NovelToon NovelToon
Pernikahan Kedua

Pernikahan Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Healing
Popularitas:63.4k
Nilai: 5
Nama Author: Annisa sitepu

Pernikahan pertama yang hancur akibat orang ketiga membuat Adel terluka hingga memutuskan menutup hati. Ditambah ia yang belum bisa memberikan keturunan membuat semuanya semakin menyedihkan.

Namun, takdir hanya Tuhan yang tahu. Empat tahun berjibaku dengan bisnis yang ia mulai untuk melupakan kesedihan, Adel malah bertemu anak laki-laki tanpa kasih sayang seorang ibu.

Dari sana, di mulai lah kehidupan Adel, Selatan dan Elang. Bisakah mereka saling mengobati luka atau malah menambah luka pada masing-masing hati. Terungkap juga kisah masa lalu menyedihkan Adel yang hidup di panti asuhan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annisa sitepu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Pertama

Tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Bisnis Adel mulai merambah kemana saja, baik dalam sektor makanan mau pun perhotelan. Dia juga sengaja tidak membuat cabang cafenya dan hanya fokus membuat beberapa bisnis baru, hal itu ia lakukan karena ingin keaslian cake yang ia buat tetap ada di tempat lama.

Tentang Melati dan Bondan. Keduanya memutuskan menikah 2 tahun yang lalu, tepatnya ketika umur mereka sudah mencapai 25 untuk Melati dan 26 untuk Bondan. Awalnya Adel, bibi Inah dan mang Ujang terkejut ketika mendengar rencana pernikahan mereka, ketiganya bahkan tidak tahu bahwa selama ini Melati dan Bondan saling memendam rasa, jodoh memang tidak pernah ada yang tahu. Kau tidak bisa merencanakan pada siapa kau akan menikah.

Meskipun demikian, keduanya tetap setia pada Café, bedanya jabatan mereka sudah naik tingkah menjadi manajer serta kepala staf. Sedangkan bibi Inah dan mang Ujang bertugas menjaga rumah mereka. Semuanya berjalan dengan lancar hingga hari ini.

Dan tentang rumah. Adel memutuskan pindah ke kafe yang kini semakin diperluas olehnya. Sedangkan keempat orang tersebut tetap tinggal di rumah lama mereka, alasannya karena mereka sudah sangat nyaman berada di sana.

"Kak, ada orang ingin bertemu dengan mu." Suara Melati menyadarkan Adel dari lamunannya. Entah mengapa akhir-akhir ini ia sering kali melamun. Tidak tahu apa yang sedang mengganjal hatinya, membuat Melati dan yang lainnya cemas.

"Biarkan mereka masuk."

"Baik, Kak."

Setelah itu, ada enam orang yang masuk ke dalam ruang kerja Adel yang terletak di lantai 3 kafenya. Ada dua bagian yang sengaja Adel buat satu tahun yang lalu. Lantai 1 digunakan untuk para anak sekolah dan mahasiswa, tidak hanya ada wifi. Kafe juga memutuskan membuat perpustakaan kecil yang dikelilingi tembok kaca dengan ornamen yang menggemaskan, membuat banyak siswa maupun mahasiswa tertarik masuk ke dalam. Sedangkan lantai dua, Adel membuatnya khusus untuk para pekerja yang ingin melakukan meeting dengan rekan bisnis dalam nuansa yang tenang.

"Lama tidak bertemu, tuan-tuan." Adel mengenal keenam orang tersebut. Mereka adalah orang yang menolak meminjamkan uang padanya ketika ia membutuhkannya di masa lalu.

"Apa kabar Nona Adel?" tanya perwakilan.

"Seperti yang anda lihat, saya baik-baik saja, begitu juga dengan kafe yang saya bangun." Ada sedikit sindiran di setiap kata yang Adel ucapkan. Bukan karena ia dendam, tidak Adel tidak pernah dendam pada mereka.

"Kami merasa sangat menyesal karena sudah menolak ajakan kerja sama yang anda usulkan empat tahun yang lalu, Nona. Siapa yang tahu bahwa kafe ini kini berkembang pesat."

