Niat hati ingin merayakan ulangtahun bersama kekasihnya yang baru kembali dari luar negeri, Alice malah memergokinya sedang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Alice yang kecewa memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan berniat balas dendam pada kekasihnya itu.
Tanpa sengaja, Alice dipertemukan dengan Arthur CEO di tempat kerjanya yang baru yang ternyata adalah sepupu jauhnya.
Alice terpaksa meminta bantuan Arthur dengan satu syarat, Alice harus mau menjadi wanitanya.
Akankah Alice menyetujui permintaan gila Arthur demi membalas dendam pada mantan kekasihnya? Ataukah malah terjerat dengan pesona Arthur?
Usahakan jangan nabung bab ya... terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 23
“Kenapa lo diem? Jawab gue, Kay! Berapa harga tubuh lo, gue siap—”
Belum selesai Kenan bicara, satu tamparan keras sudah mendarat di pipi kanannya. Membuat pria itu reflek melengos ke samping dan menyentuh pipinya yang terasa panas.
“Jaga mulut lo, Ken! Gue nggak nyangka lo bisa bilang gini sama gue!” Kayla tanpa sadar menitihkan air matanya. Memang benar Kayla membutuhkan uang dan hampir saja menjual dirinya pada om-om botak di klub semalam. Tapi bukan berarti Kenan bisa berbicara seenak jidatnya sendiri seperti ini padanya.
“Gue pikir lo beda dari cowok-cowok lain yang ada di luar sana, tapi ternyata lo sama brengseknya seperti mereka, Ken.” Kayla mengatur nafasnya yang menggebu menahan emosi sejak tadi.
“Thanks buat semuanya. Setelah ini nggak usah temui gue lagi. Anggap kita nggak saling kenal,” ucap Kayla berjalan begitu saja melewati Kenan yang saat ini masih terdiam mematung melihat kepergiannya.
Sadar Kayla sudah tak terlihat lagi dari pandangannya, Kenan buru-buru mengejarnya. Menyesal karena sudah bicara kasar seperti itu.
“Sorry, Kay. Gue nggak bermaksud buat lo kek gini.” Kevin mengusap wajahnya frustasi.
*****
“Dimana Erick sialan itu. Kenapa dia tidak terlihat beberapa hari ini?” tanya Arthur pada Leon saat mobil yang mereka kendarai sudah memasuki halaman gedung perusahaan.
“Dia bilang ingin mengambil cuti beberapa hari. Tapi aku lupa bertanya padanya mau sampai kapan. Dari yang aku dengar, kedua orang tua Erick meminta dirinya untuk segera menikah dengan gadis pilihan keluarganya.” jelas Leon.
Pria itu lalu menuju ke basement untuk memarkirkan mobilnya.
“What? Menikah?” Arthu menganga tak percaya mendengar ucapan Leon. Baru kemarin malam Mark mengatakan padanya, kalau tidak ingin menikah dan sampai kapanpun tidak akan pernah menikah. “Kamu sedang tidak bercanda ‘kan?,” tanyanya masih penasaran.
Karena tidak mungkin Erick akan menerima keputusan sepihak itu begitu saja. Apalagi dia adalah tipe pria keras kepala yang selalu seenaknya saja dan tidak mau mendengar nasehat orang lain.
“Lihat wajahku, Ar. Apa aku terlihat sedang bercanda denganmu?” Leon menunjuk wajahnya sendiri. Menatap malas ke arah Arthur, sahabat sekaligus atasannya itu. “Sudahlah tidak perlu terlalu dipikirkan. Sebaiknya kalian segera turun. Aku akan menyusul nanti. Karena ada sesuatu yang harus aku urus.”
“Aku hanya khawatir padanya," kata Arthur.
“Kamu pikir aku tidak khawatir padanya?”
Arthur mendengus kesal. “Baiklah. Jangan lupa bawakan berkas yang sudah aku minta padamu waktu itu,” ucap Arthur dan diangguki oleh Leon.
Tatapan matanya kini tertuju tertuju pada Alice yang sejak tadi hanya diam. Tidak berisik seperti biasanya yang selalu menanyakan tentang ini dan juga itu.
“Aku turun disini saja, terima kasih atas tumpangannya,” ucap Alice seraya merapikan rok pendeknya. “Oh iya, koper dan barang-barangku yang masih berada di apartemenmu, akan ku ambil nanti setelah pulang kerja.” gadis itu membuka pintu mobil tanpa mengatakan apapun lagi pada Arthur.
