Pesona Suami Tetangga

Pesona Suami Tetangga

Kembali ke Rumah

Rasanya benar-benar bahagia saat dokter mengijinkan Mirna pulang setelah 35 hari menjalani perawatan di rumah sakit.

Menurut cerita mama, Mirna bahkan sempat koma selama 5 hari gara-gara kecelakaan mobil yang dikemudikannya menabrak pembatas jalan sampai pindah lajur dan akhirnya bertabrakan dengan mobil lain.

Kaki kanannya cedera dan sempat sulit digerakkan, untung saja sekarang sudah bisa dipergunakan lagi setelah menjalani terapi panjang yang cukup melelahkan.

Mobil yang dikemudikan Rangga, kakak Mirna, akhirnya berhenti di depan rumah. Bergegas Mirna turun dan merentangkan kedua tangannya sambil menghirup udara dalam-dalam.

Papa dan mama yang ikut turun hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah putri bungsu mereka.

“Baunya masih sama kan ?” ledek mama saat melintas di samping Mirna.

”Masih Ma dan rasanya hidungku langsung plong karena nggak cuma menghirup bau obat-obatan dan disiinfektan.”

Mirna menepi saat gerbang sudah dibuka lebar-lebar oleh papa supaya Rangga bisa memasukkan mobil ke garasi.

Tiba-tiba netra Mirna menangkap sosok pria yang berdiri di depan rumah seberang sedang menggendong bocah perempuan.

Mirna bergeming, tidak menyangka akan bertemu lagi dengan mereka di lingkungan rumah orangtuanya.

“Mirna, kamu kenapa ?”

Tepukan Rangga di bahunya membuat Mirna terkejut, kembali sadar dari lamunannya.

“Kenapa mereka ada di sana ? Apa mereka ada hubungan keluarga dengan om Edi ?”

“Ooh Damar dan Chika maksudmu ?”

“Perlu aku ambilkan TOA supaya semua tetangga mendengar suara Kak Rangga ?” geram Mirna mendengar suara Rangga yang sengaja menaikkan volume suaranya.

Rangga hanya tertawa bahkan selanjutnya ia melambaikan tangan, menyuruh Damar menghampiri mereka, membuat mata Mirna semakin membola.

“Kenapa kakak suruh mereka kemari ?” desis Mirna.

“Karena mereka adalah tetangga baru kita,” sahut Rangga sambil merangkul bahu adiknya.

“Mereka masih keluarganya om Edi ?” Mirna mengulangi pertanyaannya.

“Nanti kamu bisa tanya sendiri.”

Mirna menahan kesal, kalau saja Rangga tidak menahannya, sudah pasti Mirna memilih masuk ke rumah karena enggan berbasa basi dengan Damar.

Terus terang tatapan Chika yang baru berusia 5 tahun membuat Mirna tidak nyaman sejak pertama mereka bertemu ditambah sikap Damar yang menurut Mirna sedikit agresif.

Mirna sangat menyukai anak-anak tapi ada sesuatu yang membuatnya tidak ingin berlama-lama dengan Damar dan Chika.

“Senang akhirnya kamu diperbolehkan pulang, Mirna,” ujar Damar sambil tersenyum.

Mirna sempat menautkan alis karena sejujurnya kalau Rangga tidak menyebut nama Damar, Mirna tidak ingat siapa nama pria itu padahal mereka sempat bertemu beberapa kali di rumah sakit.

“Terima kasih,” sahut Mirna dengan canggung.

Seperti biasa Chika menatapnya dengan wajah sendu membuat Mirna membuang muka ke lain arah.

”Chika kenapa ?” Rangga mengusap kepala bocah perempuan yang masih betah dalam gendongan Darma.

“Habis bangun tidur,” sahut Darma mewakili putrinya.

“Ooohhh,” Rangga mengangguk-angguk dan mengacak gemas pucuk kepala Chika.

Bocah itu sempat melirik Mirna sekilas sebelum mengalungkan tangan di leher Darma dan menyandarkan kepalanya di bahu kekar papinya.

“Mau main di sini ?” tanya Rangga.

Spontan Mirna menghela nafas dan Damar melihat jelas reaksinya.

“Jangan hari ini biar Mirna bisa istirahat dengan tenang,” sahut Damar menatap Mirna dengan senyuman.

”Terima kasih atas pengertiannya,” sahut Mirna dengan wajah lega.

“Senang bisa berkenalan denganmu, Mirna. Kami pulang dulu.”

Rangga mengangguk sambil tersenyum sedangkan Mirna kembali melihat ke lain arah karena enggan bertatapan dengan Damar.