Mereka benar-benar menyesal. Seharusnya mereka tidak mendengarkan kata-kata Sifa, tapi semuanya sudah terjadi. Penyesalan pun tidak lagi berguna. Jadi, karena sepertinya Adel tidak membenci mereka, maka tidak ada salahnya menjalin kerja sama.

"Semua sudah berlalu, Tuan. Jadi kita tidak perlu membahas masa lalu."

"Ya, anda benar, Nona. Apakah anda tidak berniat membuka cabang kafe ini?"

"Tidak, aku hanya ingin kafe ini tetap satu. Ada banyak kenangan indah mulai dari merencanakannya hingga sekarang kafe ini berdiri. Jadi, cukup di sini saja, aku tidak ingin membuatnya ditempat lain."

Kenangan tentang dirinya serta bi Inah, mang Ujang, Melati dan Bondan membuat Adel tidak ingin membuka cabang lain. Baginya, Adelia Café hanya boleh ada satu.

"Sayang sekali kalau begitu, Nona. Kami bisa melihat bagaimana berkembangnya kafe ini, jika anda membuka cabang mungkin keuntungan anda akan semakin banyak."

Adel tertawa mendengarnya. "Apa yang membuat anda semua ingin bertemu dengan ku, Tuan?" Tahu bahwa keenam pria tersebut memiliki niat lain. Maka Adel secara langsung bertanya.

"Kami berencana mengajak anda bekerja sama, Nona. Kami tertarik dengan kafe anda."

Karena Adel sudah mengetahui rencana mereka. Maka mereka dengan cepat menyampaikan niat kedatangan hari ini.

"Sayang sekali aku tidak berminat membuka cabang dari kafe ini, Tuan."

"Apa anda yakin, Nona? Keuntungan yang di dapat dari pembukaan cabang baru sangat menguntungkan. Anda bahkan tidak perlu bekerja setelah menyepakati kerja sama kita."

"Tidak, aku tidak berminat membukanya. Tapi jika anda ingin bekerja sama, mungkin aku bisa mengarahkan ke sektor lain. Kebetulan aku juga membuka bisnis perhotelan di daerah Bali dan lokasinya tepat di pinggir pantai. Pembangunan akan selesai bulan depan, kalau anda semua tertarik, maka mari kita bekerja sama."

Di dunia ini, tidak ada musuh abadi dan teman abadi. Hanya ada kepentingan abadi, jadi Adel tidak akan memasukan penolakan keenam pria tersebut ke dalam hatinya. Jika memang bisa mendatangkan manfaat, maka Adel pasti akan melakukannya.

Mendengar bisnis baru Adel dan lokasi penempatannya, membuat keenam pria yang awalnya patah hati karena ditolak akhirnya bisa tersenyum bahagia. Hotel juga sangat menguntungkan, apalagi jika di bangun dekat tempat wisata. Keuntungan sudah pasti dapat diprediksi.

"Jika kalian memang tertarik, maka kita bisa mulai bekerja sama. Kebetulan aku membutuhkan penanam modal untuk menarik pelanggan." Tidak mungkin selamanya Adel mengandalkan pinjaman pada pihak Bank. Penanam modal jauh lebih baik dari meminjam.

"Baiklah, kami bersedia. Katakan saja kapan kita bisa mendiskusikan kerja sama kita secara formal." Mereka merasa sangat senang karena Adel sama sekali tidak membenci penolakan mereka di masa lalu. Bahkan sekarang menawarkan bisnis yang lebih menggiurkan.

"Tentu, aku akan menghubungi salah satu dari anda untuk memberitahu kapan itu terjadi."

"Sepakat. Senang bekerja sama dengan anda, kami tidak akan mengecewakan anda, Nona."

"Terima kasih."

Setelah pembicaraan selesai. Keenam pria tersebut pergi meninggalkan Adel sendirian. Saat keluar wajah mereka terlihat bahagia dan mengandung rasa kagum akan kehebatan Adel yang mahir berbisnis.

