Anna seorang gadis desa yang memiliki paras cantik. Demi membayar hutang orang tuanya Anna pergi bekerja menjadi asisten rumah tangga di satu keluarga besar.
Namun ia merasa uang yang ia kumpulkan masih belum cukup, akan tetapi waktu yang sudah ditentukan sudah jatuh tempo hingga ia menyerah dan memutuskan untuk menerima pinangan dari sang rentenir.
Dikarenakan ulah juragan rentenir itu, ia sendiri pun gagal untuk menikahi Anna.
"Aku terima nikah dan kawinnya...." terucap janji suci dari Damar yang akhirnya menikahi Anna.
Damar dan Anna pada hari itu di sah kan sebagai suami dan istri, Namun pada suatu hari hal yang tidak di inginkan pun terjadi.
Apa yang terjadi kelanjutan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Hari ini gelap menjelang, rintik-rintik tipis hujan turun. Suasana begitu damai dan tenang, jauh dari kata keriuhan, Angga termenung seorang diri diatas balkon kamar, seolah tengah memikirkan sesuatu yang begitu membuatnya terbebani saat ini.
Anna mengantarkan secangkir kopi beserta dengan makanan kecil, yang sering kali ia minta disaat bersantai seperti saat ini.
Tuk..tuk..
Suara pelan dari langkah kaki, yang sudah pasti Angga kenali. Ia berpaling dari butiran air hujan yang kian semakin bergemericik.
"Makasih ya," ucap Angga.
"Sama-sama, mas." Jawab Anna seraya tersenyum manis.
Anna hendak melangkah pergi kembali ke kamarnya, untuk beristirahat. Namun ...
"Anna, mau gak temenin saya ngobrol disini?" Lirih Angga tanpa menengok kearah Anna.
"Boleh, mas. Kalo mas yang minta," ucapnya.
Anna duduk tepat bersebrangan dengan Angga. Hening tercipta sesaat, Angga menghela nafas panjang. Sesekali ia melirik langit yang gelap disertai hujan rintik-rintik.
"Kamu pernah ngerasa gak? Disaat hidup kita ini seperti membebenkan seseorang, terus ada sedikit terpikir menjadi orang paling tidak berguna,?"
Anna menatap penuh tanya. Sejenak ia pun menghela nafas, kilas balik bayangan ketika dirinya menatap mata sang ibu dalam berkubang air mata, dibawah kaki seorang laki-laki brengsek.
"Hmm... Anna pernah merasakan itu, mas. Rasanya tersiksa disaat kita sangat tidak berguna Dimata orang yang kita sayang,"
"Sekarang aku sedang merasakan itu, na. Entah lah aku merasa begitu,"menunduk.
"Sama mas, aku juga. Dalam hitungan hari Anna...." Terhenti.
Pandangan nya masih tertuju pada Anna, Angga masih menunggu apa yang ingin disampaikan gadis itu, matanya berkaca-kaca, jelas ada sesuatu disana yang sedang ia sembunyikan.
"Itu gak penting, mas. " Tersenyum kecil.
Angga manggut-manggut.
"Kalo ada sesuatu, cerita aja, na."ucap Angga.
Anna tersenyum tipis. "Iya, mas."
"Seandainya, kalo aku bukan berasal dari keluarga Suryo Darmawan, apa kamu masih akan bersikap sama seperti sekarang?"ucap Angga, kembali menatap jauh awan yang bergelayut hitam, dengan ditemani tetesan hujan.
Anna menatap dalam mata itu, terlihat jelas ada kesedihan disana.
"Kenapa mas, bicara begitu?"
Angga tersenyum, dan mengalihkan pandangannya pada Anna yang kini tengah menatapnya, penuh tanya.
"Aku hanya sekedar bertanya, bagaimana jika aku benar bukan termasuk keluarga besar Suryo Darmawan?"sendu melanda.
"Dari mana pun kamu berasal, mas. Sekalipun bukan keluarga Suryo maupun keluarga besar lainnya, Selagi kamu menjadi diri kamu sendiri, tetap rendah hati, baik, suka menolong, aku tetap akan menghormati kamu seperti sekarang ...."
Sejenak Anna menghela nafas nya, ikut serta menatap awan bergelayut mendung, menitikkan air nya semakin deras.
"... Baik buruknya kamu, tergantung kamu sendiri, mas. Yang menentukan, pak Suryo tidak akan senang mendengar kamu berkata demikian, jangan berpikiran begitu lagi ya, meskipun bercanda pak Suryo tidak akan menyukai nya."
Angga meresapi setiap kata yang keluar dari mulutnya, Anna benar namun, tetap saja masih tersimpan keraguan yang mendalam, ada sesuatu yang menarik nya untuk tidak terlalu berharap banyak tentang sesuatu yang bukan miliknya.
"Mas, mas melamun ya?"
"Gak kok, makasih ya? Udah nemenin ngobrol, sebaiknya kamu segera istirahat, udara juga semakin dingin nanti kamu sakit,"
"Iya, mas. Mas juga ya?!"
Mengangguk.
.....
.....
....
Damar menerobos hujan, ia ingin segera sampai dirumah dan segera beristirahat.
10 menit berlalu, Damar sampai dikediaman Suryo. Bahkan Angga pun masih berada diatas balkonnya, menikmati hujan sedari tadi, sehingga ia tahu kedatangan Damar.
