NovelToon NovelToon
Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Liana Antika , seorang gadis biasa, yang di jual ibu tiri nya . Ia harus bisa hamil dalam waktu satu bulan. Ia akhirnya menikah secara rahasia dengan Kenzo Wiratama—pewaris keluarga konglomerat yang dingin dan ambisius. Tujuannya satu, melahirkan seorang anak yang akan menjadi pewaris kekayaan Wiratama. agar Kenzo bisa memenuhi syarat warisan dari sang kakek. Di balik pernikahan kontrak itu, tersembunyi tekanan dari ibu tiri Liana, intrik keluarga besar Wiratama, dan rahasia masa lalu yang mengguncang.

Saat hubungan Liana dan Kenzo mulai meluruhkan tembok di antara mereka, waktu terus berjalan... Akankah Liana berhasil hamil dalam 30 hari? Ataukah justru cinta yang tumbuh di antara mereka menjadi taruhan terbesar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 16

Alex perlahan duduk di sebelah Liana. Mereka berdua terdiam beberapa saat, hanya ditemani suara burung dan semilir angin yang menggoyangkan daun-daun di sekitar taman. Liana masih menatap ke depan dengan tatapan kosong, tapi matanya sembab. Wajahnya berusaha tegar, namun Alex bisa melihat retakan yang tak lagi bisa disembunyikan.

“nona …” suara Alex pelan, nyaris seperti bisikan, “Kalau kamu percaya sama aku, kamu bisa berbagi kesedihanmu. Aku ada disini... bukan cuma sebagai pengawal. Tapi sebagai teman kalau kamu mau .”

Liana tak langsung menanggapi. Tangannya menggenggam ujung bajunya erat-erat, seakan ingin menahan sesuatu yang sudah terlalu lama dipendam.

“Aku…” bibirnya bergetar, “Aku takut, Alex. Aku bahkan nggak yakin aku masih punya hak buat merasa sedih.”

Alex menggeleng pelan, menatap Liana dengan lembut. “Nggak ada manusia yang nggak berhak merasa sedih, nona Liana. Kita semua punya luka, dan kadang, kita cuma butuh seseorang buat dengerin. Aku bukan siapa-siapa, tapi kalau kamu mau bicara… aku akan dengar, dan rahasiamu akan aman bersamaku.”

Liana memandang Alex. Untuk pertama kalinya, ada kilatan kepercayaan di matanya.

“Alex, apa kamu bisa simpan rahasia?” tanyanya ragu.

“Demi Tuhan, bisa. Aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri, nona. Jadi untuk apa aku mengkhianatimu?”

Air mata Liana akhirnya jatuh. Ia menghela napas dalam-dalam, lalu mulai membuka cerita yang selama ini ia simpan rapat-rapat.

“Semuanya berawal dari ibu tiriku… Sandra. Dia menjualku, Alex. dia benar-benar menjual masa depanku demi uang. Aku… dikirim  dan di berikan kepada  Kenzo, anak keluarga Wiratama. Kenzo sendiri awalnya juga tidak tahu siapa aku. Itu semua hanya bagian dari rencana istriaya nyonya Claudia .”

Alex tertegun. Tapi ia tidak memotong. Ia membiarkan Liana terus bicara.

“Syaratnya jelas. Aku harus mengandung… dan nanti anak itu akan diakui sebagai anak Kenzo dan Claudia, istrinya.” Suara Liana bergetar. “Aku hanya perantara. Wadah. Setelah melahirkan… aku akan dilupakan.”

Alex mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras, tapi ia tetap diam, mendengarkan.

“Aku sempat berharap… mungkin akan ada yang berubah. Tapi ternyata semuanya tetap sama. Aku tak punya kuasa atas tubuhku, hidupku, bahkan bayiku nanti. Dan Sandra… dia hanya peduli pada uang. Sampai sekarang masih mengharapkan bonus  yang dijanjikan Claudia , dan uang itu akan diberikan kalau aku hamil. Dan ayahku yang akan menjadi korbannya kalau aku tak menuruti keinginan mereka.”

Liana mengusap matanya yang basah. “Aku seperti boneka. Disuruh tersenyum, harus tersenyum. Disuruh diam, harus diam. Padahal hatiku menjerit, Alex. Aku... lelah. Aku bahkan tidak tahu apakah masih bisa berharap.”

