NovelToon NovelToon
THANZI, Bukan Penjahat Biasa

THANZI, Bukan Penjahat Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Kebangkitan pecundang / Budidaya dan Peningkatan / Akademi Sihir / Penyelamat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mr.Xg

pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

perjalanan dan kegelapan

Liburan Akademi telah berakhir, namun bagi Thanzi, itu hanyalah jeda singkat dari latihan kerasnya. Tubuhnya kini terasa seperti baja tempaan, setiap ototnya merespons dengan presisi. Ia berjalan di koridor Akademi yang mulai ramai, melihat para siswa kembali dengan wajah ceria. Michael, Pangeran Lyra, dan Elian juga telah kembali. Mereka tidak lagi menunjukkan keceriaan seperti sebelumnya, kekalahan telak di ujian final masih membekas dalam ingatan mereka. Michael, khususnya, sesekali melirik Thanzi, tatapannya campur aduk antara rasa takut yang masih tersisa dan sebuah kekaguman yang aneh, seolah Thanzi adalah teka-teki yang menakutkan.

Sehari sebelum kegiatan Akademi dimulai kembali, saat senja merambat dan cahaya keemasan menyapu jendela kamarnya, Thanzi menerima sebuah paket kecil tanpa pengirim. Paket itu dibungkus kain hitam polos, diselipkan di bawah pintu asramanya tanpa suara. Thanzi tahu itu bukan paket biasa. Aroma tanah basah dan sihir kuno samar-samar tercium dari sana. Ia membuka bungkusnya dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat sebuah peta kuno yang digulung rapi, kompas perak tua yang berkarat, dan sebuah surat tanpa nama.

Surat itu tertulis tangan, dengan tinta hitam pekat di perkamen yang terasa tua.

Thanzi,

Misi rahasia dimulai. Artefak yang harus kau temukan berada di Reruntuhan Kuil Bulan di jantung Hutan Terlarang. Peta ini akan memandumu. Ingat, ini adalah ujian sejati. Jika kau berhasil, gelar dan kehormatan menantimu. Jika gagal... yah, jangan berharap ada yang mengingatmu. Kau sendirian dalam misi ini. Jangan percayakan dirimu pada siapapun.

~ Akademi

Senyum tipis, nyaris tak terlihat, terukir di bibir Thanzi. Misi rahasia? batinnya, membelai perkamen itu. Lebih seperti ujian bunuh diri yang mereka samarkan agar bisa menyingkirkanku jika gagal. Atau mengendalikanku jika berhasil. Tipikal. Tapi tak apa. Ini adalah jalan tercepat menuju tujuanku. Peta itu tampak sangat tua, garis-garisnya memudar di beberapa bagian, tetapi Thanzi bisa melihat penanda "Reruntuhan Kuil Bulan" yang jelas di tengah area yang ditandai dengan tulisan kuno: "Hutan Terlarang." Kebetulan yang sempurna. Aku bisa mencari Seruling Giok Hitam sekaligus menjalankan misi mereka. Dua burung dengan satu batu.

Malam itu, Thanzi mengemas perbekalan seperlunya. Ia tidak membawa banyak barang yang bisa membebani gerakannya: beberapa potong roti kering dan keju keras, kantung air yang bisa diisi ulang dari sungai, tali nilon yang kuat, obor kecil yang bisa bertahan lama, pisau serbaguna yang tajam, dan tentu saja, pedang tersembunyi yang kini terasa seperti perpanjangan tangannya sendiri. Ia melirik replika Seruling Giok Hitam yang selalu ia simpan di laci mejanya. Warnanya hitam pekat, permukaannya terasa dingin di sentuhan. Waktunya tiba untuk mencari yang asli.

Sebelum fajar menyingsing, saat langit masih berupa selimut biru keunguan dan bintang-bintang masih bersinar terang, Thanzi menyelinap keluar dari asrama. Langkahnya ringan dan tanpa suara, seperti bayangan yang meluncur di koridor gelap. Ia bergerak cepat melalui jalan keluar tersembunyi yang biasa digunakan siswa nakal untuk bolos, sebuah celah di tembok belakang yang jarang diperiksa. Jantungnya berdebar, bukan karena takut, melainkan karena antisipasi akan petualangan yang menanti dan ambisi yang membara. Udara pagi yang dingin terasa menyegarkan.

