Setelah tujuh tahun nikah, Aris itu tetap saja sedingin es. Kinanti cuma bisa senyum, berusaha sabar. Dia cinta banget, dan dia yakin suatu hari nanti, es di hati suaminya itu bakal luntur.
Tapi, bukannya luntur, Aris malah jatuh hati sama cewek lain, cuma gara-gara pandangan pertama.
Kinanti tetap bertahan, mati-matian jaga rumah tangganya. Puncaknya? Pas ulang tahun Putri, anak semata wayang mereka yang baru pulang dari luar negeri, Aris malah bawa Putri buat nemenin cewek barunya itu. Kinanti ditinggal sendirian di rumah kosong.
Saat itulah, harapan Kinanti benar-benar habis.
Melihat anak yang dia besarkan sendiri sebentar lagi bakal jadi anak cewek lain, Kinanti sudah nggak sedih lagi. Dia cuma menyiapkan surat cerai, menyerahkan hak asuh anak, dan pergi dengan kepala tegak. Dia nggak pernah lagi nanyain kabar Aris atau Putri, cuma nunggu proses cerai ini kelar.
Dia menyerah. Kinanti kembali ke dunia bisnis dan, nggak disangka-sangka, dirinya yang dulu diremehin semua orang...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara Jiwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan di Restoran
Dua rekan kerja di samping Kinanti terlihat mundur hingga ke dinding sambil melirik Dinda.
Dinda juga menatap ke arah Kinanti.
Namun kemudian, dia mengalihkan pandangannya dengan dingin. Dia menganggap Kinanti hanya sebagai angin lalu. Dia pun memasuki lift dengan masih ditemani para eksekutif.
Begitu pintu lift tertutup, dua rekan kerja Kinanti menghela napas lega. Mereka mulai bergosip dengan penuh semangat.
"Harusnya cewek barusan itu pacar Pak Aris, 'kan? Astaga, cantik banget, yang dipakai barang bermerek semua, pasti mahal, tuh! Wajar sih anak 'horang' kaya. Auranya beda sama kita kita, sikapnya juga tenang dan percaya diri."
"Ya, aku juga merasa seperti itu!"
Sambil berbincang bincang, mereka bertanya lembut pada Kinanti, "Kinan, gimana menurutmu?"
"Ya," ucapnya singkat dan datar sembari menundukkan pandangannya.
Dinda sebenarnya adalah anak dari ayah kandung Kinanti.
Menyebut Dinda sebagai anak haram mungkin kurang pas.
Bagaimanapun, saat Kinanti berusia delapan tahun, ayah bersikeras menceraikan ibunya dan menikahi ibu Dinda. Itu dilakukan ayahnya agar ibu Dinda tidak menderita lagi.
Setelah orang tuanya bercerai, dia bersama ibunya yang depresi tinggal bersama nenek dan paman dari pihak ibu.
Selama bertahun tahun, bisnis paman semakin terpuruk, sedangkan bisnis Keluarga Gora berkembang pesat tiap harinya.
Dengar dengar, ayah selalu memberikan yang terbaik untuk Dinda. Entah berapa banyak uang yang dihabiskan untuk merawat Dinda.
Semua itu ayah lakukan untuk menebus penderitaan yang Dinda alami sewaktu kecil.
Dinda sendiri bisa memenuhi harapan. Berdasarkan kabar yang beredar, dia menjadi sosok wanita yang luar biasa.
Dinda yang mulanya adalah anak haram, kini menjadi putri sah keluarga kaya.
Setelah lebih dari sepuluh tahun berlalu, aura yang dimiliki Dinda sebagai putri dari keluarga kaya semakin kuat, bahkan lebih kuat dari dirinya yang dulu adalah putri asli keluarga kaya.
Kinanti awalnya mengira mereka tidak akan pernah berhubungan lagi satu sama lain.
Namun takdir berkata lain. Tuhan seperti lebih sayang pada Dinda.
Hubungan antara Kinanti dan Aris bagaikan pungguk merindukan bulan. Tidak peduli seberapa keras dia berusaha, Aris tidak pernah memperhatikannya. Namun, saat pertama kali melihat Dinda, Aris langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Kinanti, kamu nggak apa apa?" tanya rekan kerja dengan khawatir saat melihat wajah Kinanti memucat.
Kinanti pun tersadar, lalu berkata, "Nggak apa apa, kok."
Dia dan Aris akan segera bercerai. Entah siapa yang nanti akan Aris cintai, dia tak lagi memedulikannya.
Pada hari itu, Kinanti tidak lagi memperhatikan apa yang terjadi antara Aris dan Dinda.
Kinanti bekerja lembur hingga waktu mendekati pukul sembilan malam. Saat pekerjaannya hampir selesai, ponselnya berdering. Layar ponselnya muncul nama Rina Sahila, sahabatnya.
Kinanti mengangkat telepon dan diberitahu kalau Rina sedang mabuk. Kinanti lantas diminta untuk menjemputnya di restoran dan membawanya pulang.
Kinanti buru buru menyelesaikan dokumen terakhir lalu mengambil kunci mobil dan bergegas meninggalkan perusahaan.
Dua puluh menit kemudian, Kinanti tiba di restoran.
Begitu turun dari mobil dan hendak berjalan menuju pintu, terlihat seorang gadis kecil berjalan keluar dari tempat parkir di seberang.
Kinanti terdiam sejenak saat melihat wajah gadis kecil itu.
Putri?
Bukankah seharusnya Putri sedang sekolah di Jakarta? Kenapa malah... apa mungkin dia ikut pulang bersama Aris?
