Kehadiran Damar, pria beranak satu yang jadi tetangga baru di rumah seberang membuat hidup Mirna mulai dipenuhi emosi.
Bagaimana Mirna tidak kesal, dengan statusnya yang belum resmi sebagai duda, Damar berani menunjukkan ketertarikannya pada Mirna. Pria itu bahkan berhasil membuat kedua orang tua Mirna memberikan restu padahal merek paling anti dengan poligami.
Tidak yakin dengan cerita sedih yang disampaikan Damar untuk meluluhkan hati banyk orang, Mirna memutuskan mencari tahu kisah yang sebenarnya termasuk masalah rumahtangga pria itu sebelum menerima perasaan cinta Damar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Rangga
Begitu melihat mobil Anita parkir di depan rumah orangtuanya, Rangga langsung menginjak rem padahal jarak ke rumahnya kurang dari limapuluh meter.
Rasanya Rangga langsung malas pulang padahal niatnya menunda rapat sore ini karena ingin beristirahat di rumah mengingat seminggu kemarin hampir setiap hari Rangga pulang sekitar jam 11 malam mengurus pekerjaan.
Selama ini Anita adalah obat rasa lelah dan stresnya tapi sejak mendengar cerita Ardi, Rangga malah menjaga jarak sambil mencari informasi tentang kebenarannya.
Beberapa hari terakhir Rangga berhasil membuat Anita gagal menemuinya di kantor bahkan panggilan teleponnya yang mungkin mencapai ratusan diabaikan Rangga. Pesan daei Anita tidak semuanya dibaca apalagi dibalas, hanya sebagian saja itu pun dengan satu kata singkat tanpa bumbu romantisme seperti biasanya.
Setelah sekitar 5 menit merenung di dalam mobilnya akhirnya Rangga meneruskan perjalanannya dan parkir persis di belakang mobil Anita.
“Om Rangga !”
Chika langsung turun dari sofa dan berlari menghampiri Rangga yang baru saja masuk ke ruang tengah.
Keberadaan Chika membuat hati Rangga yang kesal sedikit lebih tenang meskipun ia sempat melirik pada Anita yang duduk di samping mama.
“Chika sama siapa kemari ?” tanya Rangga sambil menggendong Chika yang mengalungkan kedua tangannya di leher om-nya.
“Sama mbak, Om. Malam ini Chika disuruh nginap di sini sama papi.”
Rangga mengerutkan dahinya dan sempat melirik mama yang senyum-senyum.
“Memangnya papi kemana ?”
Chika cekikikan sambil menutup mulutnya lalu mendekati telinga Rangga untuk membisikkan sesuatu.
“Papi mau cariin adik buat Chika. Kalau Chika ikut, papi bilang adiknya nggak mau datang.”
Mata Rangga langsung membola dan pikirannya dipenuhi hal yang tidak-tidak.
“Memangnya papi cari adik dimana ? Sendiri ?” tanya Rangga dengan mata menyipit.
“No !” Chika menggerak-gerakkan telunjuk kanannya dan wajahnya berubah serius. “Papi sama mami dong ! Om Rangga lupa kalau mami udah tinggal sama papi dan Chika lagi ?”
“Ooohh,” Rangga manggut-manggut sambil tersenyum.
“Memangnya adiknya Chika datangnya darimana sih, Om ? Musti papi mami yang jemput ?”
Kedua alis Chika menaut dan wajahnya terlihat serius menunggu jawaban Rangga. Kelihatan pria dewasa ini bingung menjawab pertanyaan bocah 5 tahun ini.
“Nanti Chika tanya langsung aja sama papi mami. Sekarang kita makan dulu,” ujar mama yang membuat Rangga langsung menarik nafas lega.
Setelah mencium pipi Rangga, Chika pun turun dari gendongan dan menggandeng tangan Rangga.
“Besok kita jalan-jalan, susul papi mami,” ujar Rangga sambil mengacak gemas poni Chika.
“Beneran, om ?”
Mata Chika pun berbinar dan begitu Rangga menganggukkan kepala spontan bocah itu melompat-lompat kegirangan.
“Opa, oma dan tante Nita ikut juga kan, om ?”
Dahi Rangga berkerut dan telunjuknya mengetuk-ngetuk bibirnya seperti orang sedang berpikir.
“Boleh tapi malam ini om Rangga mau pergi dulu sama tante Nita. Chika temani opa oma makannmalam di rumah.”
Chika kembali cekikikan sambil menutup mulutnya. “Om mau pacaran ya ?”
Rangga melotot tapi bibirnya menyunggingkan senyum. “Siapa yang ngajarin kamu ? Papi ya ?”
“Iya, mami juga.”
Sambil tertawa, kali ini Rangga mencubit kedua pipi chubbi itu dengan gemas hingga ekspresi wajah Chika kelihatan lucu.
“Jangan nakal sama opa dan oma ya !”
