Menikahi Kakak Ipar Kejam

"Ada apa tuan?" Sekertaris Jo yang baru saja pulang terpaksa harus meninggalkan wanitanya dan datang kembali ke mansion untuk memenuhi panggilan bosnya itu.

"Jo, cepat kau selidiki dimana istriku. Kenapa GPS terakhir menunjukkan kalau dia ada di sebuah Toko? Bukankah dia baru saja berbelanja? Ah, aku jadi penasaran, apa saja yang dia beli lagi saat ini"

"Kenapa ya, GPS berhenti disitu sejak tadi? Tidak mungkin kan istriku tidur di emper toko? Secara dia kan bawa uang banyak. Dia pasti bisa tinggal di rumah kontrakan atau di hotel atau juga di apartemen mewah mungkin" lanjutnya.

"Tuan menyuruh saya mencari nyonya Renata?"

Radika menatap Sekertaris Jo.

"Untuk apa tuan? Bukankah Tuan yang mengusir nona tadi pagi. Ini pun belum genap 24 jam. Apa Tuan akan menjilat ludah yang sudah tuan buang dan merubah keputusan tuan?"

"Jo! Kau berani padaku?"

"Maaf Tuan. Saya hanya berbicara sesuai fakta. Jika memang itu yang tuan kehendaki, saya akan melaksanakan tugas sesuai perintah tuan. Mumpung semuanya masih belum terlambat"

"Pergilah!"

"Apa Tuan?"

"Apa kau tuli? Cepat pergi dari sinì"

"Tapi tuan. Bagaimana dengan nona Renata? Apa kita jadi__"

"Tidak! Lupakan saja. Pulanglah dan nikmati kencan butamu itu dengan tunangan orang lain"

Deg

"Tuan, saya__"

"Jangan menjelaskan apapun. Karena aku tak tertarik sedikitpun untuk mendengarnya"

"Baik tuan, kalau begitu saya permisi"

"Hmm.."

Anda pikir, anda lebih baik dari saya. Masih mending saya berkencan dengan tunangan orang lain. Tapi kan saya memperlakukannya dengan sangat baik daripada Anda? Hanya bisa menyiksa fisik dan batin istri.

"Jo! Kalau kau terus mengumpatku, maka mulai besok kau tak perlu lagi datang ke kantorku. Kau pikir aku tak bisa mencari sekretaris handal sepertimu?"

"I.. Iya Tuan saya pulang sekarang. permisi" sahut Sekertaris Jo sembari berlari terbirit-birit.

Sejak kapan Tuan Radika punya kekuatan membaca pikiran manusia? Ih.. Jadi merinding. Lebih baik pulang dan melanjutkan bermesraan dengan tunangan orang.

Setelah kepergian sekertaris Jo, Radika kembali membanting tubuh diatas rajang besarnya. Menghela nafas panjang sembari menatap langit langit kamar guna menetralkan emosi yang sempat memenuhi jiwa dan batinnya.

Ia merasa bingung di kala pikiran dan hati yang tak lagi sejalan. Di saat akal logikanya sangat menentang keras kehadiran bayi yang ada dalam kandungan Renata, namun jauh dari lubuk hatinya, ada sedikit rasa bahagia yang tak akan dan tak pernah terungkap.

Karena rasa penasaran yang begitu tinggi membuat ia tak mampu memejamkan mata sedikitpun. Hingga akhirnya Radika pun memutuskan untuk mencari tau sendiri dengan mendatangi lokasi GPS terakhir yang dimaksud.

Dan tak berapa lama kemudian Radika telah sampai di sebuah ruko yang berjejer rapi. Ditatapnya satu persatu ruko tersebut. Tak ada yang aneh, semuanya terlihat baik dan berjalan sebagaimana mestinya .

Namun saat Radika hendak pulang tak sengaja matanya menatap pada sebuah benda yang ada di etalase sebuah konter.

Itu seperti Ponsel Renata?

Untuk mengusir rasa penasarannya, Radika pun mendekati konter tersebut. Ia ingin memastikan apakah dugaannya ini benar atau tidak?

