Cerita romansa mantan kekasih yang masih terhubung meski hubungan keduanya telah kandas. Akankah kebersamaan mereka sejalan atau hanya kenangan? Akankah berakhir di pernikahan atau datang sebagai tamu undangan?
Inilah cerita tentang kisah klise Regan dan Nahla. Dua manusia yang dipertemukan di bumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsmeriseee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lonceng kematian
Sekitar pukul enam pagi, beberapa dokter dan perawat datang untuk memeriksa keadaan pasien. Nahla sudah bangun, mendengarkan penjelasan dokter tentang kondisi om Alardo. Ada berbagai kemungkinan yang akan terjadi, yang terburuk adalah kematian.
Usai dokter memeriksa lalu perawat memberikan berbagai macam suntikan obat. Om Alardo membuka mata, di bantu Regan untuk mengatur sandaran bad agar posisi duduk. Meski tampak pucat, Om Alardo masih terlihat tampan di usianya.
"Nahla apa kabar?" Tanya om Alardo lemah.
"Baik."
"Syukurlah." Katanya tersenyum. "Regan, duduk sini," Om Alardo meminta Nahla dan Regan duduk di hadapannya. "Ada yang mau saya bicarakan,"
"Papa kuat? Kata dokter jangan banyak bicara dulu. Nanti sesak," Regan mengingatkan.
"Sebentar saja." Om Alardo juga meminta istrinya mendekat. "Saya tidak tahu kapan lagi kesempatan akan datang, mungkin ini waktunya."
Tante Zara meletakkan sebuah map coklat ke meja.
"Apa ini, Om?" Tanya Nahla bingung.
"Regan, Nahla. Waktu kalian masih bersama. Saya dan istri saya bersama kedua orang tua kamu Nahla, sudah merencanakan sesuatu yang besar untuk kalian berdua." Om Alardo mendorong map tersebut pada Regan dan Nahla. "Ini adalah hadiah dari kami."
"Apa, Pa?" Tanya Regan.
"Sebelum kecelakaan, kedua orang tua kamu tiba-tiba menemui om dan tante. Tidak seperti perjalanan biasanya, kali ini seolah mereka berpamitan untuk berpergian jauh. Banyak sekali yang kami bahas hari itu. Termasuk menitipkan kamu pada kami, lebih tepatnya Regan."
Mata Nahla berkaca-kaca jika sudah membahas kedua orang tuanya.
"Om mengatakan ini karena nanti jika bertemu mereka om di tagih janji apakah sudah menyampaikan pesan ini pada kamu." Om Alardo beralih menatap Regan. "Papa tahu kamu menjalin hubungan dengan perempuan lain. Hanya satu yang Papa inginkan dari kamu,"
"Pa," Panggil Regan memejamkan kedua mata.
"Menikahlah bersama Nahla sebelum terjadi sesuatu pada Papa,"
Regan sudah tau kemana arah pembicaraan ini. "Pa, menikah bukan hal yang mudah. Butuh proses."
"Papa tahu. Maka dari itu Papa kasih waktu kalian satu minggu. Hanya itu yang Papa inginkan Regan. Karena Papa sudah berjanji, janji adalah hutang yang harus di lunasi." Om Alardo menatap Nahla. "Bagaimana, Nahla? Saya ingin pergi dengan tenang tanpa adanya beban,"
"Papa jangan bicara yang aneh-aneh, emang Papa mau kemana? Kalaupun aku harus nikah sama Nahla, Papa harus sehat terlebih dahulu," Kata Regan mengacak rambutnya frustasi.
"Kita bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi satu detik kemudian." Om Alardo tersenyum kecil. "Nahla?"
"Benar apa kata Regan. Pernikahan butuh proses. Lagi pula Nahla sama Regan masih kuliah, perjalanan masih panjang." Ujar Nahla.
"Kuliah dan berkarier tidak akan mengganggu."
"Mengganggu, Pa." Kata Regan mantap.
"Kalaupun kalian berdua bersepakat tidak untuk menikah. Hadiah di dalam sana tetap milik kalian. Kami membeli dan merawatnya sepenuh hati, berharap kalian akan nyaman." Tante Zara mengusap pundak suaminya. Menatap Regan dan Nahla bergantian.
"Kalau Papa sehat, Regan akan menikah sama Nahla."
Nahla menoleh.
"Regan mau Papa sembuh dulu."
Pembicaraan cukup panjang akhirnya berakhir karena om Alardo mengatakan lelah. Regan dan Nahla memutuskan untuk sarapan di kantin rumah sakit. Keduanya berjalan dalam diam, bahkan makan tanpa suara. Semuanya terlalu mendadak. Nahla sendiri masih bingung dengan semuanya.
"Satu minggu lagi adalah hari pertunangan gue sama Aruna." Ujar Regan tanpa menatap Nahla.
Tangan Nahla berhenti bergerak. Ia diam lama.
"Gimana menurut lo, Na?"
Nahla menggeleng. "Kita bisa menjelaskan semuanya. Lagi pula keadaan gue sama lo sekarang sudah berbeda."
Regan mengangguk. Tepat saat itu tante Zara menelpon mengatakan bahwa om Alardo kritis. Regan dan Nahla berlari panik. Banyak sekali bayangan nostalgia. Regan belum siap. Tanpa kehadiran sosok Papa. Regan tidak sanggup.
Melihat pria itu kini terkulai lemas membuat Regan jatuh ke lantai memeluk tubuhnya. Tiba-tiba om Alardo mengalami henti jantung. Hal seperti ini memang sudah diperingatkan oleh dokter, kapanpun om Alardo bisa saja mengalami henti jantung.
Tapi kenapa harus saat ini. Kenapa?
Tangis tante Zara dan juga Reigno pecah saat dokter memberikan pernyataan. Namun Regan bangkit memeluk Mama dan adiknya meski hatinya di remas.
Hanya kematian yang datang tanpa kata tunggu, nanti ataupun tunda.
migel masih buat q gamon btw 🤣
saranghae 🫶
hahaha ngadi2 si regan...