Leona tiba-tiba diculik dan dibunuh oleh orang yang tidak ia kenal. Namun ketika berada di pintu kematian, seorang anak kecil datang dan mengatakan bahwa ia dapat membantu Leona kembali. Akan tetapi ada syarat yang harus Leona lakukan, yaitu menyelamatkan ibu dari sang anak tersebut.
Leona kembali hidup, namun ia harus bersembunyi dari orang-orang yang membunuhnya. Ia menyamarkan diri menjadi seorang pria dan harus berhubungan dengan pria bernama Louis Anderson, pria berbahaya yang terobsesi dengan kemampuan Leona.
Akan tetapi siapa sangka, takdir membawa Leona ke sebuah kenyataan tidak pernah ia sangka. Dimana Leona merupakan puteri asli dari keluarga kaya raya, namun posisinya diambil alih oleh yang palsu. Terlebih Leona menemukan fakta bahwa yang membunuhnya ada hubungan dengan si puteri palsu tersebut.
Bagaimana cara Leona dapat masuk ke dalam keluarganya dan mengambil kembali posisinya sebagai putri asli? Bagaimana jika Louis justru ada hubungannya dengan pembunuhan Leona?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23. KEMBALI KE RUMAH
Setelah beberapa hari berada di rumah sakit dan dokter menyatakan kalau Leona telah membaik, gadis itu akhirnya dapat pulang ke rumah dan bebas dari suasana rumah sakit yang cukup mengganggu gadis itu. Tentu dalam hal yang mungkin tidak orang lain rasakan. Karena selama ia di sana, ada saja yang mendatanginya dengan berbagai keluhan khususnya minta tolong. Jika bukan karena Rowan mungkin Leona tidak akan pernah bisa tidur ketika malam karena ulah-ulah para sosok yang tidak menemukan jalan untuk ke tempat terang.
"Istirahat dulu di sini," suruh Kanna yang mendudukkan Leona di sofa ruang tengah.
Leona hanya mengikuti ucapan sang ibu, dan bersandar di sofa.
"Apa kepalamu sakit?" tanya Kanna yang duduk di samping Leona, menatap khawatir sang putri.
"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Leona jujur.
Leona dapat melihat William menenteng tas berisi pakaian Leona menuju ke lantai atas. Mengingatkan Leona betapa banyak pakaian baru yang di beli oleh Kanna untuk gadis itu. Bahkan ketika Leona protes agar tidak terlalu membeli banyak pakaian, Kanna justru mengatakan kalau yang wanita itu beli saja belum cukup.
"Oh, kau datang, Louis," ucap Raymond ketika melihat Louis datang bersama dengan Noah.
"Tentu saja aku harus datang. Bukankah kita akan merayakan kembalinya si bungsu keluarga ini malam ini," kata Louis, kemudian berjalan ke arah Kanna dan Leona, menyerahkan buket bunga kepada gadis tersebut. "Selamat kembali ke rumah, Princess," imbuhnya.
"Kenapa datang? Kau seperti pengangguran saja? Urus kantormu kenapa sering sekali datang ke sini," protes Leona karena rasanya selalu melihat kehadiran pria tersebut dimana-dimana.
"Aku mana bisa melewatkan momen tanpa melihat wajahmu ini, Princess," goda Louis.
Dahi Leona berkerut dalam ketika ia tahu kalau Louis sedang memprovokasinya seperti biasa. Ingin sekali menendang pria ini tapi ia ingat ada ibunya di sebelah Leona.
"Kalian sepertinya memang sangat dekat. Terima kasih karena sudah menjaga Leona sebelumnya, Louis," ucap Kanna tulus.
"My pleasure, Ma'am," jawab Louis dengan nada sopan dan lembut.
Setelah itu Louis duduk di sisi lain Leona, sengaja menempatkan dirinya di sana untuk membuat sang gadis kesal. Bahkan beberapa kali Leona sampai harus naik pitam dan memukul keras Louis karena provokasi sang pria.
