Silvya karena kematian saudara kembarnya memutuskan bergabung dalam organisasi mafia saat berumur 17 tahun. kemampuannya dalam ilmu beladiri menjadikannya Ratu Mafia yang disegani. Ia tidak segan-segan menghabisi musuhnya saat itu juga.
karena sebuah penghianat dalam organisasinya menyebabkan dia mengalami kecelakaan tragis yang hampir meregang nyawanya.
Dokter Dika, niatnya menolong malah harus menikahi orang yang ditolongnya karena digrebek warga.
Bagaimana Silvya membongkar penghianatan dalam Wild Eagle dan menemukan dalang dibalik kematian saudaranya?
Bagaimana pernikahan Dokter Dika dan Silvya akan berjalan dan bagaimana reaksi dokter yang terkenal dingin itu saat mengetahui wanita yang dinikahinya itu adalah Ratu Mafia yang disegani?
Ikuti kisahnya, bukan plagiat jika ada kesamaan nama tokoh itu bukan kesengajaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11. Profesi Dokter Dika
Dika kembali ke kediaman Dwilaga. Jam menunjukan lewat tengah malam tanda semua penghuni rumah sudah terlelap di bawah selimut mereka masing masing. Dika berjalan setenang mungkin agar tidak membangunkan orang rumah.
Tak...tak...tak…
Dika menaiki tangga rumahnya satu-satu karena kamarnya berada di lantai 2. Saat ia hendak memasuki kamarnya sepintas ia melirik kamar milik kakaknya di sebelah. Lampu kamarnya masih menyala menandakan si empunya masih terjaga.
Tok...tok...tok…
"Siapa" Suara orang di dalam.
"Aku kak, Dika."
"Oh kamu Dik masuk, tidak dikunci."
Ceklek
Dika membuka pintu kamar kakaknya dengan perlahan lalu memasukkan kepalanya.
" Kok belum tidur kak?"
"Masuklah, jangan begitu."
Dika pun masuk menuruti kata sang kakak. Ia kemudian duduk di kursi berhadapan dengan kakaknya.
" Apakah dosen sebegini sibuknya?" Dika bertanya sambil membuka-buka buku di meja kakak nya itu.
"Haish kau ini, Dosen dengan mahasiswa yang banyak sama halnya kamu dokter yang punya banyak pasien. Mereka mempunya tingkat pemahaman yang berbeda beda. Jadi sebagai pengajar kita juga harus paham. Kita tidak bisa menyamaratakan mereka."
"Ya ya ya pak Dosen Radian Nareen Dwilaga. Anda memang betul betul dosen terbaik di negeri ini."
"Hahaha awas kamu ya ngeledek. Oh iya tumben kamu pulang ke rumah. Biasanya pulang ke rumah klinikmu itu."
"Biasa pemeriksaan rutin buat orang rumah. Kak Radi tidak lupa kan."
"Ya ya ya anda memang dokter terbaik Dokter Dika."
Mereka berdua tertawa bersama. Sejenak rasa lelah itu terasa hilang. Ya jarak mereka yang hanya 2 tahun membuat Dika dan Radi sangat dekat. Mereka bahkan kadang melakukan traveling bersama. Jika tidak mau diganggu kedua adik mereka, Radi dan Dika akan diam diam perginya tanpa pemberitahuan.
"Ya sudah kak, aku tidur dulu ya. Besok ada jadwal buka klinik juga. Setelah cek kesehatan orang rumah beres kau langsung balik klinik."
"Ya sudah sana, dasar dokter sibuk. Hahahah."
Dika hanya nyengir lalu keluar dari kamar kakaknya itu menuju kamarnya sendiri.
Karena sudah mandi di rumah sakit, Dika langsung mengganti bajunya dengan piyama lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Saat hendak memejamkan matanya, Dika tiba tiba teringat kepada Silvya.
Hhhhh, anak itu lagi apa. Oh sial...ini kan sudah malam. Pastilah dia tidur. Tapi ada sesuatu yang membuatku masih penasaran. Mengapa di tubuhnya tertanam sebuah chip. Kira kira dia tahu itu nggak ya? Sudahlah.
Dika lalu merah guling di sampingnya dan lambat laun ia terlelap juga.
***
Pagi hari di kediaman Dwilaga menjadi sangat ramai karena adanya Dika. Ayah dan bundanya sangat paham jika putra kedua mereka di rumah maka akan ada drama larangan ini itu dan harus mengkonsumsi ini itu. Sekalipun Dika berlisensi dokter spesialis bedah namun dia juga memegang lisensi dokter umum. Maka dari itu dia bisa mendapatkan surat ijin praktek untuk kliniknya.