***

Mirna berdiri di depan jendela kamarnya yang menghadap ke rumah seberang. Rasanya menyenangkan bisa melihat banyak lampu menyala lagi dari rumah yang sempat kosong sekitar 8 bulan lamanya.

Cahaya temaram dari lampu baca memantul dari balik vitrase yang menutupi jendela. Mirna bisa melihat jelas bayangan Damar sedang duduk di belakang meja kerja dengan laptop di hadapannya.

Dugaan Mirna pria itu sedang menyelesaikan pekerjaan kantornya tapi sedikit aneh karena selarut ini Damar belum menutup tirai hingga semua aktivitssnya terlihat jelas dari tempat Mirna berdiri.

Pikiran Mirna melayang pada percakapan saat makan malam bersama keluarganya. Entah bagaimana awalnya, mereka sempat membahas soal Damar dan Chka.

Mama bilang menurut pengakuan Damar statusnya belum duda tapi sejak mereka pindah, tidak terlihat seorang perempuan yang dipanggil mami oleh Chika, hanya ada seorang pelayan wanita paruh baya yang tinggal bersama mereka.

Wajahnya cukup tampan dan menurut mama Damar seorang pria yang cukup mapan, memiliki usaha sendiri, rumahnya tidak hanya yang sekarang tapi saat ini sedang disewakan.

Selain tentang istrinya yang tidak jelas, cerita menyedihkan yang pernah Damar ungkapkan adalah kondisinya yang sudah yatim piatu.

Sejak kecil Damar tinggal di panti asuhan, tidak tahu apakah orangtua kandungnya masih hidup atau sudah meninggal.

“Chika anak yang lucu dan pintar. Mama yakin kamu pasti akan menyukainya.”

“Aku tidak terlalu nyaman dengan Chika,” sahut Mirna dengan sedikit menggumam.

“Kenapa ? Dia hanya bocah berumur 5 tahun, Mir.,” Rangga menatap adiknya dengan alis menaut.

“Yang mama bilang memang betul, Mir. Chika anak yang lucu dan sangat sopan. Sudah sering dia main kemari setiap habis pulang sekolah,” timpal papa.

Mirna mengerutkan dahi, menatap bergantian ketiga orang yang duduk di meja makan bersamanya.

“Jadi Chika sering di sini ? Maminya kemana ? Kenapa mama membiarkan orang asing yang baru pindah beberapa minggu seenaknya menitipkan anaknya ?”

“Mama hanya kasihan pada Chika, Mir. Kita memang tidak tahu apa yang terjadi pada rumahtangga Damar tapi tidak seharusnya membuat Chika larut dalam kesedihannya.”

“Aku tidak suka setiap kali Chika menatapku, selain wajahnya terlihat sendu, tatapan matanya seakan membuatku merasa punya salah padanya.”

“Kenapa sekarang kamu jadi baperan, Mir ?” ledek Rangga sambil tertawa pelan.

Mama tersenyum, menatap putrinya yang cemberut sedang melirik Rangga.

“Mungkin wajahmu mirip dengan maminya, Mir jadi dia selalu sedih setiap kali menatapmu karena kangen, bukan benci.”

“Tapi aku tidak suka, Ma !”

Rangga dan kedua orangtuanya terkejut mendengar suara Mirna mulai meninggi, Ketiganya spontan menatap Mirna dengan dahi berkerut.

“Maaf, tapi aku benar-benar tidak nyaman. Aku yakin si Damar itu pasti bisa melihat kalau anaknya tidak baik-baik saja dengan perpisahan orangtuanya.”

Rangga tersenyum, berusaha memahami adiknya yang memang punya sifat sedikit manja.

“Aku akan bicara pada Damar supaya menasehati Chika agar tidak lagi menatapmu seperti itu,” ujar Rangga memberikan solusi.

“Terima kasih, Kak. Maaf aku duluan.”

Mirna menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ada perasaan bersalah karena sempat emosi hanya karena orang asing yang menjadi tetangga baru mereka.

Tatapannya kembali tertuju pada jendela kamar yang ada di lantai dua.

Betapa terkejutnya Mirna saat mendapati Damar sudah berdiri di balkon tengah menatap ke arahnya ! Rupanya Damar tahu kalau sejak tadi Mirna sedang memperhatikannya.

Terpopuler

Comments

Noey Aprilia

Noey Aprilia

Hai kk....
akoh udh mmpir....
d tnggu up'ny y...jd pnsran,ada apakh sm mirna????

2025-01-24

1

Aan

Aan

Awal yg bagus ceritanya, aku suka karakter Damar dan Mirna yg bertolak belakang, satunya agresip, satunya lagi pasip, seru banget kalo sering2 ketemu

2025-01-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!