Tidak pernah menyangka pernikahan ketiga Naya Aurelia (32th) mendapatkan ujian yang penuh dramatis.
Ia dihadapkan dengan pilihan yang sulit antara memilih suami atau anak kandungnya.
Berawal dari suaminya Juan Bagaskara (27th) yang tidak mau menerima Shaka sebagai anak sambungnya sehingga Naya dengan terpaksa harus berpisah dengan putri kesayangannya. Ia menitipkan Shaka pada bi Irah asisten rumah tangganya yang diberhentikan dari rumah tersebut.
Bertahun-tahun Naya tersiksa batinnya karena ulah suami yang usianya lebih muda darinya. Apalagi suaminya pun memiliki pekerjaan di luar dugaannya yang membuatnya sangat terpukul. Pekerjaan apa kira-kira?
Disisi lain ia sangat ingin kembali hidup bersama anaknya. "Nak, izinkan mama kembali meraih cintamu..." ucap Naya lirih.
Akankah kebahagiaan berpihak pada hidup Naya selanjutnya?
Ikuti kisahnya!💕
Follow author ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3 Rencana Shaka
"Naya...!" Melina teriak memanggil Naya begitu melihat Shaka berada di kamar tidur berdampingan dengan kamar utama.
Naya jalan tergopoh-gopoh menghampiri Melina yang terdengar marah.
"Iya Kak, ada apa?"
"Lihat! Apa-apaan kamu, ngasih kamar pada anak pembantu!"
Naya menghembuskan nafasnya dengan pelan. Dugaannya tepat, pasti akan ketahuan juga Shaka memiliki kamar dekat dengan kamar utama.
"Tadi anak ini bilang, kalau kamar ini kamarnya. Kamu ini gimana sih, anak pembantu itu seharusnya tidur dekat dapur atau di kamar dekat taman, kenapa di lantai dua?" jelas Melina kesal.
"Lho memangnya kenapa, Kak? Itu hak aku untuk memberinya kamar, karena dia tinggal di rumahku. Lagi pula aku kan belum punya anak, jadi sah-sah aja dong kalau anak ini dijadikan pancingan," ujar Naya beralasan tanpa menjaga perasaan Shaka yang masih ada di dalam kamarnya.
Shaka menunduk sedih. Ia hanya bisa diam tidak bisa membela diri. Air bening mengalir dengan sendirinya, ia tidak menyangka menuruti kehendak mamanya justru membuatnya sakit hati.
"Oooh begitu, masuk akal juga sih. Tapi ingat jangan membiasakan anak itu sebagai putri di rumah ini. Bisa-bisa dia ngelunjak. Anak seorang pembantu tetap aja menjadi anak pembantu selamanya!" sungutnya kesal.
Naya masih bisa menekan sabar dengan ucapan Melina. Ia menatap Shaka dengan pandangan miris, sebenarnya tidak tega anaknya diperlakukan tidak baik di rumahnya sendiri.
"Tapi untuk kali ini, kakak minta kamar ini dipinjam dulu buat tidur anak-anakku!" katanya sambil memindai ruangan tersebut.
Melina memiliki 2 orang anak laki-laki yang bernama Satria (11th) dan Diana (8th).
"Boleh tapi Shaka tetap tidur di sini. Biar Diana saja yang tidur bareng Shaka dan Satria tidur di kamar tamu," ujarnya tegas.
Naya tidak mau kakak iparnya mengatur kehidupan yang ada di dalam rumah tangganya secara terus menerus.
"Lho tidak bisa begitu. Kamu lupa, aku tamu di rumah ini. Perlu kamu ingat tamu adalah raja, jadi kamu harus mengutamakan tamu dari pada yang lain. Shaka aja yang pindah. Shaka yang seharusnya tidur di kamar pembantu."
"Maaf tidak bisa. Kak kurang baik apa aku sama kakak? Kakak malam ini bisa tidur di kamar tamu bukan di luar rumah. Satria itu anak laki-laki dan Diana anak perempuan, ini jelas harus dibiasakan untuk tidur terpisah."
"Mereka itu masih kecil belum ngerti apa-apa,"
"Memberitahukan batasan laki-laki dan perempuan itu harus sejak dini kak. Jangan nunggu sampe dia besar. Jangan sampai anak-anak dibiarkan tidur campur dengan lawan jenis. Apalagi tidur campur sama kedua orang tuanya, ini sangat berbahaya!" jelas Naya menatap Melina dengan serius.
Ucapan Naya seakan menampar Melina yang selama ini menerapkan pembiasaan tidur yang salah.
"Halaaah sok bijak kamu, Nay!"
"Bukan sok bijak, ini hanya mengingatkan saja. Banyak anak-anak dibiarkan tidur bareng sama adik atau kakaknya yang lawan jenis. Atau bahkan anak yang sesama jenis tidur bareng pun sebenarnya tidak boleh, khawatirnya terjadi hal yang tak diinginkan. Harusnya dia macho jadi feminin. Ngeri lihatnya," jelasnya sambil bergidik ngeri.
