NovelToon NovelToon
THE SECRETARY SCANDAL

THE SECRETARY SCANDAL

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Playboy / Obsesi / Kehidupan di Kantor / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Dia mendengar kalimat yang menghancurkan hatinya dari balik pintu:
"Dia cuma teman tidur, jangan dibawa serius."

Selama tiga tahun, Karmel Agata percaya cintanya pada Renzi Jayawardhana – bosnya yang jenius dan playboy – adalah kisah nyata. Sampai suatu hari, kebenaran pahit terungkap. Bukan sekadar dikhianati, dia ternyata hanya salah satu dari koleksi wanita Renzi.

Dengan kecerdasan dan dendam membara, Karmel merancang kepergian sempurna.

Tapi Renzi bukan pria yang rela kehilangan.
Ketika Karmel kembali sebagai wanita karir sukses di perusahaan rival, Renzi bersumpah merebutnya kembali. Dengan uang, kekuasaan, dan rahasia-rahasia kelam yang ia simpan, Renzi siap menghancurkan semua yang Karmel bangun.

Sebuah pertarungan mematikan dimulai.
Di papan catur bisnis dan hati, siapa yang akan menang? Mantan sekretaris yang cerdas dan penuh dendam, atau bos jenius yang tak kenal kata "tidak"?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9

Pesawat Korean Air mendarat dengan mulus di Bandara Incheon. Karmel menggandeng erat tangan Nani, ibunya yang matanya berbinar melihat modernitas bandara internasional itu. Mereka menginap di Lotte Hotel Seoul, sebuah hotel mewah di pusat kota dengan pemandangan menakjubkan dari lantai 38. Kamar mereka yang luas dan elegan membuat Nani terpesona.

"Lihat, Mel! Tempat tidurnya gede banget," ujar Nani sambil duduk-duduk di kasur empuk.

Karmel tersenyum lega melihat ibunya bahagia. Ini adalah hadiah terindah yang bisa ia berikan setelah bertahun-tahun membiarkan ibunya hidup sederhana.

Malam itu mereka menyantap makan malam di restoran tradisional Korea di Insadong. Meja kayu rendah dikelilingi bantal-bantal sutra, dengan grill di tengah untuk barbecue.

"Ini mirip sate ya," ujar Nani sambil menunjuk daging yang dipanggang. "Cuma bumbu saja yang berbeda."

Karmel memesan berbagai hidangan - kimchi, bibimbap, dan jjajangmyeon. Nani mencicipi kimchi dan mengernyit.

"Ini kaya acar, tapi lebih pedas," komentarnya membuat Karmel tersenyum.

Keesokan harinya, Karmel memutuskan untuk berbelanja di Myeongdong, pusat fashion Seoul yang terkenal. Deretan toko merek internasional dan lokal memanjakan mata.

"Mel, ibu pengen cobain pijet korea yang kamu bilang waktu itu," ujar Nani. "Badan ibu masih capek dari perjalanan kemarin."

Karmel akhirnya mengantarkan ibunya ke Dragon Hill Spa & Resort di Yongsan-gu, salah satu jjimjilbang (pemandian tradisional Korea) terbesar dan termewah di Seoul. Tempat ini terkenal dengan fasilitas sauna, kolam terapi, dan ruang relaksasi yang lengkap.

Di toko sepatu mewah di Myeongdong, Karmel sedang asyik memilih-milih koleksi terbaru. Matanya tertarik pada sepasang sepatu heels limited edition dari brand ternama. Saat ia meraihnya, tiba-tiba tangan lain menyambar sepatu yang sama.

Wanita dengan penampilan glamor itu berkata dalam bahasa Inggris dengan aksen Indonesia, "That's mine! I've been eyeing that pair."

Karmel tak gentar. "I was here first," balasnya dengan tegas.

Si wanita langsung berubah bahasa Indonesia sambil merengek, "Sayang! Lihat sepatu incaran aku direbut cewek rese ini!"

Dari balik rak pakaian pria, muncul sosok yang tak asing. Renzi dengan santai melepas kacamata hitamnya, wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut yang kemudian berubah menjadi senyum sinis.