Alex menarik napas panjang. Ia memandang langit sejenak, berusaha mengendalikan amarah dan simpati yang bercampur di dadanya.

“ nona Liana… kamu bukan boneka. Kamu perempuan yang sedang berjuang sekuat tenaga di dunia yang terlalu kejam. Aku nggak bisa mengubah masa lalu, tapi aku bisa ada disampingmu mulai sekarang.”

Liana menoleh, matanya merah, tapi ada sedikit sinar harapan.

“Aku nggak butuh dikasihani, Alex. Aku cuma… pengen ada  orang yang mengerti keadaanku selama ini cuma Maria tempatku berbagi. Aku takut dicap sebagai orang jahat karena menjual anakku Alex ,disini aku juga korban.”

“Dan aku percaya,” jawab Alex tegas. “Aku tahu kamu gadis baik. Kamu kuat, meski kamu sering merasa sendiri. Tapi sekarang kamu nggak sendiri lagi, nona .”

Liana menunduk. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada yang berpihak padanya.

Di tengah taman yang perlahan mulai ramai, dua jiwa yang terluka saling menemukan pengertian. Tak ada janji, tak ada harapan manis—hanya kehangatan sederhana dari seseorang yang bersedia mendengar dan mengerti.

*

*

*

Langkah kaki Kenzo terdengar tegas memasuki mansion keluarga Wiratama. Wajahnya datar, namun matanya menyimpan amarah dan kebingungan yang menumpuk sejak pagi tadi. Ia tak menyapa siapa pun, langsung menuju ruang kerja sang kakek—ruangan yang penuh dengan aroma kayu tua dan buku-buku klasik yang rapi berjajar di raknya.

Saat pintu dibuka pelan, tampak Kakek Wiryo duduk tenang di balik meja kerjanya, tangannya membolak-balik halaman sebuah buku tebal sambil sesekali memandang ke arah taman belakang melalui jendela besar di sisi ruang kerja itu. Pikirannya tampak jauh, seperti menelusuri masa lalu yang tidak pernah benar-benar padam.

Tanpa disuruh pintu, Kenzo langsung masuk dan duduk di sofa panjang yang terletak di depan meja kerja kakeknya.

“Aku ingin tahu kebenaran soal Nara,” ucap Kenzo dengan suara tenang namun penuh tekanan. “Apa benar dia… anak Papa dari wanita bernama Laras?”

Kakek Wiryo mengangkat wajahnya perlahan. Wajahnya datar, tidak terkejut, seolah ia sudah menunggu pertanyaan itu datang. Ia menutup bukunya dengan tenang, lalu melepas kacamatanya dan meletakkannya di atas meja.

“Kau langsung ke intinya,” gumam Kakek Wiryo pelan. Ia menatap Kenzo, lalu berdiri dan berjalan pelan menuju jendela. Ia memandang taman belakang, tempat Nara sempat berdiri beberapa hari lalu.

“Nara adalah bagian dari masa lalu yang selama ini dikubur dalam-dalam oleh Arman,” lanjutnya. “Laras… wanita yang tidak pernah sempat menjadi bagian dari keluarga kita secara resmi, tapi sempat mengisi ruang di hati ayahmu.”

Kenzo mengepal tangannya di pangkuan, nadanya semakin berat. “Kenapa baru sekarang? Kenapa baru muncul sekarang, saat semua sudah tertata?”

Kakek Wiryo menoleh. Sorot matanya tajam namun tidak keras. “Karena kebenaran, sepandai apapun kau sembunyikan, akan tetap mencari jalan untuk muncul. Nara tidak minta dilahirkan, Kenzo. Dia tidak salah. Tapi jika dia memang darah dari ayahmu, maka dia berhak atas nama dan kehormatan keluarga ini.”

“Apa sudah ada tes DNA?” Kenzo menyela. “Apa kita yakin dia benar-benar anak Papa?”

