Bercinta Satu Malam Dengan CEO Dingin

Hari ini amat cerah, tak selembar awan pun menutupi birunya langit. Di kota yang sibuk. Semua orang akan mencari nafkah untuk menyambung hidup. Sama halnya dengan Elina gadis itu butuh pekerjaan lain dengan keuangan yang semakin menipis. Mana sudi dia kembali ke perusahaan lelaki itu. Sudah cukup ia dipermalukan. Saatnya ia membuktikan bahwa dia juga bisa bangkit.

Elina beruntung kemarin malam menemukan kontrakan murah walau tempat itu terlihat tak pernah diurus dan sempit, tapi tak apalah. Sudah untung mereka mendapatkan tempat tinggal dengan harga terjangkau.

Sekarang ia harus melamar pekerjaan. Namun, setiap Elina ingin mengajukan diri untuk bekerja semua menolaknya dengan berkata kalau mereka tidak membutuhkan tenaga kerja. Dan yang membuatnya heran salah satu tokoh sembako mengusirnya dan memakinya.

"Pergi sana gadis perusak rumah tangga orang, kamu nggak jera-jera juga mau muncul didepan orang nggak punya malu ya… kamu," maki si pemilik tokoh tersebut mengusir paksa Elina.

Gadis itu tercengang mendengar perkataan si pemilik tokoh tadi. Warga disana tidak ada yang membelanya mereka menatap hina padanya, lalu meneriakinya. Bahkan beberapa orang melemparinya dengan kerikil. Elina ingin melawan namun alhasil dia tak berdaya semua orang menyalahkan dirinya.

"Kapan ini akan berakhir," batin Elina menghela nafas panjang mencoba menguatkan dirinya.

Karna kejadian kemarin Elina dihujat mati-matian dimata publik. Gadis itu memyalakan handphonenya yang sedang dibanjiri komentar-komentar jahat dari netizen. Dalam sehari saja dia viral di sosmed siaran tv sejak kemarin hanya membahas pertikaian antara dirinya dan Lily. Penyiar berita mengatakan Elina adalah perusak rumah tangga model cantik itu. Awak media melewatkan satu hal dimana anaknya juga telah dihakimi waktu di acara tersebut. Jadi inikah yang dinamakan hidup akan aman asalkan mempunyai uang.

Dunia memanglah tak adil orang berkuasa akan semena-mena terhadap mereka.

Elina semakin yakin menjauh dari hidup Damian dan keluarganya. Dengan begitu hidupnya akan tenang dan damai kalau sudah benar-benar jauh dari mereka.

Teriknya matahari tidak mematahkan semangat Elina. Dengan hanya berjalan kaki. Dia berdoa kali ini semoga ada yang menerimanya. Tokoh diujung jalan sana adalah harapan baginya. Tempat itu terlihat sepi karena keberadaannya di antara lorong-lorong. Elina memutuskan untuk mencoba melamar pekerjaan ditempat itu.

Ting!

Bel berbunyi Elina memberanikan diri membuka pintu dan masuk kedalam sana. Tidak ada siapapun. Semua bunga yang dijual beraneka ragam dan terlihat masih segar dan wangi. Pasti pemiliknya sangat memerhatikan perawatan bunga-bunganya. Tapi mengapa tokohnya sepi pembeli begini.

Ceklek…

Seseorang yang baru saja keluar dari pintu tersebut. Memperhatikan gerak-gerik Elina. Dengan kacamatanya dia sulit melihat jelas wajah gadis itu. Wanita berumur itu menghampiri Elina yang sibuk melihat-lihat tanaman bunga.

"Nak?"

"Argh! Duh nenek ngagetin saya hampir aja jantung saya copot."

"Kamu mau beli bunga?"

"Nggak nek, saya butuh pekerjaan apapun yang nenek mau saya lakukan sebisa mungkin saya akan memenuhinya dengan kemampuan saya!"

Setelah mengatakan keinginannya nenek itu manggut-manggut saja. Tiba-tiba berbalik badan dan berjalan pergi. Elina berpikir kalau dia baru saja ditolak. Gadis itu dengan putus asa pergi dari tokoh itu. Saat ia memegangi gagang pintu. Nenek tadi berujar.

