NovelToon NovelToon
Mas Kapten, Ayo Bercerai!

Mas Kapten, Ayo Bercerai!

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:60.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Lima tahun lalu, malam hujan hampir merenggut nyawa Kapten Shaka Wirantara.
Seorang wanita misterius berhelm hitam menyelamatkannya, lalu menghilang tanpa jejak. Sejak malam itu, Shaka tak pernah berhenti mencari sosok tanpa nama yang ia sebut penjaga takdirnya.

Sebulan kemudian, Shaka dijodohkan dengan Amara, wanita yang ternyata adalah penyelamatnya malam itu. Namun Amara menyembunyikan identitasnya, tak ingin Shaka menikah karena rasa balas budi.
Lima tahun pernikahan mereka berjalan dingin dan penuh jarak.

Ketika cinta mulai tumbuh perlahan, kehadiran Karina, gadis adopsi keluarga wirantara, yang mirip dengan sosok penyelamat di masa lalu, kembali mengguncang perasaan Shaka.
Dan Amara pun sadar, cinta yang dipertahankannya mungkin tak pernah benar-benar ada.

“Mas Kapten,” ucap Amara pelan.
“Ayo kita bercerai.”

Akankah, Shaka dan Amara bercerai? atau Shaka memilih Amara untuk mempertahankan pernikahannya, di mana cinta mungkin mulai tumbuh.

Yuk, simak kisah ini di sini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Penyesalan itu selalu datang terlambat

Malam semakin larut, tapi rumah besar keluarga Wirantara belum juga tenang. Lampu di ruang tamu masih menyala redup, menyoroti wajah Merlin yang duduk diam di kursi panjang. Tangannya gemetar, secangkir teh di depannya sudah dingin. Dari arah tangga, langkah Shaka terdengar pelan, nyaris tanpa suara.

“Masih belum tidur, Bu?” suaranya serak, lirih, penuh penyesalan. Merlin tidak menjawab, dia hanya menatap kosong ke arah cangkir itu. Setelah beberapa detik hening, ia berkata pelan, “Kenapa baru sekarang kamu sadar, Shaka?”

Nada suaranya bukan lagi amarah, tapi campuran sedih dan kecewa yang menyesakkan. Shaka mendekat, berlutut di hadapan ibunya.

“Aku sudah menghancurkan segalanya, Bu…” ujarnya lirih. “Aku menyakiti orang yang seharusnya aku lindungi.”

Air mata menetes dari sudut mata Merlin. Ia menyentuh kepala putranya, membelai dengan lembut tapi getir.

“Amara perempuan baik, Shaka. Dia hanya ingin dicintai tanpa dicurigai. Tapi kamu terlalu keras kepala, terlalu buta oleh amarahmu sendiri.”

Shaka menunduk semakin dalam, bahunya bergetar menahan emosi.

“Aku akan menemukannya, Bu. Apa pun yang terjadi.”

Merlin menghela napas panjang, lalu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, antara ingin menahan, tapi juga sadar tidak ada gunanya melarang lagi.

“Kalau kamu pergi, jangan pulang sebelum kamu membawa dia kembali,” katanya dengan suara bergetar. “Aku tidak ingin kehilangan dia seperti aku kehilangan dirimu malam ini.”

Shaka menatap ibunya, lalu perlahan berdiri.

“Terima kasih, Bu…”

Dia memeluk Merlin erat, pelukan pertama setelah sekian lama jarak dan kesalahpahaman memisahkan mereka. Kemudian, tanpa banyak kata lagi, Shaka melangkah keluar rumah dengan langkah mantap.

Hujan mulai turun, menetes pelan di atas jalanan yang gelap.

Beberapa jam kemudian, di ruangan pribadi Tuan Wirantara, pria tua itu memandangi jendela dengan napas berat.

Haris masuk membawa beberapa berkas dan melaporkan,

“Semua jaringan bisnis masih dibekukan, Tuan. Tak ada kabar dari Bu Amara, dan Tuan Edward juga menolak semua komunikasi dari pihak kita.”

Tuan Wirantara mengangguk pelan.

“Biarkan saja, Haris. Shaka butuh waktu untuk menebus dosanya.”

Dia menatap keluar jendela, ke arah hujan yang kian deras. “Anak itu keras kepala seperti Kakeknya. Tapi aku tahu … ketika dia mencintai seseorang, dia akan mencintainya sampai mati.” Kata Wirantara untuk Amara.

Sementara itu, di luar sana, di bawah langit malam yang sama Shaka menatap peta yang dipenuhi tanda merah dan catatan. Dia kembali menyalakan mesin mobil, menatap lurus ke depan, lalu bergumam pelan,

“Amara … tunggu aku.”

Dan mobil itu melaju menembus hujan, membawa Shaka menuju awal dari penebusannya sendiri. Hujan turun deras malam itu, membasahi seluruh permukaan jalan tol yang sepi. Hanya suara deru mesin dan hujan yang memecah kesunyian ketika mobil Shaka melaju menembus gelap. Matanya fokus ke depan, pikirannya kacau oleh ribuan bayangan wajah Amara, kata-kata ibunya, dan rasa bersalah yang tak kunjung hilang.