Dan alangkah terkejutnya Ia saat mendengar penjelasan dari sang pemilik konter bahwa ponsel itu sudah di jual beberapa jam yang lalu.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, penjaga toko pakaian di sebelahnya mengaku bahwa dia juga membeli tas branded dari wanita itu dengan harga yang jauh dari harga aslinya. Bahkan terbilang murah.

"Apa kalian tau kemana wanita itu pergi?"

"Kami tidak tau" jawab salah satunya

"Tapi waktu itu dia sempat mampir sebentar ke kedai makanan siap saji di samping toko saya. Waktu itu saya sampat curiga kenapa tas branded seperti ini dijual dengan harga yang sangat jauh dari pasaran. Dan saat saya bertanya, dia tidak banyak bercerita. Wanita itu hanya mengatakan kalau dia terpaksa menjual barang-barangnya karena ia butuh uang untuk pergi ke luar kota" lanjut salah satu penjaga toko pakaian itu.

"Jadi kalian semua tidak tahu ke mana wanita itu pergi?"

Mereka mengangguk serentak.

"Dasar orang-orang bodoh. Percuma lama-lama di sini. Nggak ada gunanya"

"Hih! dasar laki-laki sombong. Orang kaya tidak punya adab. Jatuh miskin baru tahu rasa dia" gerutu salah satu dari penjaga toko yang merasa tidak suka dengan Radika yang mengatai mereka bodoh dan meninggalkan mereka begitu saja tanpa permisi dan tanpa bilang terima kasih sedikitpun"

Apa dia sengaja meninggalkan semua barang-barang itu agar keberadaannya tak dapat aku lacak?

Lalu Bagaimana kehidupan Renata di luarnya nanti? Apakah mungkin akan bahagia? atau akan sebaliknya? Hidup merana dan menderita?

Ah, aku yakin dia takkan bisa hidup layak tanpa aku dan tanpa keluarga Mahesa.

Tapi bagaimana kalau ternyata di luar sana dia malah asik dan happy dalam menikmati pekerjaan barunya sebagai seorang wanita malam? menjual diri dengan para lelaki hidung belang demi uang?

Ya, tidak menutup kemungkinan jika Renata bisa saja melakukan hal itu. Karena dia pasti akan butuh banyak uang untuk kelangsungan hidupnya dan calon bayinya nanti.

Ya, wanita itu pasti sudah memilih profesi menjadi wanita malam. Karena seluruh akses pekerjaan untuk dirinya kan sudah aku tutup. Jadi mana mungkin ada perusahaan yang mau menerima nya?

Ah sungguh menjijikkan! beruntung saja aku cepat mengambil langkah yang tepat. Jadi aku tak akan termakan rayuan wajah polos gadis sialan itu.

Begitulah kira-kira yang di pikirkan oleh Radika. Entah mengapa Radika selalu menyalahkan Renata. Author pun bingung dengan jalan pikiran laki-laki ini, kenapa dengan teganya ia selalu berpikir negatif kepada istrinya yang jelas-jelas masih polos dan lugu.

...****************...

Sementara di sisi lain, Renata Tengah duduk seorang diri di kursi lusuh di rumah kontrakannya sembari menggenggam sebuah roti sobek rasa coklat di tangannya.

Ia menghela nafas berat. Ternyata hidup sebatang kara di luar tak semudah yang ia pikirkan.

Bagaimana tidak?

Renata sudah membeli beberapa roti sobek dalam kardus dan membagikannya kepada tetangga kontrakan dan warga sekitar sebagai tanda perkenalan warga baru.

Renata pikir orang orang desa akan baik kepada pendatang baru. Tapi ternyata tidak. Mereka memang ramah tamah saat di depannya. Tapi saat di belakang, mereka justru menggunjingnya habis habisan.

Wanita gak jelas asal usulnya lah. Hamil diluar nikah lah. Wanita murahan lah. Dan masih banyak lagi gunjingan lain yang menyakitkan hatinya.

Hhh... Tapi ia tak mau pikir pusing. Ia akan tetap bertahan disini seorang diri meski banyak yang tidak menyukainya.

Dan saat ia hendak menyeruput teh hangat, tiba tiba terdengar suara ketukan pintu. Perlahan ia membukanya, dan..

.

.