"Karmel..." ucapnya, seolah tak percaya dengan kebetulan ini.

Renzi segera mengambil alih situasi. Ia memanggil sales assistant dan berkata dalam bahasa Inggris sempurna, "I'll pay double for those shoes if you give them to my girlfriend."

Mendengar itu, Karmel tak tinggal diam. Dengan bahasa Korea dasar yang ia pelajari sebelum trip, ia berbicara pada sales assistant tersebut, "Saya yang memegang sepatu ini pertama kali. Jika Anda berlaku tidak adil, saya akan melaporkan toko ini ke manajemen pusat. Sepatu limited edition ini seharusnya diberikan kepada yang pertama memegangnya."

Sales assistant itu terlihat gugup, melihat kedua belah pihak yang sama-sama teguh pada pendiriannya. Suasana di toko mewah itu pun mendadak tegang, pertempuran kecil antara dua mantan kekasih yang tak sengaja bertemu di negeri orang.

***

Cahaya redup dan musik jazz lembut mengisi The Lounge & Bar di lantai 79 Hotel Signiel Seoul. Renzi dan Herry duduk di bar dengan pemandangan gemerlap kota Seoul melalui jendela panoramik.

"Tebak gue ketemu siapa hari ini?" ujar Renzi sambil memutar gelas wiski di tangannya, senyum tipis tak lepas dari bibirnya.

"Artis Korea?" tebak Herry asal, tak terlalu antusias.

"Karmel," jawab Renzi, matanya berbinar. "Sempit banget yaa dunia ini buat gue dan Karmel." Tawanya rendah, penuh kepuasan.

Dia mengeluarkan ponselnya, menunjukkan data dari Fano yang berisi detail lengkap penginapan Karmel - Lotte Hotel Seoul, nomor kamar, bahkan jadwal aktivitasnya selama di Korea.

"Terus lo mau ngapain? Nyamperin Karmel?" tanya Herry, melihat data itu dengan cemas.

Renzi hanya tersenyum penuh arti sambil meneguk wiskinya. "Dia nggak akan bisa lari dari gue."

"Terus cewek itu mau lo apain? Tinggalin gitu aja?" tanya Herry lagi, merujuk pada wanita yang tadi bersama Renzi.

"Lo atur deh biar dia balik ke Jakarta," ucap Renzi santai, seolah sedang memerintahkan hal sepele. "Beliin tiket first class, kasih bonus. Pastiin dia nggak ganggu gue lagi."

Herry menggeleng, meneguk minumannya. Dia sudah terlalu sering melihat pola ini - Renzi mendapatkan apa yang diinginkan, lalu membuang yang lain.

---

Karmel duduk sendirian di area makan mini market 24 jam, menatap tas belanja yang berisi sepatu mahal itu. Lampu neon toko menerangi wajahnya yang tampak letih.

Sebenarnya, dia tidak terlalu menginginkan sepatu ini. Tapi saat melihat Renzi berusaha membelikannya untuk wanita lain, sesuatu dalam dirinya tersulut. Rasa cemburu yang tak diakui, ditambah luka lama yang belum sembuh, membuatnya bertindak irasional.

"Dasar playboy! Dasar brengsek!" umpatnya pelan, jari-jarinya mengetuk-ngetuk kotak sepatu itu.

Dia membayangkan wajah Renzi yang dingin dan senyum sinisnya. Bahkan di Korea, dia tak bisa lepas dari bayang-bayang pria itu. Kemenangan kecilnya mendapatkan sepatu ini terasa hampa, karena yang dia inginkan sebenarnya adalah pengakuan bahwa dia berarti lebih dari sekadar "teman tidur".

Setelah membeli beberapa snack untuk ibunya, Karmel berjalan kembali ke hotel. Angin malam Seoul yang sejuk tak mampu mendinginkan amarah dan kebingungan dalam hatinya. Setiap langkahnya terasa berat, membawa beban emosi yang tak pernah benar-benar hilang.