"Aduuuh ada mas Dika. Males deh mesti bawel." Ucap si adik paling bungsu dan putri satu satunya di keluarga Dwilaga.
"Hahaha takut amat sih sama mas Dika." Timpal si nomer 3.
" Mas mu begitu demi kesehatan semua orang." Kini Aryo sang ayah yang menimpali.
Kediaman Dwilaga hati itu sudah seperti klinik. Dika sudah sehabis subuh siap berada di ruang keluarga untuk memeriksa kondisi kesehatan kedua orang tuanya dan saudara saudaranya.
"Yang pertama ayah dulu." Ucap Dika seperti memanggil pasiennya.
Aryo berjalan mendekat dan duduk disebelah Dika siap untuk diperiksa, ia sendiri pun takut takut terhadap putra keduanya itu.
" Ayah, kurangi kopi sama gorengan nih. Kolesterolnya naik parah. Banyakin makan buah. Bun… ayah dimasakin rebusan aja dulu. Stop tempe mendoannya." Dika berucap serius namun semua yang ada disana malah tertawa kecuali sang ayah.
" Sekarang bunda...bunda paling best, tekanan darah oke, kolesterol oke, gula darah oke. Emang hanya bunda yang sayang sama Dika." Ucap Dika sambil memeluk bundanya.
Semua orang memutar bola matanya dengan malas.
Pemeriksaan dilanjutkan. Nasehat nasehat kesehatan Dika sampaikan kepada seluruh keluarganya. Untuk sang kakak jangan terlalu banyak begadang, kurangi kopi, karena Radi memang mempunyai asam lambung.
Untuk adik laki-lakinya yang bernama Rafandra juga diminta mengurangi begadang dan rutin minum vitamin serta suplemen mengingat pekerjaannya dia sebagai traveler.
Dan yang terakhir untuk adik perempuannya yang bernama Rinjani, ini yang membuat Dika membuang nafasnya kasar.
"Dek, stop jajan aneh aneh dna sembarangan. Mas nggak nglarang cuma sesekali aja. Jarang sering sering. Kamu tuh seneng banget konsumsi minuman minuman yang nggak jelas itu. Inget itu gulanya banyak banget. Emang kamu mau masih muda kena diabetes."
Rinjani yang pagi pagi buta kena omel sang kakak cuma bisa diam karena dia tau dia salah.
"Iya iya tau. Mas ih bawel bener. Ia Jani janji bakal ngurangin itu jajanan semuanya." Ucap Jani pasrah.
Setelah drama pemeriksaan itu selesai Dika berpamitan untuk pulang karena harus membuka klinik. Bahkan ia tidak sarapan di rumah karena saking terburu-burunya.
Setelah Dika keluar dari rumah dan suara motornya terdengar menjauh semua orang di rumah itu menghembuskan nafasnya lega.
Huft…..
"Ayah, kenapa gitu bisa punya anak model mas Dika. Buset kali lagi mode dokter gitu vibesnya berasa di rumah sakit." Celetuk Rafandra yang biasa dipanggil Andra.
"Heh… mana ayah tahu, punya anak dokter hebat ternyata PR juga hahahha."
"Mas mu begitu karena dia sayang sama kita, sebagai dokter dia paham betul apa itu sehat apa itu sakit. Pernah suatu ketika Dika cerita sama bunda tentang pasien pasiennya. Dia sangat terpukul saat pasiennya tidak selamat di meja operasi. Itu merupakan tekanan besar buatnya. Saat seperti itu dia membayangkan kita, ayah, bunda, kak Radi, Andra, dan Jani yang di meja operasi itu. Makanya kelihatannya dia begitu protektif terhadap kita itu semata mata dia tidak mau melibat salah satu keluarganya berada di meja operasinya."
Semuanya diam mendengar penjelasan sang bunda, sejenak mereka terdiam dan meresapi tentang bagaimana profesi Dika saat ini.
Mungkin juga bagi Dika tidak mudah, menjadi seorang dokter spesialis bedah yang diharapkan bisa menyelamatkan nyawa setiap pasiennya di meja operasi namun dokter sendiri bukanlah Tuhan. Dokter hanya lah manusia perantara yang berusaha menyelamatkan namun tidak bisa mengubah sebuah ketetapan.
Akhirnya semua orang di meja makan tersebut sedikit mengerti kekhawatiran Radika Tara Dwilaga, putra kedua dari keluarga Dwilaga yang terkenal dingin bahkan dijuluki kulkas 12 pintu itu sebenarnya adalah pria yang begitu menyayangi dan hangat kepada keluarganya.
TBV