"Kudengar kau memberitahu Raymond tentang kemampuanmu. Bagaimana responnya? Apa dia menjambak rambutmu karena tidak percaya?" tanyanya tanpa meninggalkan nada provokasinya kepada Leona, ketika Kanna pergi ke dapur untuk mengurus acara makan malam untuk merayakan kepulangan Leona ke rumah.
"Kuhajar jika kau tidak berhenti juga bicara seperti itu," ancam Leona yang masih kesal.
Louis mengangkat kedua tangannya ke atas, setuju untuk berhenti mencari masalah. "Jadi apa kakakmu itu percaya?" tanyanya lagi.
"Mengejutkannya dia bahkan percaya tanpa ragu sama sekali," jawab Leona yang juga bersandar dengan santai.
"Sudah kuduga Raymond memang orang yang sangat mudah diajak kerjasama. Dia tidak pernah menilai buruk akan sesuatu, justru melihatnya dari prespektif lain. Bahkan ketika berurusan dengan wanita penyihir itu pun, dia tidak menunjukkan ketidaknyamanannya langsung seperti Herry. Tapi ia justru lebih mencari cara netral seperti menyibukkan diri dan tetap bertegur sapa dengan wanita itu ketika diperlukan," nilai Louis setelah ia melihat Raymond sejak mengenalnya. "Justru yang sulit ditebak itu Herry. Dia benar-benar seperti buku yang tertutup, atau bom yang bisa meledak kapan saja tanpa tahu kapan akan meledak," sambungnya.
"Justru menurutku Herry lebih terbuka. Dia selalu mengatakan apa yang ada di pikirannya. Mungkin kadang untuk beberapa orang terdengar tidak menyenangkan, tapi menurutku dia hanya mengatakan fakta tanpa menambah bumbu berlebihan. Baik Raymond mau pun Herry sama-sama orang yang sangat baik dengan kepribadian masing-masing," ucap Leona santai.
"Yah, tidak ada yang dapat menilai seseorang sebaik dirimu," ucap Louis.
"Melihat hal seperti itu tidak perlu menggunakan kemampuan, lihat dan perhatikan saja sudah cukup," kata Leona. "Mungkin kau saja yang terlalu buruk dalam menilai orang," sambungnya dengan nada provokasi.
"Mungkin kau benar," gumam Louis, bersandar dan menatap langit-langit dengan padangan melamun.
"Untukku justru kau yang susah ditebak. Aku tidak pernah tahu apa yang ada di dalam pikiranmu. Terkadang kau terlihat mengintimidasi. Terkadang kau lembut. Terkadang kau menyebalkan. Entahlah, seolah rasanya kau menutupi dirimu yang asli dengan berbagai pribadi," kata Leona tanpa berniat menghakimi.
"Percayalah, kau tidak ingin tahu apa yang ada di pikiranku sebenarnya. Itu tidak menyenangkan sama sekali. Kurasa kalau kau melihat diriku yang sebenarnya, kau pasti akan lari ketakutan," ucap Louis tanpa melihat ke arah Leona, masih menatapi langit-langit dengan sikap santainya.
"Kenapa? Apa kau akan berubah menjadi monster? Werewolf? Atau mungkin Frankenstein?" canda Leona.
"Bagaimana jika aku menjadi vampir saja dan menghisap darah dari lehermu?" Louis menoleh ke arah Leona dan bergeser mendekat dengan senyum jahilnya. Mendekati gadis itu hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka.
"Agh, menjauh kau atau kutendang!" seru Leona menahan Louis agar tidak lebih mendekat.
TAK!
Sebuah pukulan kecil dari botol wine menghantam kepala Louis.
"Sudah kukatakan berhenti mengganggu keponakanku," kata Noah yang berdiri di belakang sofa.