Melihat rekan bisnisnya di masa depan telah pergi. Adel menyandarkan punggungnya ke kursi kebesarannya lalu menatap langit-langit sendu. Lagi-lagi ia merindukan pria itu, pria yang sudah membuangnya demi wanita lain. Hidupnya terasa hampa sekarang, ingin membuka hati pada pria lain tapi rasa trauma membuatnya gagal.

"Kenapa aku masih saja mengingat pria itu?" Meskipun sudah yakin dirinya berhasil move on dari sang mantan suami, tapi terkadang kenangan indah yang pernah mereka lalui sebelum ada Sifa beberapa kali datang menghampiri.

Andai Adel bisa memilih. Sudah pasti ia ingin hidup normal seperti kebanyakan orang, mungkin menikah dengan seorang pria, untuk mengobati luka di hatinya. Ia mendambakan hidup bahagia bersama anak-anaknya serta suami yang selalu mencintainya.

Dia tidak mandul, dua tahun yang lalu ia sudah memeriksa kondisinya. Dan hasilnya mengatakan bahwa ia tidak mandul, sedangkan alasan kenapa ia tidak hamil juga, Adel tidak bisa memastikan dengan jelas apa alasannya karena ia dan Raihan sudah bercerai.

"Sial! Aku bahkan lupa bertanya apa alasan mereka menolak ku di masa lalu." Karena terlalu larut dalam kegagalannya move on. Adel sampai lupa bertanya alasan mereka dulu.

Malam hari, selepas pertemuan bisnis dengan keenam pria yang beberapa hari lalu menemuinya. Adel memutuskan singgah di sebuah super market membeli bahan makanan sebelum pulang. Kafe sudah tutup beberapa jam yang lalu karena setiap hari jumat kafe biasanya buka hanya sampai pukul 6 sore.

Ketika di perjalanan menuju rumahnya yang ada di kafe, tiba-tiba saja Adel menghentikan mobilnya setelah melihat sekelompok anak muda memukuli satu orang seusia mereka hingga jatuh ke jalanan. Melihat adegan mengerikan seperti itu, Adel memutuskan membantu, ia tidak ingin menyesali perbuatannya dengan membiarkan anak tersebut mati.

Membunyikan sirena polisi yang sengaja ia pasang di mobil sebagai jaga-jaga ternyata memberikan efek yang luar biasa. Kelompok tersebut meninggalkan sang korban yang terbaring tidak berdaya di atas kasarnya jalanan aspal.

Setelah memastikan tidak ada lagi yang tersisa. Adel memutuskan menghampiri anak laki-laki tersebut. Ketika mendekati, ia dapat menganalisa bahwa anak tersebut berusia 16 tahun dan sepertinya baru masuk SMA. Wajahnya babak belur, ada bekas pukulan di mana-mana, namun sekali lagi. Adel melihat bahwa anak tersebut tampan.

"Apa kau baik-baik saja?" Adel berjongkok di sebelah anak tersebut.

"Kenapa kau membantu ku? Seharusnya kau membiarkan mereka membunuh ku." Tatapannya cukup tajam, membuat Adel merasa kesal dengan perlakukan anak laki-laki tersebut setelah ia membantunya tadi.

"Apa yang membuat mu sangat ingin mati? Apa kau pikir mati itu menyenangkan dan masalah yang kau hadapi akan terselesaikan?" Ini bukan pertama kalinya Adel perduli pada orang asing. Bahkan ia merasa anak laki-laki yang ada di hadapannya memiliki segudang masalah.

"Bukan urusan mu, dan jangan menasehati ku!" Dengan susah payah, ia mulai bangun dari posisi berbaring ke posisi duduk lalu berdiri. Anehnya, Adel mengikuti setiap langkah yang dibuat anak laki-laki tersebut.

"Kau harus ke rumah sakit."