"Halah kamu itu terlalu berlebihan. Kalau keadaan rumah itu hanya dua kamar gimana? Jangan mentang-mentang kamu orang kaya jadi menyamaratakan keadaan!" ujar Melina tak mau kalah.
"Bukan maksudku begitu kak,"
"Sudah...sudah aku tidak mau berdebat lagi. Oke untuk kali ini aku ngalah. Siapkan kamar tamu buat Satria tidur! Kasihan dia lelah," pungkas Melina langsung berlalu dari hadapan Naya.
Naya hanya mengeleng-gelengkan kepalanya.
"Huuftt baru sehari di sini saja sudah ngatur-ngatur. Jangan sampe hidup satu atap selamanya." gumamnya dalam hati.
Naya langsung pergi meninggalkan Shaka sendirian di dalam kamar.
Shaka melangkah gontai menuju pembaringan. Matanya lurus ke depan dengan tatapan kosong. Hanya bulir air mata yang mengalir tanpa izin membasahi pipi mungilnya.
"Mama, aku sayang Mama tapi apakah aku bisa selamanya hidup dengan kebohongan? Sementara kata papa, bohong itu dosa. Lebih baik aku pergi saja dari rumah ini. Daripada aku menjadi beban mama. Tinggal di sini pun percuma, aku hanya dijadikan anak pembantu di rumah ini tanpa diakui sebagai anak mama," gumamnya dalam hati.
Shaka mengusap air matanya dengan kasar. Ia harus bersiap agar malam ini ia bisa keluar dari rumah tersebut.
Diambilnya tas ransel lalu memasukkan beberapa pakaian ganti dan uang saku secukupnya. Kebetulan Shaka menyimpan uang pemberian Dikara di dalam lemari.
"Uang dalam amplop ini, pasti cukup untuk sewa tempat tinggal. Oiya hape pemberian papa di mana ya?" Shaka mencari ponsel pemberian Dikara di dalam lemari, di meja belajar, di setiap sudut kamar, ternyata tidak ditemukan."
Shaka terpekur mengingat apa yang sudah dilakukan mamanya begitu ia mendapatkan ponsel tersebut.
"Sayang, anak kecil itu tidak boleh pegang hape. Jadi hapenya mama yang pegang ya!" kata Naya saat itu yang tidak menginginkan anaknya berinteraksi dengan mantan suaminya.
Sreeek
Suara pintu terbuka. Dengan cepat Shaka membaringkan tubuhnya di kasur. Ia berpura-pura memejamkan mata, seolah-olah sudah tidur.
"Diana, kamu tidur di sini bareng bocah tengil itu!" dagunya menunjuk Shaka yang sedang terbaring di kasur.
"Terus aku tidurnya di mana, Ma?" tanya Diana memperhatikan tempat tidur Shaka yang pas-pasan.
Shaka sengaja tidur menguasai tempat, agar tantenya itu tahu diri agar tidak semena-mena dalam menilai orang. Apalagi terhadap anak kecil seperti dirinya.
"Shaka, heh bangun!" melina menggerak-gerakkan bahu Shaka agar terbangun.
Shaka yang pura-pura tidur harus membuka matanya dengan pelan. Ada rasa takut sebenarnya. Apalagi saat ini dia tidak ditemani mamanya.
Sorot mata Melina tajam seperti hendak menerkam mangsanya.
"Kamu tidur di bawah, tuh sudah disiapkan!" titah Melina garang.
"Tapi tante..." Shaka berusaha menolak perintah Melina.
"Kamu harus nurut. Kedudukan kamu di rumah ini hanya sebagai anak pembantu. Tidak lebih. Sementara Diana, keponakan majikanmu. Paham!"
Rasa sakit hati Shaka semakin dalam ketika sebutan anak pembantu itu sering diucapkan oleh tantenya. Ia turun dari pembaringan kemudian mengambil bantal dengan rasa sedih.
Sementara Diana tersenyum sinis. Anak sekecil itu sudah dicekoki hal yang tidak baik oleh ibunya.
"Kalau ada apa-apa panggil Mama. Mama ada di bawah!"
"Iya Mam."
Diana langsung naik ke kasur menempati posisi Shaka di atas tempat tidur.
"Makanya kamu jangan mau dilahirkan dari seorang pembantu. Lihat aku. Aku begitu dimanja oleh Mama."
"Ya kamu sangat beruntung punya mama seperti dia. Tapi tolong jangan rendahkan anak seorang pembantu. Karena aku juga manusia yang punya hati dan perasaan. Aku harap setelah ini kita tidak pernah bertemu lagi. Silakan kamu tidur sepuasnya di kamar ini."
Diana terdiam. Ia menatap Shaka yang mulai terpejam di bawah. Ada rasa kasihan melihat sosok anak yang seharusnya bisa menjadi temannya.
Sementara Shaka pura-pura tertidur untuk mengelabui Diana agar ia bisa kabur dari rumah tersebut tanpa sepengetahuannya.
Akankah Shaka berhasil kabur dari rumah orang tuanya sendiri?
eh tpi sy jga jualan mie ayam grobakan dahh/Grin//Facepalm//Joyful//Curse//Curse//Curse/