Bukan bacaan untuk bocil.
Setiap manusia terlahir sebagai pemeran utama dalam hidupnya.
Namun tidak dengan seorang gadis cantik bernama Vania Sarasvati. Sejak kecil ia selalu hidup dalam bayang-bayang sang kakak.
"Lihat kakakmu, dia bisa kuliah di universitas ternama dan mendapatkan beasiswa. kau harus bisa seperti dia!"
"Contoh kakakmu, dia memiliki suami tampan, kaya dan berasal keluarga ternama. kau tidak boleh kalah darinya!"
Vania terbiasa menirukan apa yang sang kakak lakukan. Hingga dalam urusan asmarapun Vania jatuh cinta pada mantan kekasih kakaknya sendiri.
Akankah Vania menemukan jati diri dalam hidupnya? Atau ia akan menjadi bayangan sang kakak selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Ayo kita turun nona, semua orang sudah menunggu kita di bawah." Ajak Ririn antusias, wanita itu terlihat begitu bahagia seakan dialah yang akan menikah.
"Tapi, aku---" Vania nampak ragu.
"Jangan khawatir nona, semua akan baik-baik saja. Bahkan anda akan menjadi wanita paling bahagia hari ini." Ririn terus meyakinkan Vania.
"Ayo nona." Ajak Ririn sekali lagi seraya mengulurkan tangannya ke arah Vania.
Vania pun menganggukkan kepalanya tanda setuju, kemudian dua wanita itu turun menuju lantai 4 dimana ballroom hotel berada secara bersamaan.
***
***
Setibanya di ballroom hotel, Vania dibuat terkejut sekaligus takjub dengan dekorasi pernikahan yang terlihat sangat megah dan indah. Keterkejutan Vania belum juga usai, namun ia semakin dibuat terkejut dengan kehadiran mama Sarah dan papa Yudi yang sedang tersenyum manis menyambut kedatangan dirinya.
"Silahkan duduk nona." Ririn mempersilahkan Vania untuk duduk di sebelah tuan Betrand.
"I-iya. Terima kasih." Sebelum duduk Vania menyempatkan diri untuk menatap ke arah pria yang dicintainya. Betrand terlihat sangat tampan dengan jas putih yang senada dengan gaun yang dikenakan Vania.
Namun wajah pria tampan itu terlihat lebih dingin dan kaku dari biasanya, membuat Vania enggan untuk bertanya walaupun di hatinya ada begitu banyak pertanyaan.
"Ada apa ini? Apa aku dan kak Betrand akan menikah?" Tanya Vania pada dirinya sendiri, dengan harapan akan menemukan jawaban yang cocok atas segala pertanyaannya.
"Bisa kita mulai acaranya sekarang tuan?" Tanya seorang pria berjas hitam lengkap dengan peci hitam yang menutup sebagian rambutnya yang telah beruban. Di sebelah pria itu sudah duduk pula papa Yudi ayah kandung Vania dengan wajah sumringahnya.
"Silahkan pak." Balas Betrand masih dengan wajah datarnya.
Setelah mendapat persetujuan dari Betrand, pria itupun mulai melafalkan doa-doa. Vania masih bingung tapi enggan untuk bertanya, jadi ia hanya diam dan mengikuti jalannya acara saja.
Wajah bingung Vania baru menghilang, berganti dengan binar bahagia saat Betrand menjabat tangan papa Yudi dan mengucapkan sebuah kalimat yang selama ini selalu Vania impi-impikan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Vania Sarasvati binti Muhamad Ali Yudistira dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Ucap Betrand dalam satu kali tarikan napas.
"Sah!" Sahut para saksi dan semua orang yang ada di ballroom hotel tersebut.
"Alhamdulillah. Selamat menempuh hidup baru ya nak." Ucap papa Yudi sembari menggenggam erat tangan sang putri.
"Jadilah istri yang berbakti dan layani suamimu dengan baik." Pesan papa Yudi.
Pria paruh baya itu menyeka air mata yang jatuh membasahi pipinya yang telah dipenuhi garis-garis halus. Yudi merasa begitu terharu karna kedua putrinya kini telah menikah. Seakan sebuah beban besar telah menghilang dari atas pundaknya.
"Terima kasih pah."
Senyum di wajah Vania mengembang, seperti ada ribuan kupu-kupu yang menari-nari di dalam hatinya.
Tes.
Tanpa sadar cairan bening lolos begitu saja membasahi pipi mulus wanita cantik itu.
"Selamat ya sayang, mama bangga padamu nak." Bisik mama Sarah di telinga sang putri.
"Ternyata kau mendengarkan saran mama untuk menjerat pria tampan dan kaya. Kau memang putri mama." Lanjut Sarah lagi sembari mengangkat kedua jempolnya untuk sang putri.