"Jangan pedulikan aku!!!" Pemuda tersebut mulai membentak Adel. Tapi sekali lagi, Adel tidak merasa tersinggung sama sekali. Ini sangat aneh, dan kali pertama dalam hidupnya ia tidak sakit hati di bentak oleh orang lain.

"Mari kita ke rumah sakit dulu. Luka mu butuh perawatan."

Langkah kaki pemuda tersebut terhenti, ia membalikan tubuhnya lalu menatap Adel dengan mata kosongnya. Seketika, Adel tahu bahwa orang yang ada di hadapannya memiliki banyak masalah dan tidak ada satu orang pun yang bersedia mendengarkan keluhannya.

"Biarkan aku mati!!! Kenapa kau harus ikut campur dalam urusan ku?" Ia semakin histeris ketika melihat ekspresi tenang Adel.

"Jika kau ingin, maka kau bisa mati. Tapi sebelum itu, apakah kau yakin sudah siap mati? Apakah kau yakin Tuhan tidak menghukum mu karena memilih pergi tanpa menyelesaikan masalah mu?"

"Apa hak mu menceramahi ku?!"

Melihat bahwa pemuda tersebut sudah tidak lagi bisa dikendalikan. Tanpa membuang-buang waktu Adel berlari ke arah anak laki-laki itu lalu memberikan pelukan padanya. Seketika, tubuh tegapnya luruh dan ia mulai melawan namun tidak dengan cara yang kasar. Seolah-olah pelukan ini adalah hal yang sudah lama ia rindukan.

"Menangislah. Kau tahu, aku juga sedang ada masalah, dan aku malu ingin bercerita pada keluarga ku. Tapi aku tidak keberatan jika kau menjadikan ku teman cerita."

Tangisnya semakin kencang, ia bahkan membalas pelukan tersebut. Di tengah dinginnya malam, ia merasa sangat hangat, tidak pernah sekali pun ia merasakan pelukan sehangat ini dan kini perasaan hampa serta ingin dipeluk oleh seseorang yang tidak ada di sisinya sejak kecil telah ia dapatkan dari orang asing yang sudah ia bentak.

Karena tinggi mereka tidak sama, maka pemuda tersebut harus menundukkan kepalanya agar bisa bersandar di bahu Adel. Sedangkan Adel, ia mulai memberikan usapan di punggung sebagai penenang.

Mereka seperti saling memahami dalam diam, entah kenapa tiba-tiba Adel merasa hangat dan anak yang selama ini ia tunggu-tunggu kehadirannya bisa ia dapatkan dari sosok pemuda yang baru pertama kali ia temu. Bukankah ini sangat aneh dan membingungkan, tapi Adel tidak berusaha memikirkannya, tugasnya hanya membantu sesama manusia, tidak membedakan jenis kelamin.

Setengah jam menangis dalam pelukan wanita asing. Pemuda tersebut melepas pelukan dan tertunduk malu, beberapa kali ia dengan kasar menghapus air mata yang ada di pipi, membuat Adel tersenyum geli lalu membantunya mengusap air mata yang tersisa dengan lembut. Mereka seperti ibu dan anak yang akur.

"Mau ke rumah sakit sebelum pulang?" Karena kondisinya tidak baik, dan Adel yakin besok pemuda tersebut akan demam setelah melihat banyak luka di tubuh, ia memutuskan menawarkan diri untuk mengantar ke rumah sakit lalu pulang. Pasti orang tuanya sedang mengkhawatirkan dan menunggu kepulangannya.

"Aku tidak ingin pulang," ucapnya cepat.

"Lalu kita bisa ke rumah sakit."

"Tidak, jika aku ke rumah sakit maka papa akan tahu bahwa aku terluka. Aku tidak ingin hal itu terjadi."

Adel jadi bingung. Walau ia penasaran tentang masalah pemuda tesebut, tapi tetap saja. Ia tidak ingin mengoreknya karena bukan haknya, dan itu bisa membuatnya tidak nyaman.

"Baiklah, bagaimana jika ikut dengan ku. Kebetulan rumah ku dekat dari sini. Atau kau bisa mengatakan rumah teman mu agar aku bisa mengantar mu."