Namun, tak lama setelah lampu sorot mobilnya menembus kabut, beberapa mobil hitam tiba-tiba muncul dari sisi kanan dan kiri jalan, memotong laju mobilnya secara mendadak.

Shaka menginjak rem sekeras mungkin. Ban mobil berdecit keras, menciptakan suara gesekan yang menggema di antara hujan dan kabut malam.

“Brengsek…” desisnya pelan.

Dia menatap lurus, tangan kanannya perlahan meraih senjata yang tersimpan di bawah jok. Tapi sebelum sempat bereaksi lebih jauh, dua mobil lagi muncul di belakang, menutup seluruh akses keluar.

Perlahan, dari kendaraan-kendaraan itu, belasan pria berpostur besar keluar dengan wajah tertutup masker hitam. Beberapa membawa tongkat besi dan bisbol, sisanya memegang rantai logam. Mereka berjalan mendekat, melingkari mobil Shaka seperti kawanan serigala mengepung mangsa, Shaka menarik napas panjang. Ia tahu, malam ini bukan malam keberuntungannya.

“Kalau aku harus mati, aku mati sebagai Wirantara,” gumamnya lirih, lalu membuka pintu mobil dan turun.

Begitu kakinya menginjak aspal basah, suara logam beradu terdengar. Satu pria langsung melayangkan pukulan bisbol ke arah Shaka, namun Shaka berhasil menangkis dengan tangan, lalu membalas dengan tendangan keras ke perut lawannya.

Pertarungan pun pecah, Shaka melawan sendirian melawan lebih dari sepuluh orang. Setiap hantaman yang ia terima meninggalkan bekas, darah mengalir dari pelipisnya, tetapi Shaka terus bertahan, berusaha berdiri meski tubuhnya sudah limbung.

Satu pukulan keras menghantam bahunya dari belakang membuatnya jatuh tersungkur ke tanah. Saat salah satu penyerang mengangkat tongkat besi dan hendak memukul kepalanya, suara tembakan peringatan terdengar memecah udara malam.

Dor! Dor!

Semua orang terdiam, menoleh ke arah sumber suara. Dari kejauhan, lampu mobil lain menyorot tajam ke arah mereka, lalu suara langkah kaki terdengar semakin dekat.

“Cukup.”

Suara itu dalam dan tenang, tapi penuh wibawa. Shaka menatap samar melalui darah di pelipisnya. Saat sosok itu mendekat di bawah cahaya lampu mobil, matanya melebar.

“Zico...” ucapnya pelan, antara lega dan tidak percaya.

Zico menatap dingin ke arah para penyerang. “Pergi … sebelum aku benar-benar kehilangan kesabaran,” katanya datar.

Pria-pria itu saling berpandangan, lalu bergegas kabur, meninggalkan Shaka yang tergeletak lemah di tengah jalan tol yang tergenang air hujan. Zico berjongkok, menarik Shaka agar bersandar di bahunya.

“Bodoh,” gumamnya pelan. “Kalau kau terus begini, bagaimana bisa menebus kesalahanmu pada Nona Amara?”

Shaka mencoba bicara, tapi suaranya nyaris tak terdengar. “Kau … datang karena … dia, kan?”

Zico menatapnya, matanya dingin tapi ada sesuatu yang bergetar di sana.

“Tidak ada yang tahu aku di sini. Tapi kalau bukan karena dia … mungkin aku tak akan peduli.”

Tanpa menunggu, Zico memapah Shaka masuk ke dalam mobilnya dan melajukan kendaraan menuju rumah sakit terdekat. Di dalam mobil, dengan napas tersengal, Shaka menatap jendela yang dipenuhi air hujan. Dalam samar, ia bergumam lirih,

“Amara … bahkan setelah semua yang kulakukan … kau masih menjagaku.”

Zico melirik sekilas ke arah pria yang setengah tak sadar di kursi penumpang. Ia tidak menjawab, hanya mempercepat laju mobil, wajahnya tegang tapi penuh tekad.

Langit pagi itu masih kelabu, sisa hujan semalam menetes pelan di kaca jendela rumah sakit. Bau antiseptik tajam memenuhi ruangan putih itu. Suara detak mesin monitor terdengar lembut, mengiringi napas berat seorang pria di ranjang pasien.

Shaka perlahan membuka mata. Pandangannya buram sesaat sebelum akhirnya bisa fokus pada cahaya putih di atas kepalanya. Tubuhnya terasa nyeri di hampir seluruh bagian, terutama bahu dan pelipis yang masih diperban.

Ia mencoba menggerakkan tangan, tapi suara lembut langsung menahannya.

“Jangan dulu, Nak.”

Shaka menoleh, di sisi tempat tidurnya duduk Nyonya Merlin, mata wanita itu sembab, namun tatapannya tetap tegas. Di sebelahnya berdiri Tuan Wirantara, sementara di sisi lain ada Karina, menunduk dengan wajah yang tampak bersalah.

“Bu…” suara Shaka serak, nyaris tak keluar.