Melangkah ke Hutan Terlarang: Aura Kuno dan Bahaya Tak Terlihat

Perjalanan Thanzi memakan waktu beberapa hari. Ia memilih jalur yang tidak biasa, melalui desa-desa kecil yang sepi dan jalan setapak yang jarang dilewati, melintasi perbukitan rendah dan padang rumput yang luas. Ia ingin menghindari perhatian dan melatih kemampuannya membaca lanskap alam. Setiap malam, ia beristirahat di bawah langit terbuka, mengasah instingnya. Ia juga berlatih menyerap energi alam di sekitarnya, memperkuat resonansinya, menjadikan tubuhnya lebih selaras dengan lingkungan. Udara Majalengka, di tempat ini, terasa berbeda, lebih liar dan mentah.

Akhirnya, di hari ketiga perjalanannya, ia tiba di batas Hutan Terlarang. Sebuah dinding pepohonan raksasa menjulang tinggi, dahan-dahannya saling bertautan membentuk kanopi tebal yang nyaris tidak memungkinkan cahaya matahari menembus ke dasar hutan. Bahkan di siang hari bolong, hutan itu diselimuti kegelapan abadi, hanya sesekali disinari sorotan cahaya yang menembus celah dedaunan, menciptakan pola-pola bergerak di tanah. Udara terasa lembap dan berat, dipenuhi aroma lumut, tanah basah, dan bau aneh yang tak bisa dijelaskan—bau binatang buas yang eksotis, tumbuhan beracun yang mematikan, dan sesuatu yang kuno, seperti napas peradaban yang telah lama mati.

Suara-suara hutan terdengar samar namun konstan, menciptakan simfoni yang menakutkan: gemerisik daun yang tak biasa karena angin tidak bertiup, desiran angin yang terdengar seperti bisikan-bisikan asing, dan terkadang, lolongan jauh yang membuat bulu kuduk merinding. Sebuah raungan menggelegar dari kejauhan, lebih dalam dan primitif dari binatang manapun yang Thanzi kenal. Ini bukan hutan biasa, pikir Thanzi, tangannya secara insting mendekap gagang pedangnya. Ada sesuatu yang kuno dan kuat di sini. Dan tidak ramah.

Thanzi melangkah masuk, pedangnya tersembunyi di balik jubahnya namun tangannya siap meraih hulu dalam sepersekian detik. Kabut tebal menyelimuti hutan, dan setiap langkahnya terasa seperti memasuki dimensi lain, jauh dari peradaban dan segala yang ia kenal. Dia mengandalkan peta kuno dan kompas yang diberikan Akademi, tetapi lebih dari itu, dia mengandalkan naluri resonansinya yang kini jauh lebih peka. Ia merasakan gelombang-gelombang energi aneh yang tak terhitung jumlahnya. Beberapa adalah energi kasar makhluk buas yang berkeliaran di setiap sudut gelap, beberapa lagi sisa-sisa sihir kuno yang masih melekat di pepohonan dan batu-batu, dan beberapa lagi... sesuatu yang lebih gelap dan mematikan, seperti mata yang mengawasinya dari kegelapan.

Dia berjalan selama berjam-hari, tubuhnya bergerak lincah dan hati-hati. Dia menghindari monster hutan dengan kecerdikan dan kecepatan luar biasa yang telah ia latih, menyelinap melewati jebakan-jebakan alam yang mematikan yang ia deteksi dengan resonansinya. Kemampuan resonansinya membantunya merasakan bahaya tersembunyi—getaran tanah yang menunjukkan jebakan, frekuensi detak jantung makhluk buas yang mendekat bahkan sebelum terlihat oleh mata. Setiap langkah semakin membawanya jauh ke dalam jantung kegelapan Hutan Terlarang, mendekati Reruntuhan Kuil Bulan.

Ancaman dalam Bayangan: Datangnya Shadow Syndicate

Suatu sore, saat ia sedang melintasi sebuah area hutan yang dipenuhi akar-akar raksasa yang saling melilit dan menjulang tinggi, membentuk labirin alami yang gelap dan menyesakkan, Thanzi merasakan firasat buruk yang tajam. Bukan firasat biasa yang menandakan monster. Ini adalah sensasi yang dingin dan mematikan, seperti hawa kematian yang mendekat, menusuk hingga ke tulang sumsumnya. Semua suara hutan tiba-tiba meredup, lolongan binatang berhenti, gemerisik daun terhenti, menyisakan keheningan yang mencekam dan hanya suara napas Thanzi sendiri yang terdengar. Udara terasa tipis, penuh ketegangan.