"Kenapa kau begitu baik pada ku? Bukankah aku sudah membentak mu? Aku bahkan mengotori pakaian mu dengan darah serta air mata ku." Melihat pakaian Adel yang basah serta ada noda darah, pemuda tersebut menjadi bersalah padanya.

"Ini kelemahan ku. Aku tidak bisa melihat orang terluka, jadi anggap saja aku orang baik yang kebetulan lewat, dan masalah pakaian. Aku tidak pernah keberatan."

Seumur hidupnya, ia belum pernah bertemu orang sebaik wanita asing yang ada di hadapannya. Tidak hanya baik, dia bahkan memberikannya pelukan sebagai penenang di kala ia berada di titik terendahnya.

"Jadi, apakah kau ingin pulang bersama ku atau menginap di rumah temanmu? Walau pun aku menyarankan mu untuk pulang dan menyelesaikan masalah dengan orang tua mu, tapi karena kau sedang tidak dalam kondisi baik, maka dengan baik hati aku menawarkan bantuan."

Rasa kagum pemuda tersebut pada Adel semakin tinggi. Ia bisa melihat sosok ibu dari Adel, tiba-tiba saja ia ingin memiliki ibu secantik dan sebaik Adel.

"Andai saja aku bisa memiliki ibu seperti dia. Pasti hidup ku tidak hancur seperti ini," batin pemuda tersebut.

Adel masih menatap pemuda tersebut, menunggu jawaban darinya.

"Apakah tidak merepotkan jika aku menginap? Untuk teman, aku masih tidak tahu mana yang tulus pada ku dan mana yang hanya mengambil manfaat dari ku." Malam ini, ia baru menyadari satu hal bahwa orang yang ia anggap teman ternyata menusuknya dari belakang. Dan ia tidak ingin mempercayai mereka lagi.

"Tidak masalah. Jika aku sudah menawarkan maka aku tidak merasa keberatan. Jadi, sekarang ayo ikut aku."

"Baik, terima kasih."

"Sama-sama."

Kedua orang tersebut langsung masuk ke dalam mobil. Dan pergi menuju kafe milik Adel yang tidak jauh dari tempat kejadian. Sesampainya di kafe, pemuda tersebut terkejut ketika mengetahui bahwa wanita yang sudah membantunya tinggal di dekat sekolahnya.

"Anda pemilik kafe ini?"

"Ya, kau pernah ke sini?"

"Tidak, hanya melihat dari kejauhan. Tapi teman-teman ku suka membicarakan tempat ini."

"Maka kau harus mencobanya setelah memiliki teman yang bisa kau percayai. Aku yakin kau tidak akan menyesal."

"Baik."

Adel tersenyum ketika melihat pemuda tersebut sangat patuh. Ia membawanya ke lantai tiga, kebetulan di kafe tersebut ada beberapa karyawan yang merupakan mahasiswa di dekat kafe tinggal bersamanya. Mereka pekerja paruh waktu, dan Adel tidak pernah meminta uang kos, baginya membantu mereka yang sedang melanjutkan kuliah dengan keterbatasan dana sangat membanggakan untuknya.

"Tunggu di sini sebentar. Kebetulan ada beberapa pelayan laki-laki tinggal di lantai ini, mungkin pakaian mereka bisa kau gunakan." Tanpa menunggu jawaban. Adel pergi ke kamar salah satu anggotanya yang tidak jauh dari ruang kerjanya.

Mengetuk pintu beberapa kali, akhirnya pintu terbuka dengan memperlihatkan wajah mengantuk. Membuat Adel merasa tidak enak karena sudah menganggu mereka.

"Maaf karena aku mengganggu istirahat kalian. Tapi aku tidak memiliki pilihan, apakah diantara kalian bisa memberikan satu kaos longgar dan celana untuk pemuda yang ada di sana?" Adel menunjukan tangannya kearah pemuda yang sedang menundukan kepalanya.

"Tidak apa-apa, Kak. Siapa pemuda itu?"

