"Om kapan jadi pacar Nala?" teriak gadis itu mengejar Galih yang berlari menghindarinya.
"Sinting kamu masih kecil gak bisa di ajak bercocok tanam," sahut Galih.
"Nala bisa kok Om, Nala suka tumbuhan."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cacil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Om Tetangga
"Lo nggak balik ke kalas Lex?" tanya Nala.
"Gue lagi tunggu lo," jawab Alex dengan entengnya.
"Ngapa tunggu gue, udah gue bilang kalau gue lagi di hukum, nanti setelah jam pelajaran ganti baru gue bisa masuk," jelas Nala.
"Yaudah gue tunggu sampai jam pelajaran habis," dengan nada santai Alex mengucapkan itu.
"Huk... huk..."
Nala keselek kuah bakso mendengar Alex mengatakan itu. Dia tidak percaya Alex ngomong kek gitu.
"Lo ngapa dah nunggu gue? lo suka ya sama gue hah?" canda Nala sambil sedikit tertawa kecil.
"Kalau iya, kenapa?" jujur Alex dengan ekspresi datar.
Lagi-lagi Nala kembali keselek ke dua kalinya, tapi bukan dengan kuah bakso tapi dengan air mineral yang dia minum.
"Lo bercanda kan?" tanya Nala dengan nada bercanda.
"Gue__"
Belum sempat Alex menyelesaikan omongannya lebih dulu terdengar suara bel pergantian pelajaran, dengan cepat Nala bangkit dari duduknya meninggalkan Alex yang masih duduk di tempat yang tadi.
"Bik, ini uangnya," Nala menaruh uang pas di atas meja lalu berlari kecil menuju ke kelasnya. Sedangkan Alex hanya menatap punggung Nala yang sedikit demi sedikit jauh dari pandangannya.
***
Bel berbunyi menandakan waktunya jam pulang sekolah, Nala beserta Ririn menunggu di depan gerbang menunggu jemputan.
"Gue duluan ya La," ujar Ririn yang sudah sampai jemputannya. Sedangkan Nala berusaha menelpon papanya untuk menjemput dirinya di sekolah, dia lupa memberitahu waktu jam pulang sekolahnya. Karena selama ini Galih lah yang selalu menjemputnya pulang sekolah.
Belum sempat Nala menekan tombol untuk menelpon papanya, lebih dulu suara klakson mobil yang membuat Nala terkaget.
Nala sangat familiar dengan mobil itu, ya itu adalah mobil pujaan hatinya. Dengan sedikit berlari Nala menghampiri mobil tersebut.
"Ayok masuk!" titah Galih yang melihat Nala masih di luar.
Dengan cepat Nala masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Galih.
"Om, bukannya kita nggak boleh ketemu ya? Kenapa sekarang Om malah jemput Nala?" Nala mulai bertanya-tanya padahal baru masuk ke dalam mobil.
"Hari ini kita harus fitting baju pengantin dan mencari cincin pernikahan," jelas Galih dengan ekspresi datarnya sambil melajukan mobil meninggalkan sekolah itu.
"Ah Om aku nggak sabar jadinya deh untuk fitting baju pengantin, Om suka aku pakai baju yang seksi atau yang tertutup?" tanya lagi Nala untuk mencairkan suasana, dia tau bahwa Galih masih marah dengannya karena membuat onar hingga bisa seperti ini.
Sedangkan Galih yang diajak mengobrol hanya fokus saja menyetir mobil tanpa mau menanggapi Nala.
"Om marah ya sama Nala?" tanya Nala, tapi tetap aja Galih bungkam.
"Maafkan Nala ya Om, tapi ini semata-mata karena Nala sayang dan cinta sama Om, Nala nggak mau nenek lampir itu merebut Om dariku," ucap Nala sedikit merendahkan suaranya.
Galih hanya sedikit melirik ke arah Nala sekilas lalu menghembuskan nafasnya kasar.
"Om juga sayang sama kamu, tapi bukan dengan cara seperti ini, nanti kalau semua orang tau dengan kebohongan mu, siapa yang mau tanggung jawab? Dan lagian Om sudah tidak ada perasaan apa-apa pada Marsya, cinta Om sudah habis di kamu saja," jelas Galih sedikit meninggikan suaranya.
Bukan merasa bersalah, Nala malah senyum-senyum mendengar pernyataan cinta Galih.