“sudah nak. Rinto sudah menyerahkan hasil DNA sebelum nya .Karena semua data, kesaksian, dan bukti dari Rinto—sahabat lama Laras—menguatkan bahwa apa yang dikatakan Laras dulu bukan kebohongan,” jawab sang kakek. “Tapi untuk keputusan akhir, tentu harus menunggu hasil yang lebih pasti. Aku tidak gegabah.”

Kenzo berdiri. Ia berjalan mendekati meja, menatap lurus wajah kakeknya.

“Kalau ternyata dia benar-benar adik kandungku… apa artinya dia akan mendapat semua hak yang selama ini kupikir hanya aku yang miliki?”

Kakek Wiryo tak menjawab langsung. Ia menarik napas panjang, lalu menatap Kenzo dengan tajam.

“Warisan, nama, kehormatan, Kenzo… bukan semata milik satu orang. Mereka yang lahir dari darah yang sama, punya hak yang sama. Tapi aku tahu, kekuasaan kadang membuat orang buta akan keadilan. Aku hanya ingin kamu tetap berpikir jernih. Jangan sampai amarah membutakan hatimu, Nak.”

Suasana menjadi hening. Hanya suara detik jam tua yang terdengar berdetak perlahan.

Kenzo akhirnya mengalihkan pandangannya, rahangnya mengeras. Ia tahu, banyak hal akan berubah. Dan Nara, entah siap atau tidak, akan menjadi bagian dari pusaran besar keluarga Wiratama.

“Aku akan menunggu keputusan yang kakek buat . Tapi sampai saat itu tiba…” Kenzo menatap tajam, “aku ingin semua tetap seperti semula. Jangan beri dia ruang terlalu besar sebelum semuanya jelas.”

Kakek Wiryo mengangguk pelan, paham akan maksud Kenzo. “Aku mengerti.”

Kenzo berbalik dan meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Pintu ruang kerja itu tertutup pelan… namun udara di dalamnya masih penuh dengan ketegangan yang belum selesai.

Setelah keluar dari ruang kerja sang kakek, Kenzo masuk ke kamarnya dengan langkah berat. Claudia, istrinya, tidak ada di sana. Ia ingat Claudia hari ini memiliki jadwal pemotretan. Kenzo merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk. Matanya menatap langit-langit kamar, tapi pikirannya melayang jauh ke tempat lain.

Bayangan sang ayah, Arman, menghantui benaknya. Bukan karena kasih sayang, tetapi karena pengkhianatan. Kenyataan bahwa ayahnya memiliki anak lain dari wanita masa lalunya—Laras—membuat Kenzo muak. Anak itu kini menyandang nama keluarga: Nara Wiratama.

Kenzo menghela napas berat, lalu duduk, merapikan rambutnya dengan kasar, seolah ingin membuang kekacauan di kepala. Ia bangkit dan keluar kamar, berjalan mencari seseorang yang bisa memberinya kejelasan… atau setidaknya ketenangan.

Di lorong, ia bertemu dengan Bik Ijah yang tengah menyapu pelan.

“Bik, Mama di mana?”

“Bu Ratih sedang di taman belakang, Den. Lagi ngurusin bunga-bunga itu,” jawab Bik Ijah sopan.

“Baik, terima kasih.”

Kenzo segera melangkah menuju taman belakang. Sinar matahari sore menyinari rerumputan dan tanaman yang tersusun rapi. Di tengah-tengah taman itu, tampak sosok wanita anggun dengan rambut disanggul rapi. Ia adalah Ratih, ibu Kenzo—wanita kuat dan elegan yang mengasuh Kenzo sendirian ketika Arman sibuk membangun kerajaan bisnisnya… dan rupanya, juga sibuk dengan wanita lain.

Ratih tengah memotong dahan kecil mawar putih, bunga kesayangannya. Jemarinya cekatan, tapi sorot matanya tetap lembut.

“Ma…” suara Kenzo lirih.

Ratih menoleh, senyumnya muncul secara otomatis. Namun, begitu melihat ekspresi wajah Kenzo yang tegang, senyumnya memudar pelan.

“Kenzo? Ada apa, Nak?” tanyanya sambil meletakkan gunting taman ke meja kecil di sampingnya.

Kenzo duduk di bangku taman di dekatnya. Pandangannya kosong. Diam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Apa Mama tahu… tentang Nara?”