"Aku tidak tahu, tapi saat aku pulang dia sedang di pukuli oleh teman-temannya. Jadi aku membawanya ke sini untuk tinggal malam ini, jadi. Bisakah kalian meminjamkan pakaian untuknya?"

"Tentu, tunggu sebentar, Kak."

Kebetulan ada pria yang sama tingginya dengan pemuda yang Adel bantu, walau tubuhnya lebih besar dari pemuda tersebut. Tapi itu sudah sangat membantu.

"Ini, Kak." Pria berusia 20 tahun tersebut memberikan satu pasang pakaian lengkap pada Adel.

"Terima kasih, aku akan menggantinya besok."

"Tidak perlu, Kak. Aku iklas membantunya, jika ada yang Kakak butuhkan maka jangan sungkan-sungkan memberitahu kami."

"Baiklah."

Setelah berbasa-basi sebentar. Adel pergi menuju pemuda yang sedang menunggunya, lalu ia membawanya masuk ke dalam kamarnya, bukan maksud mengizinkan orang lain masuk, hanya saja. Mereka tidak memiliki kamar kosong lagi, Adel juga tidak enak jika membiarkan pemuda tersebut mengganggu waktu istirahat anggotanya.

"Bersihkan diri mu dan ganti pakaian dengan ini. Aku akan membuatkan makan malam untuk mu, pasti kau sedang lapar."

"Baik."

Adel pergi menuju dapur yang sengaja di buat di lantai 3 sambil membawa bekal makanan yang sudah ia beli sebelum pulang tadi. Pemuda yang di tinggal juga melakukan perintah Adel, ia tidak mandi, hanya mengelap tubuh lalu mengganti pakaiannya yang telah robek dan penuh darah.

Di dapur. Adel sengaja membuat sup daging sapi yang ada di lemari pendingin, di campur dengan sayuran wartel dan kentang serta memanaskan nasi, lalu membuatkan satu gelas susu kental manis agar pemuda tersebut mendapatkan kekuatannya lagi besok.

"Kenapa tiba-tiba aku merasa seperti seorang ibu yang posesif." Adel menertawakan dirinya. Usianya sudah menginjak 30 tahun, belum pernah melahirkan seorang anak. Dan sekarang tiba-tiba ia menjadi sangat antusias dengan pemuda yang baru saja ia bantu. "Baiklah, anggap saja ini karena keinginan memiliki anak tidak kunjung terjadi."

Setelah selesai menyiapkan makan malam. Adel membawa makanan tersebut dengan nampan ke dalam kamarnya, di sana ia sudah melihat pemuda yang dipenuhi luka sedang menunggunya. Wajahnya sudah cukup baik.

"Apa kau memiliki alergi pada daging dan susu?"

"Tidak."

"Bagus, ayo makan. Karena tubuh mu lemah, jadi aku sengaja membuatkan sup, dan jangan lupa minum susu. Meskipun terdengar seperti anak-anak, tapi susu sangat penting untuk pertumbuhan apalagi kau masih muda."

"Terima kasih." Hampir saja air matanya menetes ketika mendengar setiap perkataan Adel. Orang asing yang baru ia temui sangat baik padanya, bahkan ia semakin ingin memiliki seorang ibu sekarang.

Awalnya ia tidak terlalu lapar, tapi setelah mencium aroma masakan milik Adel, tiba-tiba saja perutnya bergemuruh, hal itu membuatnya malu. Dan Adel tidak berusaha menertawakannya, ia hanya menonton dari samping ketika pemuda tersebut makan dengan sangat lahap, seolah-olah dia tidak makan selama beberapa hari.

Melihat piring sudah bersih, dan susu juga telah di minum sampai habis. Ada kepuasan tersendiri untuk Adel, ia juga memutuskan bertanya siapa nama pemuda tersebut.

"Siap nama mu?"

"Selatan Aldebara Sanjaya, lalu siapa nama anda?"

