangga menuju lantai atas. Setiap anak tangga seolah-olah memperpanjang perjalanan menuju pengakuan atas kesalahannya sebagai ayah sekaligus ibu untuk putranya.

Sebelum menuju kamarnya, Alvaro mengintip ke kamar putranya. Pintu kamar terbuka sedikit, membiarkan cahaya dari lorong menyelinap masuk dan menerangi wajah tenang anaknya yang tengah tertidur. Melihat Reynald dalam tidurnya, Alvaro merasa sejumput harapan muncul. Putranya membutuhkan sosok ibu, dan perjuangan ini tidak hanya tentang dirinya, melainkan juga tentang masa depan Naka yang layak memiliki cinta dan perhatian.

Saat itulah, di tengah malam yang sunyi, Alvaro mulai merenung. Mungkin saatnya untuk melangkah maju, meskipun rasa takut dan kesedihan akan kehilangan masih membayangi. Dengan hati yang berat, ia bersiap untuk menemukan cara agar cinta dan kenangan tidak membuatnya terpuruk selamanya.

Alvaro mendorong pintu pelan, berusaha sebisa mungkin agar tidak mengeluarkan suara yang bisa membangunkan sang anak.

Di dalam, terlihat jelas sosok putranya yang meringkuk di tempat tidur, memeluk guling dengan erat, seolah-olah mencari kehangatan. Alvaro menghampiri ranjang dengan hati yang berat, duduk di sisi ranjang sambil memperhatikan wajah damai putranya.

Dengan gerakan yang penuh kasih, dia menarik selimut untuk menutupi tubuh anaknya yang tidak lagi merasakan dingin malam. Dia berhenti sejenak, mengamati setiap detail dari wajah anaknya, mengingatkan dia pada masa-masa ketika keluarga kecilnya masih lengkap.

Alvaro menundukkan kepalanya, merasakan beratnya tanggung jawab yang belum dia penuhi sepenuhnya. Dengan lembut, dia mencium kening putranya, sebuah tanda cinta dan penyesalan yang mendalam.

Suaranya bergetar, nyaris tidak terdengar, ketika dia berbisik, "Maafkan papa, belum bisa menjadi papa yang baik untukmu." Air mata mulai menggenang di matanya, dia berusaha menahan agar tidak jatuh dan membangunkan anaknya.

1
Marie Louis AK
dasar Reza bego. dikibuli ibunya yaa mau sj. jadi lelaki kok lembek dan tdk punya pendirian. hanya makan hasutan demi hasutan, shg tdk bisa berfikir logis.
Nety Dina Andriyani
Alvaro sdh move on tuh
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
partini
Dah ga ingat istri yg dah meninggal nih ceritanya,,munafikun Weh Weh
Adinda
semoga dapat Triple biar seru /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Nety Dina Andriyani
aneh
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al
partini
aku sumpahin bucin akut kamu sama Arumi segitunya ma istri yg sudah tiada merasa ini itu tapi menikmati malah minta lagi dasar laki laki kamfreeet to
partini
wah nyonya ada terbaik,,semoga di kasih kembar ma author nya 😁😁😁
Adinda
bella bella masih bocil udah pikirin pacaran,kalau kamu sudah besar nanti sama shaka
Adinda
lucu dua bocil gemesin
Jogrok Dewi Winarwan
semangat ya kak autornya, semoga sehat selalu biar bisa up mask terus.
Ariany Sudjana
Arumi harus belajar terbuka sama Alvaro, apalagi ini soal Reza, supaya Alvaro juga bisa lindungi Arumi
La Rue
masih ada typo ya,ayo semangat fokus buat Author biar gak salah penamaan utk tokoh² dlm cerita. btw thank utk updatenya 😊👍
Ariany Sudjana
semoga Alvaro tahu apa yang terjadi pada Arumi, dan bisa membalas ke Reza, yang begitu bodoh
Adinda
lanjut thor
TS
seru thour,,,,up lagi blm tau ini orang siapa yg akan di hadapi,,,,Shaka sudah di beri pesan bener2 bertanggung jawab.
La Rue
bagus ,tapi author masih keliru dg tokoh yang terkadang harusnya Shaka jd Alvaro. Semangat ya Author 👌
Nety Dina Andriyani
smangat kakak
Ariany Sudjana
senang bacanya
Adinda
kalau kamu sibuk terus Al siap siap istrimu direbut pria lain,lanjut thor
Marie Louis AK
dasar nenek lampir. blm tahu siapa Alvaro.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!