"Nak, mau kemana katanya mau melamar pekerjaan," ujarnya yang barusan pergi mengambil teh hangat.

Elina tampak gelagapan dan tertawa cengar-cengir.

"Maaf nek, saya kira nenek menolak saya berkerja disini makanya saya pergi," ujarnya sembari menggaruk kepala yang tidak gatal.

Elina duduk berhadapan dengan nenek itu yang tampak melihat penampilannya.

"Ya ampun kamu cantik sekali, namamu siapa nak?" tanya nenek berkacamata itu mengagumi paras alami Elina.

Elina terkekeh malu.

"Saya nggak secantik itu kok nek saya biasa aja," sahut Elina. "Nama saya Elina," sambungnya.

Nenek itu manggut-manggut lagi  mengiyakan ucapan Elina.

"Kamu kan masih muda dan cantik kenapa mau berkerja di tokoh bunga nenek sedangkan kamu bisa cari perkejaan bagus loh," tutur nenek mengherankan jika Elina memilih berkerja yang penghasilannya saja sedikit.

"Saya tidak bisa berharap selebih itu, kan saya cuma tamatan SMA aja," lontar Elina menunduk.

Waktu dia bersekolah di kampung semua teman-teman seangkatannya memilih pergi ke kota menempuh perguruan tinggi. Elina sangat mengimpikan dirinya dapat berkuliah juga namun keadaan ekonomi keluarganya sangat kritis saat itu.

Maka dari itu ia merelakan impiannya dan membantu keuangan keluarganya. Dia juga anak satu-satunya kedua orangtuanya. Kadang kala Elina merasa bersalah kepada mereka. Setau mereka ia pergi ke kota untuk mencari pekerjaan bagus namun menghidupi sekolah Egi saja dia kurang mampu.

Kalau kedua orangtuanya sampai tahu tentang masalahnya disini bagaimana dia akan menjelaskannya. Elina takut dibenci oleh ayah dan ibunya.

"Nak kenapa kamu menangis?" Pertanyaan nenek itu mengejutkan Elina yang menangis diam-diam ia pikir tidak ada yang menyadarinya.

Elina menggeleng cepat.

"Saya tidak apa-apa nek," lirihnya.

"Baiklah nenek menerima mu bekerja disini kalau mau datang terserah kamu nenek tidak akan sungkan di toko nenek kamu bisa bekerja dengan santai, tapi ya seperti inilah kondisi toko nenek kadang-kadang sepi pembelinya," keluhnya sedih.

Elina menatap iba kepada nenek itu. Kalau dilihat-lihat posisi tokoh bunga itu jauh dari pemukiman warga dan letaknya pun susah untuk di jangkau. Mungkin ini penyebabnya tokoh tersebut tak pernah ramai pengunjung. Tapi tenang saja Elina akan berusaha keras agar tokoh bunga nenek itu laris dan pengunjung selalu datang ke sana.

"Nenek jangan khawatir sekarang saya berjanji mencari cara agar tokoh nenek terkenal, andalkan saja saya nek!" seloroh Elina tampak bersemangat sekali.

Membuat nenek itu tertawa riang dan terhibur dengan adanya Elina.

"Saya jadi lupa memperkenalkan diri kamu bisa panggil saya nenek Ida," ujar nenek Ida.

"Siap nek Ida! Saya janji dateng tepat waktu." Gadis itu berdiri lalu tangannya menghormat pada nenek Ida.

"Ohoho! Kamu sangat lucu Elina kalau punya suami pasti dia gemes lihat tingkah mu ini," pungkasnya dibarengi tawa lepas.

Deg!

Astaga nenek Ida kenapa bisa tahu dia sudah punya suami. Atau jangan-jangan nenek Ida mengetahui beritanya apalagi dirinya yang dicap sebagai perebut suami orang menyebar luas dimana-mana. Tak heran bila nenek juga tahu perihal itu. Apa nenek Ida juga akan memecatnya dan mengatai dirinya seperti orang-orang lain. Baiklah kalau itu terjadi dia akan menerimanya dengan lapang dada.

BERSAMBUNG…