"Nama yang bagus. Nama ku Putri Adelia Azahra. Oh ya, apa tidak apa-apa jika kau menginap? Tiba-tiba aku merasa tidak enak pada orang tua mu. Mungkin saja mereka sedang menunggu kepulangan mu."

Kata-kata 'orang tua' membuat Selatan atau yang biasa di panggil Ata menjadi sedih. Dia tidak memiliki orang tua yang lengkap, hanya memiliki seorang ayah yang super sibuk. Hampir tidak pernah ada di rumah, mereka jarang bertemu. Ia tinggal bersama para pelayan.

"Tidak, aku sudah memberitahu mereka bahwa malam ini aku menginap di rumah teman ku. Jadi mereka tidak akan mencari ku."

"Apa tidak sebaiknya kau mengatakan kondisi mu?" Walau Adel merasa ia sangat cerewet karena sudah bertanya beberapa kali. Tapi tetap saja, ia merasa tidak enak pada orang tua Ata.

"Tidak perlu, aku sudah dewasa dan mereka juga tidak akan mengkhawatirkan ku. Jadi ku mohon, jangan katakan pada mereka atau mencoba menghubungi mereka." Selatan tidak ingin papanya tahu kondisinya. Dan dia juga belum berniat menceritakan tentang kondisi keluarganya yang hanya memiliki ayah tanpa adanya ibu di rumah.

"Baiklah, sekarang biarkan aku mengobati luka mu. Kemungkinan besok kau pasti akan demam, tapi aku sudah menyiapkan beberapa obat pereda panas. Jadi kau bisa meminumnya jika merasa tidak enak."

"Kau harus kuat, jangan menangis," batin Selatan saat melihat betapa baiknya Adel padanya. "Baik, terima kasih," ucapnya dengan bahagia.

"Tidak perlu berterima kasih. Kita semua sama, dan tidak ada salahnya saling membantu."

Setelah itu, Adel mulai mengobati luka di wajah Ata serta di punggungnya. Walau Selatan sedikit tidak nyaman karena ini pertama kalinya tubuhnya di lihat oleh orang asing, namun ia juga merasa nyaman dengan perhatian Adel.

Selesai mengobati luka. Adel meminta Selatan tidur, sedangkan ia memilih tidur di sofa sambil mengawasi kondisi pemuda tersebut kalau-kalau demamnya kambuh saat tengah malam. Lagi-lagi Adel merasa aneh pada dirinya yang begitu perhatian dengan orang asing.

Dan benar saja, tubuh Selatan mulai menggigil kedinginan sedangkan suhu tubuhnya panas di tengah malam. Adel terpaksa begadang, ia memberikan kompres air hangat di kening Selatan. Merawatnya layaknya anak sendiri.

1
Rapika Manurung
ee babi updatlah kontolmu bapak kaulah anjeng kau
Yeni Astriani
kpn up lagi thor seruuuu nich ceritanya
Lembayung Senja
blom up lg kak
Ani
semoga Adel memang masih memiliki keluarga yang utuh..
Mira Rista
mantep siiiip, lanjut semangat
Fitria Syafei
kk kereeen 😘 keren 😘 kereeen 😘
Reni Anjarwani
doubel up thor
Rapika Manurung
ee manusia babi 🐷🐷🐷🐷🐷
Fitria Syafei
semoga mereka bersatu kepada ya KK, Wisnu dan Diva 🤲 KK terimakasih 😘😘
Elin Lina
Yaaahhh..,, giliran up cuman 1 thoooorrr.., double up sh.. 🤣🤣
Reni Anjarwani
doubel up thor
Lembayung Senja
lanjut
Reni Anjarwani
doubel up thor
Lembayung Senja
double up kak...upnya tiap hr
Mochika mochika
luar biasa
Fitria Syafei
kk kereeen 😘😘😘
Lembayung Senja
lanjut...double up
Al Ranai
ditunggu up nya kakk
Fitria Syafei
semoga mereka menjadi keluarga sungguhan ya KK 🤲 KK kereeen 😘😘
Eemlaspanohan Ohan
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!