Mengandung Benih Pria Beristri

Di dalam kamarnya, Citra kembali membereskan baju- bajunya ke dalam lemari, menaruh barang- barangnya yang masih bisa di selamatkan di dalam koper pada tempatnya semula.

Ia juga mulai menata ulang kamarnya membuat nya jadi lebih enak di pandang. Citra mengusap peluh di dahinya, setelah selesai berberes- beres wanita bergigi gingsul itu menaruh kembali sapu ke tempat nya. Matahari di luar sana mulai tenggelam, ia kemudian pergi untuk menemui anak- anak di panti.

Di sana anak- anak sedang berkumpul dan bermain, hanya ada satu pengurus yakni Bik Farida yang merupakan tetangga dekat rumahnya, bik Farida adalah wanita sebatang kara, di usianya yang hampir senja setelah kematian suaminya dia hidup sendiri tanpa ada anak yang mendampingi karena dia di vonis mandul, itu sebabnya bik Farida datang ke panti ini dan mengabadikan dirinya sebagai pengurus panti. Waktu itu nenek memang sedang kekurangan tenaga karena penyakitnya membuat pengurus panti lain harus berhenti tersebab uang yang seharusnya menjadi gaji mereka tak ada lagi karena sudah habis untuk berobat. Nenek awalnya sudah bilang jika dia tidak bisa menggaji bik Farida sebagaimana mestinya namun bik Farida membuat pengakuan yang membuat mereka terharu.

"Saya disini memang tulus ingin mengabdi, saya sudah tak punya tujuan apa- apa setelah suami saya pergi ke pangkuan ilahi, bisa mengurus anak- anak ini adalah keinginan saya di masa tua. Saya ikhlas, jika tidak di gaji pun tidak apa- apa selama ada tempat tinggal dan makan. "

Semenjak itulah bik Farida menjadi pengurus tetap yang bertahan bertahun-tahun, sejak neneknya sakit, panti asuhan ini bertahan hidup dengan mengandalkan para donatur yang memberikan sumbangan ke sini.

"Bik." Citra menyapa bik Farida di dapur yang sedang menyiapkan makan malam.

"Ya Allah neng Mesha, kirain siapa..." Bik Farida terkejut dengan kehadiran citra langsung berbalik dan menghampiri gadis itu.

"Neng kok tiba-tiba di sini? "

Citra memang sengaja tidak menceritakan kesepakatan nya dengan David, pun memang itulah yang menjadi aturan dalam kesepakatan. Kepada bik Farida, dia hanya mengaku jika dia bekerja di rumah David sebagai seorang asisten rumah tangga, juga mengatakan orang-orang yang ada untuk membantu mengurus panti adalah orang-orang suruhan tuan David, yang mana citra mengaku jika David ingin memberikan bantuan besar pada panti setelah acara amal atas nama perusahaan Fernandez tech di laksanakan dengan baik di panti nya.

"Aku pulang bik, " kata citra tersenyum.

"Duduk dulu neng, " kata bik Farida mempersilahkan citra duduk di salah satu bangku.

Kemudian bik Farida menyodorkan minuman untuk nya dan mengambil tempat kosong di samping citra.

"Ada apa neng? bukannya kata neng bekerja dengan tuan David memiliki kontrak selama satu tahun? kenapa neng pulang lebih awal, apa terjadi sesuatu neng?"

Citra menggeleng. "Tidak ada yang terjadi bik, aku hanya ingin kembali. Kontrak kerja dengan tuan David sudah berakhir, aku tidak lagi bekerja dengan nya. "

Wajah bik Farida tampak sendu, penuh prihatin. "Padahal itu pekerjaan yang akan sangat menguntungkan ya neng. "

Citra menunduk. "Bibi benar, tapi apa boleh buat? bekerja dengan orang kaya ternyata susah, " katanya sambil tertawa kering.

Bik Farida menghela napas, kemudian menyentuh punggung tangan citra. "Gak apa- apa, yang penting neng pulang dengan selamat tanpa kekurangan hal apapun. "

Citra mengangguk pelan.

"Oh ya neng, ngomong- ngomong orang-orang yang ada di sini untuk membantu bibik, mereka sudah tidak ada neng. "

Citra tersentak sejenak lalu mengangguk pelan. "Aku tahu bik. Tuan David sudah menarik orang-orang nya itu. "

"Kenapa ya neng? apa kita menyinggung beliau? " tanya bik farida yang tentu polos karena tidak tahu apa- apa tapi sukses membuat wajah citra berubah.

