Dia seorang wanita yang begitu dihormati dalam jalanan bebas harga diri. Dia bisa menjadi wanita yang begitu unik dengan tertawa gila nya. Ia juga Menjalankan tugas dengan berat.
Ini kisah dari Chandrea. Wanita licik dari tempat yang jauh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Tak beberapa lama kemudian, Marito benar-benar telah membersihkan dirinya dengan sangat teliti, dia bahkan membersihkan wajahnya, mencukur jenggot yang tumbuh, juga merapikan rambutnya itu, dia mencoba membuat tubuhnya tetap rapi hingga kemudian selesai, ia memakai baju yang baru saja di cuci kemudian keluar dari kamar mandi, tapi betapa terkejutnya dia, melihat punggung belakang Chandrea yang tengah mengambil sesuatu di bagian meja kecil, ia terdiam melihat itu bahkan hampir tergoda.
Lalu Chandrea berdiri tegak membuatnya langsung menggelengkan pandangan. "Apa yang sebenarnya aku lihat...?" ia juga melihat sekitar dan di saat itu juga menyadari rumahnya bersih.
Chandrea juga menyadari dia sudah selesai. "Oh, ehehehemmm halo..." ia tampak membawa plastik sampah dan meletakan nya di pojokan pintu, tak hanya satu melainkan banyak plastik sampah, dia sudah membersihkan semua tanpa terkecuali.
"Kau, membersihkan semua ini?" Marito menatap.
"Ehehehemmm.... Kau hanyalah orang yang tak lain dari pekerjaan kantormu, aku masih ingat di kantor polisi yang tidak pernah rapi, meja mu pun juga tampak berantakan dan tak di sangka, kau memiliki kebiasaan ya."
"Chandrea.... Aku tidak pernah berharap kau akan membersihkan nya..."
"Eheheemmm ini baik-baik saja.... Aku juga sudah selesai..." balas Chandrea sambil menepuk nepuk tangan nya kemudian duduk di sofa. "Jadi, bisa mulai?"
Marito menghela napas panjang dan duduk di sofa satunya. "Apa yang ingin kau ketahui?"
"Soal Max, lelaki kecil itu eheheemmm.... Xela memintaku untuk mengatasi kasus pembullyan adiknya, apakah dia memang di tindas di sekolah?"
"Yah, itu memang benar... Kejadian itu bermula, ketika kami pindah rumah.... Sebenarnya aku menikah dengan istriku di San Diego, otomatis, Xela dan Max sekolah di daerah sana, waktu itu Max masih di TK, kami melanjutkan kehidupan di sana, sebagai keluarga yang bahagia hingga kami menyadari, Xela menyembunyikan dirinya bahwa dia selalu di tindas, karena hal itu, teman-teman Max juga mengetahui bahwa Xela gampang di tindas, alhasil mereka mulai menjauhi Max, bahkan menindasnya... Kemudian, kebetulan kami pindah ke sini, United States ini, Xela juga sudah mulai berkampus dan Max sudah mulai kelas 5 sekolah dasar, tapi entah kenapa, rumor itu sampai sana dan membuat teman-teman Max menindasnya lagi, bahkan sampai sekarang, dia masih menyalahkan Kakak nya itu karena Kakak nya yang gampang di tindas, dia juga ikut di tindas..." kata Marito.
Chandrea yang mendengar itu menjadi terdiam berpikir. "Apakah itu masih berlaku?" Chandrea menatap.
"Yeah, begitulah, dia juga menderita pastinya..."
"Kalau begitu, baiklah, sepertinya itu sudah cukup untuk aku memahami nya eheheheemmm..." balas Chandrea lalu dia berjalan pergi dari sana membuat Marito terdiam.
Chandrea berjalan ke arah lain dari tempatnya pulang, sebelumnya ketika dia bersih-bersih tadi, dia menemukan nama dari sekolah SD milik Max, jadi dia memutuskan untuk ke sana. Di jalan kota yang begitu panas, di depan ada dua orang sukarelawan dengan seragam mereka yang bertuliskan. "Peduli anak-anak tunawisma."
Awalnya Chandrea tidak menyadari itu karena dia memang tidak peduli, tapi mereka menganggap Chandrea adalah orang selanjutnya untuk di permohonan. "Permisi Nona," salah satu dari mereka mencegah jalan nya dengan ramah awalan nya, dia itu seorang lelaki yang melihat nya.