Chika mengangguk-angguk sambil mengacungkan kedua jempolnya.
**
Tanpa menerima protes dari Anita, dengan sedikit kasar Rangga mengambil kunci mobil dari tangan tunangannya itu. Anita hanya bisa menghela nafas, perasannya tidak enak karena selama mereka bersama-sama belum pernah Rangga semarah ini.
“Kita mau kemana ?” tanya Anita dengan hati-hati.
Rangga tidak menjawab malah menekan gas untuk menambah kecepatan. Rute yang diambil Rangga sepertinya mengarah ke rumah Anita.
“Katanya mau makan malam, kok jalannya kemari ?” Anita bertanya lagi dengan hati-hati.
Tetap saja Rangga tidak menjawab, tatapannya fokus ke depan membuat Anita menghela nafas.
“Aku buat salah apa sampai kamu kesal begini ?”
Seperti bicara dengan tembok, Rangga tetap saja membisu dan rahangnya mengeras layaknya orang yang sedang marah.
Lelah dengan pertanyaan yang tidak dijawab oleh Rangga akhirnya Anita memilih diam hingga Rangga menghentikan mobil di taman yang ada di dalam komplek perumahan keluarga Anita.
“Aku ingin kita break dulu.”
“Apa maksudmu ?” Anita terkejut, dengan mata membola ia menatap Rangga yang tetap fokus melihat ke depan dan satu tangannya memegang setir.
“Kamu tahu apa maksudku. Aku ingin kita mencari waktu untuk memikirkan….”
“Aku tidak mau !” potong Anita sambil melepas sabuk pengamannya.
“Ayo kita nikah ! Maaf karena aku selalu menundanya. Aku mencintaimu Rangga dan siap menjadi istrimu.” Anita menggeser duduknya dan memegang lengan Rangga.
“Aku berubah pikiran. Aku tidak tahu apakah masih menginginkan hubungan ini atau tidak.”
“Rangga, jangan bercanda !”
Untuk pertama kalinya Anita merasa takut kehilangan Rangga padahal selama ini ia selalu bilang pada dirinya sendiri kalau hatinya tidak pernah mencintai pria yang sudah menjadi tunangannya.
“Maafkan aku karena selama ini kesannya hanya kamu yang mencintaiku tapi sekarang aku sadar….”
“Kalau kamu masih mencintai Damar dan ingin menjadikannya milikmu ?” potong Rangga menatap Anita dengan mata elangnya membuat wanita itu tanpa sadar menggedikkan bahunya.
Keduanya hanya bertatapan selama beberapa detik sampai Anita yang memutusnya dengan senyuman getir dan helaan nafas panjang.
“Maaf kalau selama ini sikapku menyakitimu.”
Anita kembali dikejutkan dengan sikap Rangga yah menepis tangannya dengan kasar hingga gagal memegang lengan pria itu.
“Iya aku memang berpikir masih menyukai Damar tapi belakangan ini aku sadar sepenuhnya kalau perasaan itu bukan cinta. Aku hanya marah karena Damar, pria yang banyak disukai wanita semasa SMA adalah satu-satunya lelaki yang tidak pernah mengejarku.”
Rangga tersenyum sinis. “Kamu baru puas setelah berhasil membuat Damar dan Mirna kehilangan calon anak mereka ?”
“Kenapa jadi aku, Ga ? Bayi itu meninggal karena kecelakaan bukan aku !” protes Anita dengan suara meninggi.
“Aku memang sangat mencintaimu Nita tapi bukan berarti aku akan membiarkan kamu menyakiti Mirna apalagi sampai membuatnya kehilangan bayinya.”
“Sudah aku katakan kalau….”
“Cukup !” bentak Rangga membuat Mirna menjauhkan badannya.
“Jika aku bisa mendapatkan bukti kamu terlibat dalam kecelakaan Mirna, jangan harap aku akan melepaskanmu dari jerat hukum.”
“Sudah aku katakan kalau aku tidak terlibat dalam kecelakaan Mirna !” pekik Anita yang mulai histeris.
Rangga melepaskan sabuk pengaman dan berniat turun dari mobil tapi Anita menahan lengannya.
“Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku juga mencintaimu Rangga; aku tidak akan sanggup kehilanganmu. Aku pasti bisa membuktikan kalau bukan aku yang menyebabkan kecelakaan Mirna.”
Dengan mata menyipit dan seringai tajam, Rangga mendekati wajah Anita yang malah menjauh.
“Jadi kamu tahu siapa yang melakukannya ?” tanya Rangga dengan nada berat dan mata melotot.
Anita sampai menelan ludah namun lidahnya seperti susah digerakkan untuk menjawab pertanyaan Rangga tapi akal sehatnya masih bisa menimbang-nimbang harus mengangguk atau mengeleng.
pergi ke akhirat mgkin
ah... lama2 jadi maminya sendiri