"Aku hanya bermain dengannya saja," ujar Louis tanpa menghilangkan senyum jahilnya kepada Leona.
"Ingat umur. Senang sekali menganggu anak gadis orang," tukas Noah. "Bantu aku membawa membawa meja ke halaman samping daripada menganggu Leona," sambungnya.
Mau tidak mau Louis hanya mengikuti ucapan dari Noah, membantu pria itu untuk menyiapkan acara makan malam yang akan dilaksakan di taman samping dengan melakukan acara barbeque sebagai perayaan kecil atas kembalinya Leona. Baik dari rumah sakit maupun ke dalam posisi sesungguhnya sebagai putri asli di rumah ini.
Leona yang berjalan ke dapur untuk membantu Kanna menyiapkan untuk urusan panggang dan makanan lainnya. Justru menyuruh agar Leona duduk saja di sofa seperti sebelumnya, dan beristirahat. Lagi pula ini adalah acara penyambutan gadis itu, jadi mereka ingin membuat Leona hanya menikmati acaranya dengan baik saja. Terlebih gadis itu baru pulang dari rumah sakit.
"Aunty?! Aku datang!"
Leona menoleh ke pintu samping ketika ia mendengar suara asing. Ia melihat beberapa orang berdatangan, tapi baru ini Leona melihat mereka.
"Oh, Vio, kau sudah datang," Kanna menyambut sang empunya suara sebelumnya. Gadis cantik dengan tinggi seperti model dan rambut panjang yang dicat hitam keunguan. Terlihat jelas dari gaya dan pakaiannya, kalau gadis itu mengikuti trend fashion masa kini.
"Jadi mana adik sepupuku yang asli?" tanya gadis tersebut dengan raut wajah antusias.
Leona hanya mengintip dari balik sofa, terkesima dengan kecantikan dari gadis yang belum ia ketahui siapa.
"Itu. Namanya Leona. Tolong temani dia, Vio," kata Kanna seraya menunjuk ke arah Leona menggunakan wajahnya.
Gadis tersebut spontan melihat ke arah yang ditunjukan oleh Kanna. Matanya melebar ketika melihat sosok Leona yang sedang menatap bingung mereka berdua.
Kanna tersenyum melihat reaksi dari gadis di depannya ini. Tahu kalau reaksi yang ditunjukan olehnya adalah reaksi positif.
"Dia mirip sekali denganmu, Aunty!" seru gadis itu, berbinar-binar ketika melihat sosok Leona. Kemudian langsung buru-buru berjalan ke arah Leona untuk berkenalan dengan gadis itu.
Leona melihat gadis tersebut mendekatinya hingga ini berdiri di duduk di samping Leona tanpa keraguan sedikit pun.
"Kau Leona?" tanya gadis itu dengan wajah ramah.
"Benar," jawab Leona.
"Aku Violet Barness, kakak sepupumu yang tinggal di rumah seberang sana," ucap gadis itu memerkenalkan diri.
"Kakaknya Rowan?!" kata Leona spontan, dan ketika sadar ia langsung menutup mulutnya. Seketika merasa cemas sekarang karena ia tiba-tiba mengucapkan nama itu, sedangkan kata Raymond tidak ada yang menyebut nama Rowan sejak bocah itu meninggal.
"Bagaimana kau tahu tentang adikku?" tanya Violet yang telah berubah air mukanya dari yang ramah menjadi serius dan penuh curiga.
Ah, Leona menggali kuburannya sendiri. Ia seharusnya dapat mengontrol diri dengan mulutnya itu. Jujur gadis itu benar-benar spontan ketika tahu kalau Violet adalah kakak perempuan Rowan.
Dan lebih membuat panik gadis itu adalah ketika ia mendapati tiga orang yang Leona yakin adalah keluarga Rowan menatap Leona dengan pandangan sama seperti Violet. Terlebih ia melihat Kanna menatap putrinya itu dengan pandangan yang tidak dapat dibaca.