"Nona, kau tidak keberatan jika peduli dengan anak-anak tunawisma, kamu bisa menyumbangkan banyak uang hanya untuk mereka,"
"Eheheemmm, maaf, tidak," Chandrea menggeleng dan tidak menghentikan jalan nya.
"Serius, apa kau tidak peduli anak-anak miskin? Maupun gelandangan yang masih kecil di luar sana?" Lelaki itu menatap memaksa membuat Chandrea berhenti berjalan dan menoleh. "Apakah ada masalah yang lebih besar dari pada tidak memberikan uang pada anak-anak miskin?"
"Tentu saja kita mengutamakan hal ini dulu kecuali ada orang-orang yang bahkan tak peduli ingin membantu," lelaki itu menatap meremehkan.
"Maaf ya, aku tak mau mendengar omong kosong mu itu yang membuatku merasa bersalah, kau jelas bukan sukarelawan, cobalah untuk bercermin, kau memiliki uang juga bukan... Kau jelas tak peduli dengan amal anak-anak miskin, semua yang kau inginkan hanyalah uang, lebih baik aku sarankan, kau tidak meminta uang pada orang, melainkan meminta benda yang lebih berharga karena orang-orang seperti kalian tak akan di percayai oleh anak-anak miskin juga," kata Chandrea dengan tatapan serius membuat lelaki itu menatap kesal. "Kau tahu apa tentang anak-anak miskin!?!"
Seketika Chandrea terdiam dan langsung melirik. "Sekarang aku bertanya padamu, sejak kapan kau mendirikan hal ini?" dia menatap.
"Tentu saja sudah sangat lama... Hampir ada 25 tahun, dan semua orang mempercayai kami."
"Kalau begitu, kenapa aku tidak pernah mendapatkan makanan dari orang-orang mu? Kau bertanya aku tahu apa soal anak-anak miskin? Jangan bertanya hal itu padaku, sialan..." Chandrea menatap kasar membuat lelaki itu terdiam dengan sikap yang sangat berbeda sekali, bahkan Chandrea langsung berjalan pergi dari sana.
Chandrea bersikap begitu karena dia tidak pernah tahu ada orang-orang sukarelawan yang memberikan uang nya pada anak-anak miskin termasuk dia yang dari kecil mulai turun di jalanan dan tak mendapat bantuan apapun.
Dia terus berjalan fokus ke depan untuk mencari sekolah Max, hingga kemudian dia menuju ke jalan arah halaman sekolah, tepatnya halaman bermain anak-anak itu yang di pagar besi hitam, dia pura-pura berjalan sambil melihat satu persatu wajah anak-anak itu agar bisa menemukan Max. Tapi siapa sangka, dia bahkan sudah bisa melihat Max di depan nya tepat duduk merenung, hal itu membuat Chandrea memanggil. "Hei, lelaki kecil..."
Suara itu langsung mengarah ke telinga Max yang membuatnya menoleh, melihat Chandrea yang berlutut di pagar menatapnya. "Apa yang terjadi padamu?"
"Kenapa kau bisa ada di sini?" Max tak percaya.
"Eheheemmm kamu bisa melapor padaku sekarang, aku bisa menunjukan kemampuan ku ehehemmm."
"Tidak, kau tahu bukan, kau orang dewasa yang tidak boleh menghajar anak-anak," Max menatap serius.
"Aww... Lelaki kecil yang di tindas malah membela orang yang menindas.... Ehehehemm."
"Baiklah, itu dia..." Max menunjuk seorang lelaki gendut yang tampaknya menindas anak-anak sekitar dengan mengambil barang mereka, mendorong mereka bahkan memukuli mereka dengan ranting.
"Dia tadi baru saja memukul ku," lapor Max dengan nada yang kecewa.
Chandrea langsung menurunkan senyum nya begitu Max bercerita apa yang dia alami dan berdiri berjalan ke arah pagar dimana bocah gendut itu masih melancarkan aksinya. "Hei boys," dia langsung berlutut di samping pagar membuat bocah gendut itu menoleh. "Ada apa?"
