Nasib memang tidak bisa di tebak. ayah pergi di saat kami masih butuh perlindungannya. Di tengah badai ekonomi yang melanda, Datang Sigit menawarkan pertolongan nya. hingga saat dia mengajakku menikah tidak ada alasan untuk menolaknya.
. pada awalnya aku pikir aku sangat beruntung bersuamikan pria itu.. dia baik, penyayang dan idak pelit.
Tapi satu yang tidak bisa aku mengerti, bayang-bayang keluarganya tidak bisa lepas dari kehidupannya walaupun dia sudah membina keluarga baru dengan ku.
Semua yang menyangkut keluarga harus di diskusikan dengan orang tuanya.
janji untuk membiayai adik-adik ku hanya omong kosong belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
POV Rani
Mulai ada perselisihan dalam keluarga Sigit atas kehadiran Bulan. Apalagi saat anak itu merengek terus mencari ibunya.
Aku harus memenangkan hati mas Sigit kalau mau jadi istrinya. Tidak masalah kalau harus berkorban sedikit.
"Bulan maem dulu, nanti sakit.." bujuk Bu Karti namun dengan setengah hati.
Bulan menggeleng keras, membuat neneknya mendengus kesal.
"Ibu menyerah.. Ga tau gimana lagi membujuknya. Memang dasar dia keras kepala seperti ibunya." dia meletakkan piring berisi makanan dengan kasar.
"Coba kamu, Ran. Kau pasti bisa membujuknya." ujar Sigit menatap iparnya.
"Aku?" Rani menunjuk dirinya.
Akhirnya tiba giliran ku mengeluarkan keahlian ku. Aku bukannya llicik, tapi nasib tidak adil padaku. suamiku meninggal dan aku harus menjadi janda. Apakah salah kalau aku mengharapkan mas Sigit?
"Bujuk Bulan sebagai mana kau membujuk Tara kalau mogok makan." perintah Sigit. suaranya membuyarkan lamunan panjangku.
"Itu lain, Mas. Tapi tak apa, biar aku coba." aku pasang senyum semanis mungkin agar dia percaya
"Apanya yang lain, kata ibu kau harus menjadi istriku. Sekarang tunjukkan bagaimana kau menghadapi Bulan."
Kalau itu syarat mas Sigit buatku, aku akan menaklukkan makhluk kecil ini.. Lihat saja.
Aku mulai mendekati Bulan dan membujuknya. Untungnya mas Sigit dan ibunya tidak mengawasi aksi ku. Saat mereka kembali melihat kami. Mereka tersenyum lega. Bulan menurut di bawah bujukan ku.
Mereka sungguh tidak tau apa yang ku lakukan hingga mahluk cilik itu bertekuk lutut.
Saat mereka melihat ke kamar. aku sengaja mengelus rambutnya dan menyuapinya sambil bercerita.
"Tuh, kan. Pilihan ibu tidak pernah meleset. Rani punya sifat keibuan, makanya Bulan langsung menurut."
pujian ibu mertua membuatku besar kepala juga. Tapi ini masih awalnya, Bu.
Mas Sigit tidak perduli dengan sanjungan ibunya. . Dia lebih tertarik mendekati Bulan dan tersenyum lega.
"Sekarang Bulan bobok. Ingat apa yang ibu barusan bilang?" ucapku penuh kasih dan tak lupa dengan tersenyum.
Bulan langsung bersembunyi di bawah selimut.
"Kau tenang saja, Mas. Bulan akan menurut padaku."
"Hebat, jurus apa yang kau gunakan hingga dia patuh begitu?" sela Bu Karti.
Aku hanya tersenyum malu-malu. Mana mungkin aku bagi rahasiaku, bisa-bisa mereka mengusirku sekarang juga.
Sigit memastikan sekali lagi kalau Bulan tidak apa-apa. Saat ia menyingkap selimut itu. Bulan memejamkan matanya.
"Biarkan dia tidur bersamaku dan Tara malam ini."
Sigit mengangguk ragu.
Ia dan ibunya meninggalkan kamar itu.
Paginya, Sigit menghampiri kamar dimana Bulan tidur.
"Mas, mau apa?" aku segera menahannya.
"Mau melihat keadaannya, apakah dia masih mencari May?"
" Kau tidak usah khawatir, dia baik-baik saja, sama sekali tidak ingat pada May." jawabku tersenyum.
"Kalau begitu aku mau memandikannya." ucap Sigit melangkah lagi. tapi kembali aku mencegahnya.
"Aku sudah memandikannya bersama Tara." terpaksa aku berbohong. Padahal mereka belum mandi. tapi kalau mas Sigit sampai memandikan anaknya, dia akan tau ada lebam-lebam :di tubuh Bulan. Aku tidak mau itu terjadi.
"Kau memandikannya?"
Sigit hampir tak percaya.
Aku mengangguk tersenyum. bahagia melihat binar pujian di matanya untuk ku. Hal yang tidak pernah aku dapat dari Didit adiknya.
"Aku minta maaf karena sudah salah sangka kepadamu selama ini."
"Tidak usah di pikirkan. Aku tau kau mengira aku tidak suka pada Bulan. yang bermasalah denganku adalah ibunya, kenapa aku harus bawa-bawa Bulan?" kali ini Sigit benar-benar berterimakasih kepadaku.