Merlin menarik napas panjang, air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. “Kau hampir mati, Shaka. Kalau orang yang menyelamatkanmu tidak cepat datang, mungkin kau sudah...”

Ia tak melanjutkan, tangannya menutupi mulutnya sendiri, menahan sesak di dada. Tuan Wirantara menatap Shaka tajam, wajahnya penuh amarah sekaligus kelelahan.

“Kalau bukan karena orang itu, mungkin aku sudah kehilangan anakku,” katanya tegas. “Kau tahu siapa yang menolongmu?”

Shaka terdiam, kepalanya berat, tapi ia masih mengingat jelas suara itu. Suara yang memerintah dengan tenang di tengah hujan.

“Zico,” gumamnya pelan.

Karina yang sejak tadi diam, menggigit bibirnya. “Tuan Zico? Asisten Mbak Amara itu?” sinis Karina.

Shaka menatap ke arah Karina, mata gelapnya kosong. “Ya … dia.”

Tuan Wirantara mendengus keras. “Orang itu datang tengah malam, meninggalkanmu di depan ruang IGD lalu pergi begitu saja. Tidak bilang sepatah kata pun.”

Ruangan itu hening sesaat. Hanya suara detak mesin monitor yang mengisi udara. Shaka membuka mata lagi, menatap langit-langit.

“Amara…” gumamnya lirih, nyaris seperti doa.

Karina memalingkan wajahnya, perasaan tak menentu berkecamuk dalam dirinya. Sementara Tuan Wirantara menatap anaknya dalam-dalam, lalu berkata pelan tapi mantap,

“Kalau kau benar-benar mencintai dia, jangan cari alasan lagi, Shaka. Carilah dia ... tapi kali ini bukan sebagai seorang Wirantara yang ingin berkuasa … melainkan sebagai pria yang tahu bagaimana cara menjaga wanita yang sudah terlalu sering terluka.”

Shaka menunduk, rahangnya menegang. Ia menggenggam seprai dengan tangan yang masih lemah.

1
Esther Lestari
siapa wanita itu yang berani mempermalukan Shaka di depan umum ?
bagaimana rasanya Shaka, bertemu dengan anak sendiri dan Amara ?
Ma Em
Siapa yg baru saja marah2 sama Shaka mungkinkah Karina dan siapa suaminya yg sombong itu , bagaimana reaksi Amara setelah bertemu dgn Shaka apakah mau kembali pada Shaka .
siti maesaroh
gimana shaka dipermalukan didepan umum malu bukan, bgitu jg dg amara yg duku kau prmlukn didepan staf stafmu,, 0takmu kepikir sampai situ g ,yakin lihat shaka ini bner" pingin tk tampil pake telpon deh aku yg bukn amara aja ikut sakit apa lg amara ya hadehhh. 😄😄🤭 mksih kk thor updatenya
Nanik Arifin
dlu kamu mempermalukan Amara di depan umum demi adik angkat licikmu, sekarang, tanpa Amara tahu Tuhan membalas mempermalukan mu di depan umum. impas, Shaka
silahkan bangkit, bangun kejayaan lagi. jadi pria peka & bertanggung jawab. pantaskan dirimu dlu, baru kejar Amara.
ingat, buang si licik dr hidupmu !!
Fera Susanti
yah gantung😬
Fera Susanti
takdir
Hanifah 76
seru ceritanya
𝕙𝕚𝕜
lanjutkan thorrrr💪💪💪💪
Lenty Fallo
seru ceritanya..😍 lnjut thor upnya 💪💪
Hary Nengsih
ternyata gak bisa bangkit lg shaka🤣🤣🤣🤣jalang nya masi d simpen itu
juriah mahakam
Takdir mank bgtu kejam memisahkan tnpa kt2 n mempertemukan kembali stlh ht ditinggalkan tp ttp menunggu pemilik sejatix,,, gimana ni reaksi Amara hhhmm hhmmm hhhhmm sesi menegangkan akan dtg smngt up kk 🥰
Jong Nyuk Tjen
kyny anak ny s shaka n karin krn selama ini kan s karin tinggal satu rmh am s shaka , mana mngkin ga terjadi sesuatu d antara mereka
Esther Lestari
siapa wanita itu ?
jangan sampai si ulet bulu itu masih berkeliaran dan menganggu Shaka
Esther Lestari
Karina memanfaatkan situasi dan dia menikmatinya.
Semakin menyesal Shaka setelah tahu kenyataan yang sebenarnya
Eridha Dewi
jangan jangan shaka punya anak sama Kania, ih males bacanya nanti
Esther Lestari
mantap Amara....biarkan Shaka dengan penyesalannya
Esther Lestari
kebodohan Shaka lagi
Esther Lestari
Shaka pasti membela Karina si ulet bulu.
Sudah Amara tinggalkan Shaka
Esther Lestari
Ternyata gadis yg menolong kamu 5 tahun lalu adalah Amara istri yg kamu abaikan selama ini.
Pemyesalan yang terlambat Shaka
Esther Lestari
Omonganmu Shaka....koq bisa menuduh Amara hamil dengan orang lain.
Kenapa kamu termakan omongan Karina.
Tunggu penyesalanmu Shaka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!