"Baru pulang," bergumam.
Damar terbirit-birit, berlari kecil bajunya sebagian basah.
"Kenapa gak neduh dulu," ucap Angga.
"Kelamaan,"ketus.
"Ada Anna gak? Kasih tahu dia buatin kopi," pinta Damar.
"Dia, dah tidur."
"Yaudah bangunin lah,"
Angga melotot.
"Gila lu, ya. Orang lagi tidur masa iya dibangunin, gak sopan." Gerutu Angga, seketika menolak nya.
Tiba-tiba Anna merasa haus berniat untuk mengambil minum, ke dapur karena dia kelupaan untuk membawa minum sebelum tidur beberapa saat sebelum ia pergi ke kamar.
Angga kembali menuju kamar, terpaksa Damar harus membuat minuman nya sendiri. Ia membuka jas nya, dan segera pergi ke dapur untuk membuat coklat panas, secara kebetulan ia berpapasan dengan Anna yang tengah membawa sebuah gelas.
"Mas Damar, ko hujan-hujanan?"
"Keujanan dikit, tadinya mau minta kamu buatin minuman hangat, kata Angga kamu dah tidur, yaudah mau buat sendiri aja." Sahut Damar seraya mengusap rambutnya yang sedikit basah.
"Ya udah Anna aja yang buatin, mas ganti baju aja nanti masuk angin, kalo udah selesai nanti di antar."
"Makasih ya,"
Anna mengangguk pelan.
Meskipun rasa kantuk menyerang, Anna tidak bisa menghiraukan Damar dengan keadaan basah kuyup. Dengan sedikit menguap, Anna memaksa kan matanya untuk tetap terbuka, mengantar kan minuman Damar ke kamarnya.
Pria itu tidak terlihat dari sudut manapun, Anna meletakkan cangkir berisikan coklat panas diatas Nakas. Tak lama Damar pun keluar dari kamar mandi setengah tubuhnya basah, jelas ia baru saja mandi dengan handuk yang masih menempel dibagian pinggang ke bawah.
Anna terkejut, matanya yang mengantuk seketika dibuat terbelalak. Spontan dia menutup rapat-rapat wajahnya dan berbalik.
"Kamu kenapa?"
"Mas, kenapa gak pakai baju?" Ucapnya Anna masih menutup wajahnya rapat-rapat.
"Ini juga baru mau pake, tuh bajunya masih diatas kasur."menunjukkan sepasang baju santai diatas ranjang.
Anna menggeliat dingin disaat tangan Damar menyentuh wajahnya, dan menunjukkan jika pakaiannya masih berada diatas kasur.
Pria itu seperti begitu senang, melihat wajah Anna bersemu merah seperti saat ini. "Buka aja matanya, aku gak akan kasih tahu siapapun ko, kamu lagi ngintip aku pake baju."
"Sembarangan! Siapa yang ngintip!"protes Anna.
"Ya kamu lah, masa iya aku."
"Gak ada ya, mas. Aku gak mungkin ngintipin kamu."
"Buka aja, aku gak akan marah ko."ucap Damar menggoda.
"Ih ... Mas kamu lama-lama nyebelin ya."
Anna mundur perlahan untuk keluar kamar Damar, tidak sengaja langkahnya menginjak kaki Damar, membuatnya meringis sakit, meskipun tidak terlalu sakit. Karena baginya pria itu tubuhnya ringan.
"Maaf! Mas, kamu gak apa-apa? Aku gak sengaja."
"Makanya, liat-liat dulu kalo jalan." Dumel Damar.
"Ko nyalahin aku sih, salah kamu sendiri kenapa gak pake baju, kan aku gak mungkin jalan sambil tutup mata kaya gini," mengomel.
Damar tersenyum tipis, ia semakin suka melihat wajah Anna menegang, kedua matanya masih terpejam enggan untuk membuka mata.
"Ya udah, kalo gak pegel. Aku gak usah deh pake baju biar kamu tutup mata sampai pagi , kalo perlu." Goda Damar.
"Astaga, mas. Tega banget sih, cepetan pake bajunya, Anna mau tidur, ngantuk." Lirih Anna.
Senyum puas mengembang begitu indah dari wajah Damar, dia sendiri tidak ingin gadis itu pergi secepatnya dari sana. Damar terus memperhatikan Anna, wajahnya begitu polos tanpa polesan apapun, namun cukup membuatnya terpana meski, dirinya baru bangun tidur.
"Ya sudah, tidur aja disini."
"Haah.. enggak .. enggak .. " tolak nya menggeleng geleng kepala.
"Tenang aja, aku gak akan nakal ko."lagi-lagi Damar menggodanya.
Geram, keusilan Damar tidak berhenti juga. Anna bingung jika membuka matanya ia akan melihat tubuh Damar yang masih mengenakan selembar handuk kecil. Jika tidak, masa iya dia harus berdiri disana terus menerus seperti orang konyol.
Akhirnya Anna terpaksa membuka kedua matanya, perlahan-lahan mengintip, sehingga terbukalah sempurna mata indah itu. Dengan cepat Anna menginjak kaki Damar dengan kuat, dan menghentakkan kakinya keluar kamar.
Duk!!
"Aw..... Anaa!!!!!!"
"Rasain!"
.......