"Kalau gitu setelah nikah nanti kita langsung buat anak aja, biar nggak ketahuan," jawab Nala dengan entengnya. Nala bener-bener bukan bocah lagi, dia terlihat lebih berpengalaman dari seumurnya.
Plak!
Galih menyentil kening Nala untuk menyadarkan omongannya barusan.
"Anak kecil nggak usah ngomong kayak gitu."
"Kecil-kecil gini nanti jadi istri Om Galih," ucap Nala tak terima.
Seketika Galih menghentikan mobilnya dengan mendadak membuat kepala Nala terbentur dikit di mobil itu.
"Duh sakit Om, kenapa berhenti?" tanya Nala sambil mengusap-usap keningnya yang masih terasa nyeri.
"Kamu tidak papa?" tanya Galih khawatir melihat dahi Nala sedikit memerah.
"Nggak papa, Om kenapa berhenti?" tanya Nala lagi.
"Kita udah sampai."
Mereka berdua turun dari mobil, mereka masuk ke sebuah butik terkenal di kota itu. Saking banyaknya pilihan gaun pengantin membuat Nala tidak bisa memilih yang mana harus di coba pertama kali.
"Om," Nala menarik-narik jas yang dikenakan Galih seperti anak kecil yang sedang meminta permen.
"Apa?" Galih menoleh ke samping melihat Nala yang terus-menerus menarik jas yang ia kenakan.
"Om bisa nggak yang pilihih Nala baju pengantin nya? Soalnya Nala nggak tau mau pilih yang mana, semuanya terlihat bagus-bagus," seru Nala.
Galih pun memilih-milih kan beberapa baju pengantin untuk Nala. Ada tiga baju yang menurut Galih bagus dan akan dicobakan untuk Nala.
"Ini, kamu coba saja ketiganya," Galih memberikan ketiga gaun tersebut ke Nala.
"Pilihan Om kenapa tertutup semua? Kan Nala pengen yang terbuka gitu, biar nanti pas acara pernikahan Nala terlihat hot," ucap Nala tanpa berdosa.
Galih hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapan bocil yang akan sebentar lagi menjadi istrinya.
"Udah jangan banyak komen, kamu coba saja ketiganya, kalau belum ada yang pas, nanti coba yang lain.
"Siap deh bos!" ucap Nala hormat pada Galih lalu pergi ke ruang ganti baju.
Pakaian pertama, gaunnya terlihat kebesaran di badan Naka yang mungil, membuat Galih menyuruh Naka mengganti gaun berikutnya.
Berganti ke gaun ke dua terlihat gaun itu kepanjangan di badan Nala yang pendek membuat Galih kembali menyuruhnya mengganti gaun yang terakhir.
Lalu gaun yang terkahir Nala terlihat begitu cocok dan pas di tubuh Nala yang mungkin, membuat badannya terlihat ramping dan elegan membuat Galih menyukai gaun ketiga itu
"Nah, ini sangat cocok di kamu," ucap Galih yang begitu pangling dengan Nala. Tapi sebaliknya Nala sedikit cemberut karena tak terlalu suka dengan gaun yang terakhir.
"Kenapa? Apa ada yang salah dengan gaun ini? Atau kamu tidak nyaman dengan gaun yang ini?" tanya Galih yang melihat ekspresi tak suka Nala terhadap gaun tersebut.
"Bajunya terlalu tertutup, Nala tak suka. Nanti Nala nggak hot dong di acara pernikahan Nala," keluh Nala membuat Galih memijat kepalanya yang tak sakit.
"Mbak-mbak, apa ada gaun yang sedikit terbuka nggak, yang cocok di saya?" tanya Nala pada pelayan butik tersebut.
"Ada mbak, mbak mau yang model gimana?"
"Saya mau gaun yang kebuka di belahan dada saya dong mbak, biar hot nanti pas makainya," lagi-lagi Nala berucap tanpa menyaring omongannya.
"Oh ada mbak, kalau gitu saya ambilkan dulu."
Setelah beberapa menit, akhirnya pelayanan tersebut membawakan Nala baju sesuai keinginan Nala, tanpa lama Nala langsung mencoba pakaian tersebut.
Ketika Nala keluar untuk menunjukkan gaun tersebut kepada Galih, sontak Galih langsung menelan ludah melihat gaun tersebut sangat terbuka, terlebih di bagian dadanya.
"Bagaimana? Apa Om suka?" tanya Nala sedikit menggoda calon suaminya itu.
"Om nggak suka gaun itu, cepat ganti dengan yang tadi," kesal Galih lalu memalingkan wajahnya.