NovelToon NovelToon
Spring Song For You

Spring Song For You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa
Popularitas:879
Nilai: 5
Nama Author: Violetta

cerita tentang seorang serigala penyendiri yang hanya memiliki ketenangan tapi musik menuntun nya pada hal-hal yang terduga... apakah itu musim semi...

aku hanya bermain musik untuk mencari ketenangan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 - Rahasia?

Tak lama setelah obrolan kecil mereka berakhir dengan tawa pelan, suara langkah kaki terdengar dari arah koridor. Hilda muncul kembali ke ruang tengah, kali ini dengan membawa bantal dan guling besar yang diletakkan begitu saja di atas sofa.

“Kalian belum tidur juga?” tanyanya sambil duduk di ujung sofa, menyandarkan diri santai.

“Baru aja selesai ngobrol-ngobrol santai” jawab Mei dengan senyum lebar, lalu melirik sekilas ke Tissa seperti menyuruhnya melanjutkan.

Tissa mengangkat bahunya lalu mendesah, “Tadi Kak Mei nanya soal Kak Vio... terus aku bilang... mungkin Kak Vio ada rasa sama seseorang.”

“Oh?” Hilda menaikkan alis, jelas tertarik. “Seseorang? Siapa?”

Mei langsung menyambar, “Namanya Reina. Teman sekelas Vio. Katanya sering bareng pas istirahat.”

Tissa mengangguk cepat. “Iya. Mereka sering bareng. Dan kayaknya mereka sama-sama nyaman tapi nggak nyadar aja kalau perasaan mereka tuh udah bukan cuma teman.”

Hilda terdiam sebentar, wajahnya tampak merenung sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Reina, ya… aku pernah lihat Vio jalan bareng sama dia. Anak yang kalem itu, kan?”

“Bener!” Tissa langsung mengiyakan.

“Hmm… aku pikir juga gitu. Vio itu kadang terlalu menahan diri. Tapi aku rasa kalau Reina bisa bikin dia nyaman, ya kenapa nggak?” ucap Hilda sambil memeluk bantal di pangkuannya.

Mei menyenderkan kepala ke sandaran sofa, lalu berkata santai, “Iya, daripada nunggu sampai salah satu dari mereka pacaran sama orang lain dan baru nyadar belakangan... mending sekarang mulai pelan-pelan nyari tahu.”

Hilda tertawa kecil, “Tapi jangan didorong terlalu keras juga. Kita jadi pasukan rahasia pengamat aja dulu ya.”

Tissa mengangguk, matanya berbinar. “Oke! Tapi... kalau mereka kelamaan, boleh nggak kita sedikit bantu?”

Mei pura-pura berpikir serius. “Sedikit... boleh lah.”

Hilda hanya menggeleng sambil tersenyum lebar. “Dasar kalian... Tapi ya, kalau itu bisa bikin Vio lebih bahagia, aku juga nggak keberatan bantu.”

Suasana malam itu pun diisi dengan canda dan tawa kecil mereka bertiga, sebuah konspirasi manis yang hanya diketahui para perempuan di rumah itu. Dan jauh di kamar seberang, Vio yang tidak tahu apa-apa tengah asyik menelusuri halaman komunitasnya—tanpa sadar, sedang menjadi topik hangat di ruang sebelah.

 

Pagi datang menyelinap perlahan, menyelimuti rumah mereka dengan cahaya lembut matahari yang menembus tirai jendela. Aroma roti panggang dan telur orak-arik mulai menguar dari dapur, pertanda Hilda sudah lebih dulu bangun dan menyiapkan sarapan seperti biasa.

Vio menggeliat pelan di atas ranjangnya, matanya setengah terbuka sambil meraih ponselnya di samping bantal. Layarnya menyala, menampilkan notifikasi dari komunitas dan beberapa pesan singkat yang belum sempat ia baca.

“Pagi lagi…” gumamnya pelan, lalu duduk dan mengusap wajahnya untuk mengusir sisa kantuk.

Di luar kamarnya, terdengar suara Tissa sedang mengobrol kecil dengan Hilda di dapur, diselingi suara peralatan makan. Beberapa detik kemudian, suara langkah kaki yang ringan berhenti tepat di depan pintu kamarnya.

Tok tok tok.

“Kak Vio, udah bangun belum? Sarapan udah siap,” panggil Tissa dari balik pintu.

Vio mengangkat alis, sedikit heran Tissa tidak langsung masuk seperti biasanya. Ia berdehem ringan dan menjawab, “Udah. Sebentar lagi keluar.”

Begitu keluar kamar, ia mendapati Tissa sudah mengenakan seragam rapi, duduk di kursi dapur dengan ekspresi cerah seperti biasa. Hilda menyambutnya dengan senyum hangat sambil meletakkan gelas susu di hadapannya.

“Pagi, Vio. Tidurnya nyenyak?”