Ratih terdiam. Tatapan matanya mengeras sejenak sebelum ia mengangguk pelan. “Iya, Mama tahu.”

“Dan Mama nggak cerita sama aku?” suara Kenzo rendah, tetapi tajam.

Ratih menghela napas panjang, lalu duduk di samping Kenzo.

“Karena Mama masih berusaha menguatkan diri, Nak. Bukan hal mudah tahu kalau suami yang Mama percaya... ternyata menyimpan rahasia besar.”

“Mama nggak marah?”

“Marah?” Ratih menatap Kenzo, matanya berkaca-kaca. “Tentu Mama marah. Tapi Mama juga lelah. Dikhianati itu menyakitkan. Tapi lebih menyakitkan lagi kalau luka itu harus Mama bawa sambil tetap berdiri tegar sebagai ibu dan sebagai istri—setidaknya di mata orang.”

Kenzo menggertakkan giginya. “Kalau memang benar Nara itu anak Papa dari Laras… berarti dia akan masuk ke keluarga ini. Dapat bagian dari nama besar keluarga Wiratama.”

Ratih mengangguk. “Iya, dan itu yang harus kita hadapi. Kenyataan tak akan berubah walau kita menolaknya. Tapi kita bisa mengatur bagaimana kita menyikapinya.”

“Bagaimana kalau dia hanya ingin kekayaan kita, Ma?”

Ratih menatap tajam Kenzo. “Maka kita lihat niatnya dari caranya melangkah. Tapi sebelum itu, jangan pernah kita jadi pihak yang kejam duluan. Dunia ini sudah cukup kejam, Nak. Jangan kamu ikut memperparah.”

Kenzo menunduk. Emosi dan logika bertarung di kepalanya. Tapi kata-kata Ratih seperti embun yang menenangkan.

“Kalau Mama bisa sekuat ini… aku harusnya juga bisa,” gumam Kenzo.

Ratih meraih tangan putranya, menggenggam erat.

“Kamu anak Mama. Kamu harus lebih kuat dari Mama.”

Sudah beberapa hari berlalu sejak kabar tentang Nara mengguncang keluarga Wiratama. Di ruang kerja yang penuh wibawa itu, aroma kayu manis dari dupa lembut tercium samar. Kakek Wiryo duduk di kursi kulit tuanya, wajahnya tenang tapi sorot matanya tajam mengawasi setiap gerak-gerik orang di sekitarnya.

Pintu diketuk dua kali.

“Masuk,” suara berat kakek Wiryo memecah keheningan.

Tio, tangan kanan keluarga Wiratama, masuk dengan langkah tegas. Di tangannya sebuah map cokelat bersegel. Semua orang tahu, ini bukan sekadar dokumen biasa—ini adalah hasil tes DNA yang akan menentukan nasib satu nama: Nara.

Tio berdiri di depan meja kerja.

“Ini hasil tes DNA antara Tuan Arman dan... Nara,” katanya pelan, menyerahkan map itu kepada sang kakek.

Kakek Wiryo mengangguk kecil. Jemarinya yang sudah renta membuka map tersebut perlahan, nyaris seperti sedang membuka bab penting dalam buku sejarah keluarga mereka.

Sekilas tak ada perubahan di wajahnya saat membaca halaman pertama. Tapi alisnya mulai berkerut ketika matanya mencapai bagian bawah.

“Apa ini…?” gumamnya.

Suasana mendadak mencekam.

1
watashi tantides
Nyesel ya pak gara gara nikah lagi😔 Kasian nasib Liana anak kandungnu pak😭
watashi tantides
Sakit banget💔😭 Liana 🫂
watashi tantides
Semoga Kenzo jatuh cinta ke Liana🥰 maaf Claudia istri sah itu semua karna kamu yang mepersatukan Kenzo dan Liana dan yang terlalu tega ke mereka😔
watashi tantides
Sakit banget💔😭
watashi tantides
Please ini mengandung bawang😭
watashi tantides
Mulai tumbuh benih sayang Kenzo ke Liana🥹🤍
Mira j: trimakasih KK dah singgah 🙏🏻💞
total 1 replies
watashi tantides
Liana😭❤️‍🩹
watashi tantides
Liana😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!