Kemarahan mama Sarah yang Vania khawatirkan jika sampai tahu dirinya sedang hamil, ternyata tak menjadi kenyataan. Malah mama Sarah terlihat sangat bahagia seraya mengelus perut Vania yang masih rata.
"Mama!" Kesal Vania, karna sungguh ucapan mama Sarah telah merusak moment indah yang selama ini telah Vania nanti-nantikan.
Tak lama setelah ijab kabul, tamu-tamu mulai berdatangan. Kebanyakan dari mereka adalah rekan bisnis Betrand.
Mereka semua memberi selamat pada sepasang pengantin baru yang kini sedang duduk bersanding di kursi pelaminan. Bahkan ada Khanza dan Albian pula yang turut berbaur dengan para tamu undangan yang lainnya.
"Apakah ini mimpi?" Vania mencubit tangannya sendiri.
"Aw!" Vania merasa sakit.
"Jadi ini bukan mimpi, ini kenyataan." Gumam Vania di dalam hatinya.
"Selamat ya Vania, kakak tidak menyangka kalau kau akan menikah secepat ini." Khanza memeluk sang adik dengan sangat erat. Khanza memang sudah tahu kalau Vania mencintai mantan kekasihnya, tapi pernikahan Vania dan Betrand yang terkesan mendadak tetap terasa mengejutkan bagi ibu tiga anak itu.
"Sama-sama kak, aku juga tidak menyangka." Bisik Vania pula di telinga sang kakak.
"Kau ini." Khanza mencubit pipi sang adik yang terlihat sangat cantik dengan riasan tipis-tipisnya dengan gemas.
Usai memberi selamat pada sang adik, kini Khanza memberi selamat pada sang adik ipar.
"Selamat menempuh hidup baru." Khanza memberi selamat pada sang mantan yang kini telah berubah status jadi adik iparnya.
"Terima kasih." Betrand menyambut tangan wanita yang pernah dicintainya itu sembari tersenyum kaku.
"Sudah-sudah! Jangan terlalu lama memegang tangan istriku." Albian melerai tautan tangan diantara Khanza dan Bertrand, kemudian membuat gerakan seperti sedang membersihkan tangan sang istri tercinta.
"Sayang!" Kesal Khanza melihat tingkah posesif sang suami yang menurutnya berlebihan.
Albian tak peduli dengan kemarahan sang istri, kemudian ia membawa wanita yang dicintainya itu menuju tempat dimana hidangan makanan tersaji.
"Kau itu berlebihan sekali Al, aku tidak suka!" Khanza melipat kedua tangannya di depan dada.
"Aku belum sempat berfoto dengan adikku, tapi kau sudah menarikku turun dari pelaminan!" Umpat Khanza dengan bibirnya yang mencebik.
"Am..."
Albian menyuapkan sepotong kue ke mulut sang istri yang masih saja asik mengomel. Andai mereka sedang berdua saja, Albian akan membungkam bibir ranum itu dengan ciumannya.
"Apa kak Betrand masih mencintai kak Khanza?" Tanya Vania saat melihat tatapan sang suami yang begitu dalam pada kakak dan kakak iparnya yang terlihat begitu mesra.
"Kau ini bicara apa Vania?!" Betrand malah balik bertanya.
"Ah, tidak ada. Lupakan saja." Vania tersenyum kaku.
Namun kekhawatiran Vania tak berlangsung lama, karna Vania harus tetap tersenyum demi menyambut tamu undangan yang lain.
"Kapan kak Betrand menyiapkan semua ini? Haruskah aku merasa bahagia? Tapi kenapa sikap kak Betrand masih saja tetap dingin terhadapku?" Gumam Vania sembari menatap wajah tampan sang suami yang sedang tersenyum ramah pada para tamu undangan yang hadir.
Tepat pukul 22.00 WIB, Acara pernikahan Vania dan Betrand telah selesai. Tapi Vania merasa ada yang kurang. Karna sedari tadi ia tak melihat ada satu orang pun dari anggota keluarga Fernandez yang datang. Namun lagi-lagi Vania masih enggan untuk bertanya pada Betrand.
Walaupun kini pria itu telah menjadi suaminya, tapi entah kenapa Vania merasa seperti ada jurang besar yang memisahkan mereka berdua.
"Kita pulang sekarang." Ajak Betrand sembari mengulurkan tangannya pada sang istri.
"Hem." Vania menyambut tangan kekar itu seiring dengan bibirnya yang tersenyum manis.
Sepanjang perjalanan dari ballroom hotel menuju rooftop tempat helikopter yang akan membawa mereka kembali ke ibu kota berada, Betrand tak pernah melepaskan genggaman tangannya dari sang istri.
Perlakuan Betrand itu membuat Vania seakan melayang dan merasa memiliki pria itu seutuhnya.
Bersambung.
gitu amat sikapnya 😡😡
Gak sabar nunggu moment itu terkuak 👍🤗