Status dan jabatan Kinanti di perusahaan memang terbilang rendah. Dia tidak memiliki akses untuk mengecek dokumen penting dan rahasia perusahaan. Meski begitu, dia tahu Aris masih memerlukan waktu untuk menyelesaikan pengembangan pasar bisnisnya di Jakarta.
Dia mengira kepulangan Aris hanya untuk sementara karena harus menangani beberapa urusan.
Dia tidak menyangka putri semata wayangnya juga ikut kembali ke Kota Seberang.
Kinanti tidak tahu pasti kapan mereka tiba. Namun, karena pagi tadi dirinya melihat Aris, besar kemungkinan kalau mereka sudah kembali sehari lalu.
Meski begitu, sampai detik ini Putri masih belum menghubunginya sekadar untuk memberitahu kepulangan mereka.
Setelah memikirkannya, Kinanti mencengkeram erat tasnya. Dia memerhatikan gadis kecil yang melompat kegirangan di depannya. Dia diam diam mengikutinya.
Setibanya di lobi restoran, terlihat Dinda dan beberapa teman mereka muncul di ujung koridor.
Kinanti pun segera menghindar ke sisi lain. Kemudian, dia mendengar putrinya memanggil Dinda dengan gembira. "Tante Dinda!" panggil gadis kecil itu sambil berlari ke arah Dinda dan memeluknya.
Kinanti duduk di sofa membelakangi mereka memanfaatkan tanaman hias dan sandaran kursi untuk menutupi tubuhnya.
"Loh, Putri juga ikut pulang?" tanya Dinda.
"Tante 'kan pulang ke Kota Seberang, aku sama ayah nggak rela ditinggal gitu aja. Ayah langsung menyelesaikan pekerjaannya lebih awal dan membawaku pulang. Lagian, kami juga sengaja pulang sehari sebelum ulang tahun Tante, supaya nggak melewatkan ulang tahun Tante!" celoteh Putri.
"Ini hadiah dariku dan juga ayah. Kalung ini kubuat sendiri bersama ayah. Selamat ulang tahun Tante Dinda," imbuh Putri.
"Wah, ini buatan kalian sendiri? Pasti butuh waktu dan usaha membuatnya. Putri memang hebat, Tante suka banget sama hadiahnya. Makasih Putri!" jawab Dinda.
"Syukurlah kalau Tante suka," timpal Putri.
Putri kemudian memeluk Dinda sembari bersikap manja, berkata, "Seminggu nggak ketemu Tante rasanya kangen banget. Untung aja masih bisa telepon Tante, kalau nggak, mana mungkin aku bisa bertahan di Jakarta."
"Aku juga kangen sama Putri."
Pada saat ini, terdengar suara langkah kaki datang mendekat.
Kinanti terdiam mematung.
Yaps, suara langkah kaki itu berasal dari Aris.
Meski tidak melihat sosok pria itu, Kinanti hafal betul dengan irama suara langkah kakinya.
Alasan kenapa Kinanti begitu yakin, karena selama tujuh tahun pernikahan, dia selalu menunggu kedatangan Aris tiap hari.
Irama langkah kaki Aris sama persis dengan wataknya, konstan, mantap dan tenang. Bahkan ketika berhadapan dengan anggota Keluarga Anggasta yang dekat dengannya, dia tetap tenang dan tampak acuh, seolah olah dia akan tetap seperti itu meski langit runtuh sekalipun.
Awalnya Kinanti mengira tidak ada seorang pun atau tidak ada apa pun di dunia ini yang akan mengubah pikiran pria itu.
Namun dia salah.
Semenjak kemunculan Dinda, semua berubah.
Belum sempat memikirkannya lebih jauh, lamunan Kinanti pun harus pecah saat mendengar suara Putri.
"Ayah!" teriak Putri.
Teman teman yang ada di sana juga ikut menyapanya.
Aris hanya mengangguk, lalu berkata pada Dinda, "Selamat ulang tahun."
"Ya," jawab Dinda sambil tersenyum.
"Ayah, bukannya Ayah udah menyiapkan hadiah lain buat Tante Dinda? Cepat kasih sekarang!" timpal Putri.
Suasana tiba tiba menjadi hening. Selanjutnya, salah satu teman Aris terkekeh seraya menundukkan kepala. Dia mencubit gemas pipi Putri, berkata, "Itu hadiah yang ayahmu siapkan khusus untuk Tante Dinda. Mungkin, ayahmu ingin memberikannya secara langsung pada tante. Kita nggak usah ikut campur ya, haha."
Yang lain pun ikut tertawa.
Namun, Aris segera berkata, "Sudah Ayah kirim."
"Hah? Kapan?" tanya Putri lalu lanjut berkata, " Ayah diam diam ketemu sama Tante Dinda tanpa aku, huh!"
Teman teman Aris lantas tertawa terbahak bahak saat mendengarnya.
Tanpa sadar, Kinanti teringat akan kejadian di perusahaan pagi tadi saat Dinda berkunjung ke Grup Anggasta.
Bisa jadi saat itu Aris memberikan hadiahnya.
Dinda tampak tersenyum canggung, lalu berkata, "Kita jangan lama lama di sini, ayo naik ke atas,"
Suara langkah kaki mereka pun mulai menghilang.
Pikiran Kinanti seolah menjadi kosong.
Hatinya sakit hingga terasa di sekujur tubuh.
Butuh waktu yang lama baginya untuk tersadar. Dia masuk ke dalam lift dalam diam, berniat untuk ke atas dan membawa sahabatnya turun.
Ruangan tempat Rina makan sebenarnya masih satu lantai dengan ruangan yang Aris pesan.
Saat memapah Rina masuk ke dalam lift, langkah kaki teman Aris, Gading Perkasa, pun terhenti.