Sadar akan hal itu, bik farida seketika tak enak hati. Ia tersenyum kemudian mengenggam tangan citra. "Enggak apa- apa, enggak ada mereka pun bukan masalah untuk kita, masih ada bibik yang akan mengurus anak- anak. "

Citra merasa terharu. "Terimakasih bik. "

"Enggak masalah neng, nanti juga ada Winda, ponakan bibi itu katanya ingin tinggal di sini dan membantu bibi selama dia belum memiliki pekerjaan tetap, boleh kan neng? "

Wajah citra seketika berbinar, " boleh saja bik, tapi--"

"Soal gaji? neng gak usah pikirkan itu, dia bisa tinggal di sini dan mengurus anak- anak udah senang katanya, dia kebetulan suka anak- anak. "

Citra mengangguk dengan senyum merekah. "Boleh banget keponakan bibi datang, semakin ramai orang semakin baik. "

Bik farida tersenyum. "Eneng sudah bekerja keras selama ini, bibi bangga. "

Entah kenapa rasanya citra ingin sekali menangis mendengar kata- kata itu, beban yang di pikulnya terlalu berat, ingin menyerah namun begitu melihat senyum dan mendengar tawa anak- anak semangatnya itu kembali datang.

"Bik aku punya satu permintaan. "

"Apa itu neng. "

"Aku akan mencari pekerjaan, bibi jaga anak- anak ya, karena selama itu mungkin aku tidak akan ada di samping kalian."

"Neng ingin mencari pekerjaan di mana lagi? "

"Apa saja bik, yang penting halal. "

"Baiklah, tapi jaga diri ya neng, semoga bisa mendapatkan pekerjaan yang neng Mesha ingin kan, soal anak- anak neng gak usah khawatir, mereka aman bersama bibi,neng fokus saja mencari pekerjaan."

"Terimakasih bik, terimakasih banyak. "

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Esoknya citra memulai perjalanannya untuk mencari pekerjaan, dia tahu dengan hanya ijazah SMP yang di miliknya sangat sulit untuknya mendapatkan pekerjaan, namun ia tetap bertekad ia akan pergi dengan modal nekat.

Tak lupa ia membawa CV tentang dirinya, itu tetap di perlukan meskipun sulit untuk nya mendapatkan pekerjaan besar.

Matahari pagi menyorot di atas kepala, citra memulai dengan deretan tokoh-tokoh yang ada di depan jalan, menawarkan diri barang kali akan ada pekerjaan yang bisa ia dapatkan di sana. Hingga siang, sulit sekali untuk nya mendapatkan kerja, beberapa di antaranya menolak karena dia tidak memiliki minimal ijazah SMA.

Sampai tiba-tiba Arthur datang entah dari mana, mendadak muncul di hadapannya.

"Citra! " panggil laki-laki itu.

"Arthur, kau di sini? " citra memekik kaget karena kedatangan Arthur.

"Iya, ayo duduk. " Arthur menuntun nya untuk duduk di salah satu kursi panjang dekat sebuah warung.

"Tadi pagi aku ke panti, ku dengar dari bik farida kau sedang mencari pekerjaan. "

Citra mengangguk pelan. "Iya."

"Kebetulan, ada orang yang ingin menawarkan pekerjaan padamu, " kata laki-laki itu dengan sumringah, lalu memanggil seseorang yang tak jauh darinya.

Seorang wanita datang, Kira-kira seumuran citra namun bertubuh gempal.

"Ini salah satu kenakalan ku. Siska, ini citra, dia yang ku ceritakan waktu itu.

Wanita bernama Siska itu tersenyum menatap citra. " Waah, kau memang cantik seperti yang di ceritakan Arthur. "

Arthur tampak salah tingkah, sementara citra tersenyum canggung.

"Terimakasih."

"Arthur bilang kau sedang mencari pekerjaan kan? "

"Iya, " kata citra, tertanam sebuah harapan padanya.

"Aku ingin menawarkan pekerjaan padamu, menjadi pelayan di tempat karoke, bagaimana? kau mau? "

"Benarkah? " wajah citra seketika berbinar, tanpa pikir panjang ia mengangguk, harapannya kembali muncul.

"Aku mauu! "

"Baiklah, nanti akan ku kabari tepatnya kapan kau akan datang, untuk sekarang boleh minta nomor mu dulu? "

"Baik." balas citra, ia kemudian memberikan nomor telepon nya, dan setelah nya mereka berjabat tangan tanda kesepakatan, Siska tersenyum pada citra yang tanpa di sadari senyum wanita itu memiliki banyak arti.

****