“Lumayan,” balas Vio sambil duduk dan mulai menyendokkan telur orak-arik ke piringnya. Ia melirik Tissa yang tampak ceria, sedikit curiga.

Mereka sarapan dengan tenang, sesekali obrolan ringan terdengar di antara kunyahan. Saat selesai makan dan mereka bersiap untuk berangkat sekolah, Hilda berdiri sambil menyerahkan bekal kecil untuk Tissa dan Vio.

“Hati-hati di jalan, dan jangan lupa pulang langsung ya,” pesan Hilda.

“Siap!” sahut Tissa riang, sebelum mengenakan sepatunya.

Vio seperti biasa mengantarkan Tissa lebih dulu ke kelasnya. Mereka berjalan menyusuri koridor sekolah yang perlahan mulai dipenuhi siswa lain. Sesekali Vio mendapat sapaan singkat dari murid lain, sementara Tissa menggandeng lengan bajunya dengan santai.

Setelah mengantar Tissa ke kelas, Vio kembali ke kelasnya sendiri. Reina sudah duduk di bangkunya dan melambaikan tangan saat melihatnya.

“Pagi, Vio.”

“Pagi.”

Vio menarik kursinya dan duduk, lalu melirik ke luar jendela sesaat sebelum pelajaran dimulai. Hatinya terasa tenang… meski entah kenapa, ia merasa seperti ada sesuatu yang diam-diam sedang dipersiapkan oleh orang-orang di sekitarnya—dan itu melibatkan dirinya.

---

Bel istirahat berbunyi, menggema ke seluruh penjuru gedung sekolah. Suara kursi digeser, obrolan mulai mengisi udara kelas. Vio baru saja akan membuka kotak bekalnya saat mendengar suara langkah cepat mendekat.

“kak Viooo!” Tissa muncul di ambang pintu kelasnya dengan senyum lebar, melambai pelan. “Ayo ke taman belakang, makan bareng!”

Reina yang duduk di sebelah Vio mengangkat alis, “Taman belakang?”

“Iya! Katanya Reuxen juga bawa bekal, kan? Seru kalau kita makan berempat!” Tissa menjawab penuh semangat.

Tak lama kemudian, Reuxen muncul di belakang Tissa, dengan kotak bekal di tangan dan ekspresi ceria. “Yo, aku ikut kalau Reina ikut,” ucapnya sambil melirik ke arah Reina yang hanya terkekeh pelan.

“Kalau begitu ayo.” Vio mengangguk singkat dan berdiri, mengambil bekalnya sendiri.

Mereka berempat berjalan melewati lorong menuju taman belakang sekolah tempat yang sering digunakan siswa untuk beristirahat, namun masih cukup tenang untuk suasana santai. Angin sepoi-sepoi menyambut mereka, bunga-bunga kecil yang bermekaran di tepi taman menambah nuansa damai.

Mereka duduk di bangku panjang yang teduh di bawah pohon besar. Tissa duduk di sebelah Vio, lalu membuka bekalnya dan langsung mulai menyantap makanannya.

“Ngomong-ngomong…” ucap Tissa setelah menelan suapan pertama, “Aku mau minta maaf soal janji kita ke kafe hari ini.”

“Hm?” Reuxen menoleh, sedikit bingung. “Kenapa?”

“Aku harus pulang ke rumah orang tua,” jawab Tissa dengan sedikit senyum. “Papa dan Mama akan jemput aku setelah pulang sekolah. Jadi, mungkin aku nggak bisa ikut hari ini.”

Reina memiringkan kepala, “Oh, jadi kamu ke rumah orang tuamu hari ini?”

“Iya. Aku udah janji sama mereka juga,” balas Tissa lembut.

Reuxen hanya mengangkat bahu santai. “Ya sudah, mungkin lain kali. Aku pikir kalian semua bakal ikut juga.”

Vio menatap Tissa sekilas, lalu berkata tenang, “Nggak apa-apa. Hati-hati di jalan nanti, ya.”

Tissa mengangguk cepat. “Iya, kak!”

Reina melirik ke arah Tissa dan Vio secara bergantian, lalu tersenyum kecil. “Kayaknya kamu makin nyaman ya tinggal di rumah Vio.”

Tissa hanya menanggapi dengan cengiran kecil, tidak membantah.

Mereka melanjutkan makan siang dengan suasana hangat, diiringi angin lembut yang berhembus perlahan, seakan menyimpan rahasia kecil yang hanya diketahui oleh mereka berempat.

1
Finn
ahhhhh..... lagunya bagusss kak /Cry/
_Graceメ: makasih (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)
total 1 replies
Finn
ohhh!!! 😲
Finn
ohh!!! ada lagu original nya /Drool/
_Graceメ: ada dong ヾ⁠(⁠・⁠ω⁠・⁠*⁠)⁠ノ
total 1 replies
Finn
main dobrak aja ya /Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!