***

Matahari pagi menyinari restoran mewah di Lotte Hotel melalui dinding kaca setinggi langit-langit. Karmel terbangun dengan perasaan aneh, merasakan kesunyian yang tak biasa di kamar hotel mereka. Matanya langsung terbuka lebar ketika melihat kasur sebelahnya sudah rapi dan kosong.

"Ibu?" panggilnya, suaranya masih serak. Tak ada jawaban.

Dia bergegas mengecek kamar mandi—kosong. Jantungnya mulai berdebar tak karuan. Dengan gemetar, ia mengambil ponselnya dan menekan nomor ibunya.

"Ibu dimana?!" tanyanya begitu sambungan tersambung, nada suaranya tegang.

"Dibawah, Mel, lagi sarapan sama Renzi," jawab Nani dengan suara riang, sama sekali tak menyadari badai yang akan datang.

Karmel menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri. "Kok ibu nggak bangunin aku?"

"Soalnya kamu keliatan pules banget. Jadi ibu nggak tega bangunin," jawab Nani polos. "Ya udah sini kamu gabung aja sama kita sarapan."

Karmel mendengus kesal dan mematikan telepon. Dalam waktu singkat, ia mandi dan berganti pakaian dengan gerakan cepat. Wajahnya di cermin menunjukkan ketidaksabaran yang jelas.

Saat tiba di restoran, pemandangan yang tak diinginkan menyambutnya. Renzi dan Nani duduk berhadapan di meja dekat jendela, terlibat obrolan yang tampak akrab. Nani tertawa lepas pada sesuatu yang diucapkan Renzi, wajahnya bersinar bahagia. Renzi, dengan kemeja putih sederhana dan celana chino, terlihat sempurna—pria tampan dan sopan yang selalu bisa memikat hati ibu mana pun.

"Karmel... Sini!" panggil Nani melambai-lambaikan tangannya.

Karmel mendekat dengan langkah berat, senyum tipisnya terpaksa. Saat hendak duduk di sebelah ibunya, matanya menangkap tumpukan tas belanja branded—Chanel, Louis Vuitton, Hermès—memenuhi kursi tersebut.

"Ini Renzi yang beliin, Mel," ujar Nani bangga, matanya berbinar. "Kamu duduk disamping Renzi aja ya."

Dengan perasaan terkekang, Karmel akhirnya duduk di sebelah Renzi. Saat dia menarik kursinya, Renzi menyunggingkan senyum tipis penuh kemenangan yang hanya bisa dilihat oleh Karmel.

"Apa kabar, Mel? Nggak nyangka kita bisa ketemu disini," ujar Renzi dengan nada santai, berpura-pura ini semua adalah kebetulan.

"Biasa aja," balas Karmel pendek, matanya menghindari tatapan Renzi.

"Mel! Nggak boleh begitu sama Renzi," tegur Nani, wajahnya menunjukkan kekesalan yang jarang terlihat. "Dia sudah baik sekali mengajak ibu sarapan dan membelikan semua ini."

Renzi tetap tersenyum, menikmati setiap detil ketidaknyamanan Karmel. Di balik senyumannya yang sempurna, pikirannya bekerja cepat—merencanakan langkah berikutnya dalam permainan yang ia ciptakan ini.

1
Forta Wahyuni
jd males bacanya, pemeran wanitanya walau cerdas tpi tetap harga dirinya bisa diinjak2 oleh lelaki jenius tapi murahan.
muna aprilia
lanjut 👍
Forta Wahyuni
hebat Renzi bilang karmel murahan n dia tak tau diri krn tunjuk satu lg menunjuk tepat ke mukanya bahwa dia juga sampah. lelaki jenius tapi burungnya murahan n bkn lelaki yg berkelas n cuma apa yg dipki branded tapi yg didalam murahan. 🤣🤣🤣🤣
Forta Wahyuni
knapa critanya terlalu merendahkan wanita, harga diri diinjak2 n lelakinya boleh masuk tong sampah sembarangan. wanitanya harus tetap nerima, sep gk punya harga diri n lelaki nya jenius tapi burungnya murahan. 🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!