Ketika Chandrea berlutut, dia langsung mengambil sesuatu di balik mantelnya, yakni palu. "Dengar, aku seorang maniak pelarian, aku suka orang gendut sepertimu, Jadi jika kau memukul orang lain, aku akan datang ke rumah mu, ketika kamu tidur, kemudian akan ku pecahkan kepalamu dengan palu ini," kata Chandrea sambil memukul pagar dengan palu itu tepat di hadapan bocah gendut itu yang terdiam menatapnya.
"Apa kau mengerti?" tatap Chandrea, dengan wajah polosnya dia langsung mengangguk kemudian Chandrea berdiri sambil menyimpan kembali palu juga berjalan pergi dari sana.
Max yang melihat dari jauh membuat nya terdiam. "Apa yang dia lakukan? Apa dia baru saja mengancam nya? Itu berhasil membuat nya diam dan tidak memukul orang…"
"Dan sekarang lihat dia, dia masih diam di sana tanpa bergerak," pikirnya sekali lagi sambil menatap bocah si penindas itu. "Kenapa diam lama sekali? Mungkin aku harus mendekat," ketika Max memberanikan diri mendekat ke si penindas, dia langsung menyapa. "Hei…"
Seketika bocah sok sombong itu menoleh dengan takut.
"Apa yang kamu bicarakan dengan wanita tadi?" tanya Max.
Bukan nya menggertak atau bisa dikatakan menyerang sekaligus menindas seperti biasanya, si bocah penindas itu bahkan hanya menggeleng dengan gemetar sambil memegang kepalanya dan mengatakan ketakutan nya. "Aku tak mau kepalaku pecah….!!" bahkan langsung berlari melewati Max.
Hal itu membuat Max tersenyum kecil. "Bukankah wanita itu hebat," ia menjadi tambah mengagumi Chandrea yang sekarang tampak berjalan tenang di jalanan sendirian, dia mengeluarkan kaca mata hitam dan bahkan memakainya membuat beberapa orang memandanginya.
Dia hanya tersenyum percaya diri, tapi satu hal yang tidak boleh di tiru olehnya, dia langsung merokok dengan asap yang sangat tebal.
Semua orang yang awalnya menatap kagum menjadi menatap takut karena aura Chandrea langsung berubah begitu dia merokok.
Beberapa hari kemudian, terdengar ponsel Chandrea berbunyi di meja dan dia terlihat mengangkatnya karena itu dari Marito. "Halo?"
"Ini aku," terdengar suara yang lebih muda, siapa lagi jika bukan Max.
"Oh, lelaki kecil, ehehehemmm... Ada apa?"
"Kudengar dulu, kau orang yang enakan jika di ajak jalan-jalan?" tanya Max.
"Ehehehemmm tentu saja... Kenapa? Kau ingin berjalan jalan dengan ku?"
"Sedikit, aku bosan di rumah, Ayah hanya semakin membosankan di sini."
"Ehehehemmm baiklah, aku akan kesana."
"Tunggu, kau menganggap ini serius?!" Max menjadi panik tapi ponselnya mati dan dia berpikir bahwa Chandrea benar-benar akan pergi.
Tapi ada suara dari samping nya. "Bagaimana?" itu adalah Marito yang duduk di sofa satunya.
"Sepertinya dia menerima nya," kata Max.
"Bagus, pergilah sejauh mungkin, aku ingin merenung dulu," Marito benar-benar tak ada harapan hidup.
Hingga ada suara klakson mobil membuat Max langsung keluar, dia terkejut melihat mobil elit yang datang dan kaca mobil itu terbuka, terlihat Chandrea dengan kaca mata hitam nya. "Eheheemmm.... Ayo!!"
Kemudian dia melihat Marito yang juga keluar. "Chandrea, jaga dia biak-baik!!" teriaknya.
"Tak masalah!"
"Max, kau harus menuruti perkataan nya, mengerti," Marito juga berpesan pada Max yang hanya menghela napas panjang dan bejalan pergi mendekat ke mobil Chandrea.
"Ini keren, apakah ini benar-benar mobil mu?"
"Ehehehemmm menurutmu?"
"Sepertinya kau memang kaya raya, kau seperti sugar mommy."
"Eheheheemmm... Aku belum menentukan panggilan itu," kata Chandrea yang menjalankan mobilnya.