Tentu saja sikap dingin Alice yang tiba-tiba seperti itu membuat Arthur bingung. Entah kesalahan apa yang sudah ia perbuat sampai-sampai Alice mendiamkannya.
“Aku belum menyuruhmu untuk turun!” Arthur merengkuh pinggang Alice, menariknya hingga gadis itu duduk di pangkuannya.
“Lepaskan aku, Ar! Aku bisa terlambat masuk.” Alice mencoba melepaskan pelukan Arthur. Namun semakin ia memberontak, Arthur semakin erat memeluknya.
“Apa kamu marah padaku?” tanya Arthur. Berbisik lirih tepat di samping telinga Alice lalu dengan berani menggigitnya kecil.
Membuat tubuh wanita itu meremang dan berkeringat dingin. Jantung Alice juga berdebar tak karuan seakan ingin melompat keluar dari tempatnya.
Alice tak bergeming. Entah apa yang harus ia lakukan saat berada di posisi yang begitu intim. Duduk di pangkuan atasannya sendiri.
Sedangkan Leon, hanya bisa mengumpat melihat Arthur yang kembali memperlihatkan kemesraan keduanya. Sama seperti tadi pagi saat ia memergoki mereka.
“Leon, berikan aku gunting,” pinta Arthur.
“Gunting? Untuk apa kamu meminta gunting?” tanya Leon dengan heran. “Kamu tidak berniat untuk mencukur bulu rambutmu di dalam mobil ‘kan, Ar?” ceplos Leon yang langsung menutup mulutnya, karena mendapat tatapan tajam dari sahabatnya itu.
“Ayolah, Ar. Aku hanya bercanda kenapa kamu menatapku seperti itu.” Leon mengambil apa yang Arthur minta dan memberikannnya.
Karena sahabatnya itu terlihat tidak sabaran.
“Aku memintamu untuk memberikanku gunting. Bukan pisau, bodoh!” seru Arthur, langsung membuang kebawah pisau tajam pemberian Leon. Lalu ia injak menggunakan kakinya.
“Lalu apa bedanya? Sama-sama benda tajam. Jadi pakai saja yang ada.”
“Bagaimana kalau wanitaku terluka, apa kamu mau bertanggung jawab, hah?!” teriak Arthur yang tak mau jika akibat perbuatannya nanti membuat Alice tergores, walau hanya secuil kuku.
“Apa kamu bilang? Wanita mu?” pekik Leon tak percaya.
Sejak kapan sahabatnya itu memiliki Wanita? Apakah wanita yang berada di pangkuannya saat ini yang di maksud oleh Arthur?
Arthur merobek rok span pendek berwarna hitam yang dipakai oleh Alice sampai hampir memperlihatkan belahan pahanya yang mulus nan putih itu.
“Lain kali jangan memakai rok kurang bahan seperti ini saat berada di kantor. Apa kamu tidak punya celana, hah?!” ucapnya seraya memperlihatkan raut wajah dinginnya. “Penampilanmu yang seperti ini membuat burung elang ku bangkit, Alice.” batinnya.
Padahal rok yang dipakai Alice cukup sopan karena panjangnya dibawah lutut. Tapi, Arthur menganggapnya berbeda. Ia hanya tidak suka melihat Alice memakainya.
“Mulai besok ubah peraturannya, Leon! Karyawan wanita dilarang memakai rok kurang bahan saat berada di kantor!” perintah Arthur tanpa mau di ganggu gugat.
“Tapi dimana-mana pakaian kerja memang begitu dan--”
Belum selesai Alice bicara, Arthur sudah lebih dulu membungkam bibir Alice. Agar gadis itu diam dan tak lagi protes dengan keputusannya.
Hanya sebuah ciuman kilat dengan kedua bibir yang saling menempel, tidak lebih dari itu.
“Apa dia benar-benar Arthur yang kukenal selama ini? Pria dingin dan ketus yang membenci wanita?” batin Leon tak percaya kalau Arthur bisa posesif pada seorang perempuan.
“Morning kiss, Alice,” ucap Arthur dengan nada sedikit manja. Reflek membuat Alice shock melihat perubahan sikapnya yang seperti anak kecil.
“Ha ha ha…” tawa Leon pecah, bahkan hampir saja ia tersedak air liurnya sendiri melihat tingkah Arthur. Pria yang selalu dingin dan anti wanita kini akhirnya menemukan tambatan hatinya.
“Dia bukan Arthur! Ya, bukan!” gumam Leon namun dalam hati sembari melirik ke belakang. Dimana Arthur melayangkan tatapan tajam padanya.
𝘬𝘦𝘯 𝘮𝘯 𝘬𝘬