"Mereka datang," bisik Thanzi pada dirinya sendiri, matanya menyipit, memindai setiap bayangan di sekelilingnya. Instingnya, yang telah diasah hingga setajam pedangnya, berteriak bahaya yang tak terhindarkan. Ini adalah perangkap.

Ia tidak sendirian.

Dari balik pepohonan tebal, dari bayangan yang terlalu pekat untuk ditembus cahaya, empat sosok muncul. Mereka bergerak tanpa suara, seperti hantu yang melayang di antara pepohonan kuno. Jubah hitam pekat mereka menyamarkan diri dengan sempurna, menyatu dengan kegelapan hutan. Aura mematikan mereka terasa sangat nyata, memancarkan niat membunuh yang murni dan dingin, membuat Thanzi merasakan resonansi ketakutan yang mencekam. Ini bukan monster hutan, ini adalah pembunuh profesional.

Pemimpin mereka, seorang pria berwajah keras dengan mata sedingin es yang memancarkan kekejaman yang tak terhingga, melangkah maju. Dia adalah Kael, master belati beracun dan sihir bayangan, reputasinya sudah sangat terkenal di dunia bawah tanah Majalengka. Sebuah belati berukir tengkorak muncul di tangannya, memancarkan aura racun samar yang membuat Thanzi merasakan mual ringan.

Di sisinya, seorang wanita berambut hitam panjang dan tatapan kosong, yang seolah tak memiliki emosi, menarik busur, anak panahnya terarah sempurna pada jantung Thanzi. Dia adalah Silas, pemanah mematikan yang tak pernah meleset, panah-panahnya dilapisi racun mematikan yang bahkan mampu melumpuhkan ksatria terkuat dalam sekejap.

Di belakang mereka, seorang pria bertubuh besar dengan jubah gelap mengangkat tangannya, udara di sekitarnya mulai membeku dan kristal es kecil mulai terbentuk di tanah di bawah kakinya. Uap dingin keluar dari mulutnya. Dia adalah Brennan, penyihir es yang brutal dan tak kenal ampun, mampu mengubah medan perang menjadi arena es mematikan.

Dan yang keempat, seorang wanita bertubuh ramping dengan aura misterius, Zara, sudah menghilang dari pandangan, seperti asap yang lenyap ditelan angin. Thanzi tahu, dia adalah ahli ilusi dan penyamaran, mungkin sudah mempersiapkan jebakan mental paling membingungkan untuknya.

"Thanzi Aerion," desis Kael, suaranya rendah dan mematikan, memecah keheningan yang mencekam. Belati di tangannya berputar perlahan, menciptakan kilatan singkat di kegelapan. "Hidupmu berakhir di sini. Marquess Aerion ingin kau mati dengan tenang. Ini perintah terakhirnya."

Marquess Aerion? Ayahku? Pikir Thanzi, rasa pahit bercampur dengan seringai kecil. Tentu saja. Dia takkan pernah membiarkanku hidup nyaman jika aku menyimpang dari jalurnya yang ia inginkan. Dia lebih suka aku mati daripada menjadi sesuatu yang tak bisa ia kontrol.

Pedang Thanzi sudah di tangannya, terhunus dalam sekejap mata, kilatan baja memantulkan cahaya samar hutan. Ia tahu ini bukan sembarang lawan. Ini adalah Shadow Syndicate, kelompok pembunuh elit paling berbahaya di kerajaan, yang pasti disewa dengan harga sangat mahal. Sebuah jebakan yang dirancang untuk membungkamnya selamanya, tanpa jejak. Misi yang seharusnya menjadi langkah menuju kekuasaan, kini berubah menjadi pertarungan mematikan untuk bertahan hidup.

Aku dikhianati. Dan sekarang, aku adalah mangsa. Thanzi menatap mereka, matanya berkilat tajam, penuh tekad yang dingin. Tapi aku bukan mangsa biasa. Kalian akan menyesal telah meremehkanku. Kalian akan menjadi yang pertama merasakan sejauh mana aku akan melangkah untuk mengendalikan takdirku sendiri.

Pertarungan hidup dan mati baru saja dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!