"Tolong siapkan dia, aku akan membawanya ketempat kerja."
"Loh? kenapa harus di bawa? Kau tidak percaya padaku?"
"Bukan begitu, aku tidak mau merepotkan mu. Sedangkan ibu harus menjaga warungnya."
"Tidak usah sungkan. Biar Tara dan Bulan aku yang jaga."
"Baiklah kalau begitu, tapi tolong jangan terima tamu, tutup pintu rapat-rapat aku takut May datang saat aku tidak ada." pesannya sebelum pergi.
"Siap, Mas." jawab ku bersemangat.
Akhirnya Sigit meninggalkan Bulan di tangan ku.
Setelah merasa aman, Aku mendekati Tara dan Bulan yang sedang bermain.
"Bulan, ingat pesan ibu semalam? kalau Bulan menangis minta ibu May, maka akan datang hantu yang jahat membawa Bulan ke langit. Di sana sangat gelap. Mau?" aku kembali menakuti anak kecil itu.
Bulan mengangguk dengan ketakutan. setelah itu mereka kembali bermain.
Leganya... aku bisa santai duduk sambil main ponselku.
Tapi tiba-tiba...
"Ibu, Bulan pup di celana..!" teriak Tara sambil menutup hidung.." aku lihat anak itu mendekap perutnya dengan wajah ketakutan.
"Iih, joroknya kamu. Emang ibumu tidak mengajarimu?" bentak ku dengan jijik.
Bulan hanya bisa menangis.
Walau enggan, terpaksa aku bersihkan kotorannya sambil terus mengomel. tak lupa beberapa warna ungu kembali mendarat di pahanya. aku sama sekali tidak iba mendengar tangisnya. Siapa suruh dia jadi anaknya mas Sigit? Dia punya orang tua yang lengkap, tidak seperti Tara putriku.
Hari yang melelahkan karena harus menahan emosi kepada Bulan dan kenakalan Tara.
Tiba saatnya mas Sigit pulang.
Aku segera mengganti bajunya dengan yang bersih. Lalu ku paksa dia makan. jangan sampai mas Sigit tau anaknya kelaparan. posisi ku bisa terancam menjadi calon istrinya.
"Bulan, Tara... Lihat ayah bawa apa?" Mas Sigit begitu gembira membawa se tas mainan. Tara dan Bulan pun bersuka cita. Bulan lupa dengan sakit di tubuhnya.
Aku lega, Mas Sigit percaya seratus persen kepadaku.
"Aku heran, kenapa dia tidak mengingat May sama sekali?" gumam mas Sigit.
"Bulan bahagia bersama kita. karena itu dia lupa pada ibunya. Atau bahkan May tidak mengurusnya dengan baik. Makanya Bulan lebih betah disini " jelas ku panjang lebar. tapi sial. Bukan mendengar celotehan ku yang sampai mulut berbusa, dia malah asik mengobrol dengan Bulan dan Tara. padahal aku sedang berusaha menjatuhkan May, di depannya.
"Ayah berangkat dulu, ya . Baik-baik di rumah." pesannya kepada Bulan.
Seperti kemarin. aku hanya mengawasi mereka saja tanpa menghiraukan kebutuhannya. tiba-tiba ada telpon dari keluargaku. Katanya ibuku sakit.
Otomatis aku jadi panik. dengan segera ku cari ibu mertua.
"Bu, ada telpon dari keluargaku. Katanya ibuku sakit. Aku harus pergi. Bisa tolong jaga Bulan?"
"Kau ini merepotkan saja. Itu kan tugasmu dari Digit." omelnya seperti biasa. aku tidak perduli.
"Bisa, ya Bu. Tara akan ikut denganku. jadi ibu tidak usah kerepotan."
"Ya sudah, pergi sana..!"
Dengan tergesa aku meninggalkan rumah mertuaku.
Sepeninggalku..
"Huh, ada-ada saja. Masa aku harus menjaga anaknya May?"
Dia melihat Bulan sedang bermain sendiri.
"Dia asik bermain. Sepertinya tidak apa-apa aku tinggal di warung.." pikirnya.
Karena asik melayani pembeli. Dia lupa kalau punya tanggung jawab menjaga Bulan.
Hari sudah sore saat dia ingat ada cucunya.
Saat kembali dia melihat anak itu meringkuk sendiri di pojokan kamar sambil merintih.
"Astaga kenapa dia?" saat di rabanya kening Bulan, panasnya tinggi.
"Kenapa, Bu?" suaminya datang dan bertanya
"Tidak apa-apa, biasa anak kecil. tolong belikan obat panas di warung sebelah."
Dengan segera suami ya membeli obat warung.
Semakin sore, kondisi Bulan tidak kunjung membaik. Tapi Bu Karti dan suaminya masih tenang saja. Mereka anggap hal itu hal biasa.
"Bu, ini Sigit menelpon pekerjaan mendadak ke suatu tempat. Jadi dia tidak pulang malam ini."
"Rani juga menginap di tempat ibunya. Lalu siapa yang nanti membantu menjaga Bulan?"
Dia jengkel sendiri.
Padahal bibir Bulan sudah membiru. Panasnya semakin tinggi.
Komen ya men temen...🙏
"