BAHAGIA?

BAHAGIA?

Bab 1

Hari demi hari, bulan demi bulan, tak terasa 15 tahun berlalu. Embusan angin mengibarkan rambut panjangnya. la berdiri menatap langit yang telah berwarna senja. Memejamkan mata, kejadian mengerikan itu masih terekam jelas dalam kepala.

"Bagaimana keadaannya?"

Wanita itu membuka mata mendengar suara berat sang putra.

Satya berdiri di samping ibunya, mengikuti arah pandangan sang ibu yang mengarah pada indahnya senja yang mampu membius mata. Sudah 15 tahun berlalu sejak kejadian itu, kini Satya telah menjadi lelaki dewasa. Ibunya telah menjelaskan semuanya, apa yang terjadi di hari itu serta masa lalu ayahnya.

Akibat kejadian itu, Yoga dijatuhi hukuman 20 tahun. Kini hanya tinggal menunggu waktu ia bebas setelah dirinya sempat mengalami depresi di tahun-tahun pertama menjalani hukuman. Bukan depresi tak sanggup menerima keadaan di dalam bui, tapi tak sanggup menerima beban jiwa akibat terbongkarnya seluruh fakta.

"Dia menanyakan kuliahmu," jawab Shintia yang telah dihiasi keriput di wajah.

"Aku ragu apa dia benar ayahku? Dia bahkan tak ingin bertemu denganku," ucap Satya. Meski begitu dirinya tahu alasannya, hanya saja, ada kalanya ia sangat ingin bertemu.

Di tempat lain, terlihat Yoga yang tengah membasuh tubuhnya yang berkeringat di mana sekujur tubuhnya dipenuhi jejak luka. Sudah menjadi rahasia umum apa yang terjadi dalam penjara. Bahkan luka yang didapat Yoga telah didapatnya saat baru saja memasuki tempat itu.

Kriet

Suara derit pintu besi terdengar saat dua orang polisi memasukkan seorang pria yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan. Tubuhnya kekar, dengan berbagai bentuk tato yang menghiasi tubuhnya. Pria itu mengedarkan pandangan seperti mencari sesuatu. Dan saat pandang matanya menangkap sosok Yoga, seringai bengisnya pun tercipta.

Waktu menunjukkan hampir tengah malam di mana seluruh penghuni sel telah terlelap tak terkecuali Yoga.

Yoga berada dalam sel berukuran 3 x 2 m bersama tiga orang lainnya termasuk satu orang yang baru masuk tadi siang. Pria itu duduk di sudut yang lain dengan kepala tertunduk dalam.

Perlahan pria itu mengangkat kepala dan arah pandangnya tertuju pada Yoga. Bangkit dari duduknya, ia melangkah tanpa menimbulkan suara ke arah Yoga yang tampak pulas. Saat berdiri di hadapan Yoga, ia menoleh ke belakang pada dua orang yang tidur seperti kehilangan nyawa.

Merasa semua aman, ia berjongkok di depan Yoga, mengeluarkan seutas tali kecil dari dalam saku celana kemudian mengalungkannya di leher Yoga. Dan saat mencoba menarik masing-masing ujung tali yang digunakannya menjerat leher Yoga, kedua mata Yoga terbuka dengan tangan menahan tali di lehernya. Pria itu amat terkejut dan lebih terkejut lagi saat seseorang memukul tengkuknya.

Dua orang yang sebelumnya tampak tidur seakan kehilangan nyawa, telah berdiri di belakang pria itu. Satu diantaranya kembali memberi pria itu pukulan menggunakan siku membuat pria tersebut tersungkur.

Yoga bangun menegakkan punggungnya membuat tali di lehernya jatuh. Ditatapnya penghuni baru itu dengan tatapan datar kemudian pada dua temannya yang hendak kembali memberi pria itu pelajaran. Namun, sebelum itu terjadi, tangan Yoga yang terangkat menghentikan keduanya.

Mereka adalah Bams dan Fajri, teman satu sel Yoga yang telah menghuni sel itu sepuluh tahun yang lalu.

"Dia musuhmu?" tanya Bams. Pria bertato di wajahnya itu menatap pria yang kini tak sadarkan diri dengan tatapan mata nan dingin. Sama seperti Yoga, ia berada di sana karena kasus pembunuhan. Dan orang yang dibunuhnya adalah temannya sendiri yang mencoba memperkosa adik kandungnya.

Yoga membalik tubuh penghuni baru itu dan mengamati wajahnya. Ia pun menggeleng sebagai jawaban. la sama sekali tak mengenali wajah itu. Lagipula, ia tidak punya musuh. Satu-satunya musuhnya telah mati.

"Mau kuhabisi?" Suara Fajri terdengar padat dan berat. la duduk di atas perut penghuni baru itu. la berada di sana juga karena kasus pembunuhan. Namun berbeda dengan Yoga dan Bams, yang ia bunuh adalah begal yang hendak merampas motornya.

Meski hukumannya tak seberat Yoga, tetap saja terdengar miris untuk diceritakan. Dan karena kejadian itu lah, dirinya berubah lebih kejam. Membunuh untuk melindungi diri dan membunuh karena suatu alasan pun dihukum, jadi ia tak peduli jika harus membunuh lagi.

Yoga menggeleng. "Aku ingin tahu siapa yang menyuruhnya," ucapnya. Suaranya terdengar berat, raut wajahnya lebih dingin dari saat ia muda. Meski begitu seperti tak ada yang berubah. Wajahnya masih sama, hanya mulai timbul sedikit keriput di bawah mata serta jambang tipis yang setiap minggu akan ia bersihkan.

Bams dan Fajri saling melempar lirikan kemudian menuruti perintah. Bukan tanpa alasan, melainkan selama di sana Yoga telah banyak membantu keduanya. Bukan lagi rahasia bahwa kehidupan di penjara sangatlah keras. Berbeda dengan Bams dan Fajri yang belum pernah merasakan kerasnya kehidupan, Yoga lebih bisa bertahan.

Walau di awal ia mengalami depresi, namun seiring berjalannya waktu serta dukungan dari Shintia, ia bisa kembali menjadi Yoga yang kuat. Bukan hanya fisik tapi juga mental. Sementara Bams dan Fajri, di awal mereka masuk bui, keduanya masih tak menerima kenyataan. Walau sama sekali tak ada penyesalan dari keduanya karena telah menghabisi nyawa seseorang.

Beberapa saat kemudian, penghuni baru itu mengerjapkan mata. Seketika matanya pun terbuka lebar teringat apa yang baru saja terjadi.

"Dia sudah bangun."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!