NovelToon NovelToon
PICCOLA PERDUTA

PICCOLA PERDUTA

Status: tamat
Genre:Action / Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dunia Lain / Dark Romance / Tamat
Popularitas:188.4k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

‼️Harap Bijak Dalam Memilih Bacaan‼️

Series #3 dan Series #4

Maula Maximillian dan rombongan kedokterannya dibuang ke sebuah desa terpencil di pelosok Spanyol, atas rencana seseorang yang ingin melihatnya hancur.

Desa itu sunyi, terasing, dan tak tersentuh peradaban. Namun di balik keheningan, tersembunyi kengerian yang perlahan bangkit. Warganya tak biasa dan mereka hidup dengan aturan sendiri. Mereka menjamu dengan sopan, lalu mencincang dengan tenang.

Yang datang bukan tamu bagi mereka, melainkan sebuah hidangan lezat.

Bagaimana Maula dan sembilan belas orang lainnya akan bertahan di desa penuh psikopat dan kanibal itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 : Kehangatan di Bawah Selimut Kasmir

...----------------...

...----------------...

...----------------...

...----------------...

...----------------...

...•••Selamat Membaca•••...

Rayden membantu istrinya duduk lebih dulu, tubuh Maula sudah jauh lebih baik sejak diberi obat oleh dokter. Rayden memberikan segelas susu untuk Maula..

“Yang lain udah pada makan?” tanya Maula singkat.

“Udah, kamu aja yang belum.”

“Kenapa bawa jet ini? Kan bisa bawa helikopter yang biasa, jomplang banget kamu bawa yang ini, Ray.” Maula merasa kemewahan yang tersuguh tidak setara dengan teman-temannya yang lain.

“Aku mau jemput kamu dan kamu harus ada di tempat yang nyaman. Kalau aku bawa heli biasa, gimana kamu mau istirahat.” Maula hanya terkekeh lalu meneguk habis susu di tangannya saat ini.

Rayden juga menyuguhkan makanan siap saji untuk Maula, juga ada cemilan. Maula menghabiskan semuanya, jelas terlihat kalau dia sangat lapar saat ini. Rayden mengusap lembut kepala Maula.

“Kapan terakhir kamu makan, hm?” tanya Rayden lembut lalu mencubit ujung hidung Maula.

“Hm malam kemarin kalau tidak salah,” katanya sambil berpikir lalu menatap Rayden lagi, “rasanya emang malam kemarin sih, makan ikan bakar tanpa bumbu, hasil Sofia mancing di sungai,” kekeh Maula yang membuat Rayden merasa sedih.

Selalu begini, istrinya selalu menyembunyikan kesedihan di balik tawa riangnya.

“Kalau papa kamu tahu aku gagal lagi menjagamu, pasti dia akan marah besar.” Maula menghentikan kegiatan mengunyah lalu mengambil air minum.

“Papa nggak gitu juga Rayden, santai saja.”

“Habiskan.” Maula mengangguk, Rayden mengganti pakaiannya sendiri dengan kaos tidur putih dan celana putih pendek.

“Ray, di sini ada sinyal tidak?” Rayden yang baru saja duduk di samping Maula menggeleng pelan.

“Memang kenapa?”

“Aku mau nonton film.” Rayden tertawa lepas, bisa-bisanya di saat begini, istrinya memikirkan film.

“Nonton film yang ada di ponsel aku aja, film panas untuk menghangatkan tubuh kita berdua,” goda Rayden yang membuat Maula menganga.

“Kamu simpan film begituan di ponsel?”

“Iya, kenapa memangnya?”

“Jangan aneh-aneh ya.”

“Aneh kenapa? Kan wajar aku nyimpan film di ponsel.”

“Iya jangan film begituan juga dong, kan masih banyak film lain.”

“Aku sukanya yang begitu, kenapa?”

“Loh kok nyolot. Mana ponsel kamu?” Rayden meraih ponselnya dan memberikan pada Maula.

Seketika mata Maula meneliti isi ponsel suaminya dan mendengus kesal karena di dalam ponsel itu hanya ada film kartun spongebob.

“Ngeselin kamu,” kesal Maula sambil melempar ponsel itu ke atas kasur, Rayden terkekeh.

“Kan benar yang aku bilang, film spongebob bisa bikin tubuh kita hangat. Liat nih.” Rayden memutar adegan saat Spongebob dan Patrick sedang duduk di dekat api unggun. “Nah, kita nontonnya sambil tiduran di dalam selimut, dilayar suasana hangat, di sini juga hangat. Kan aku benar.”

Maula yang sudah kepalang kesal, langsung mencekik leher suaminya dan menggigit bahu Rayden.

“Piccola, sakit,” jerit Rayden, Maula melepaskan semuanya dan berbaring dengan wajah kesal.

“Ya maaf, kamu mau nonton apa sih?”

“Film, apa aja, tapi jangan spongebob juga.” Rayden mengangguk dan memutar film yang dimaksud istrinya tetapi menggunakan ponsel lain.

“Kamu gila Raydeeennn.” Maula langsung menimpuk suaminya dengan bantal saat film dewasa itu diputar.

Rayden tertawa sangat kencang hingga memegang perutnya sendiri.

“Kamu punya ponsel cadangan buat nonton beginian? Dasar gila ya kamu.” Rayden masih tertawa, melihat wajah Maula kesal begitu, dia makin kecintaan.

Rayden berhenti dan menarik Maula agar tidur di sampingnya.

“Bukan punyaku, itu punya Ford, liat nih.” Rayden memberikan ponsel itu pada istrinya dan Maula bernapas lega karena itu memang ponsel Ford yang dipakai Rayden mencari titik lokasi.

“Emang istrinya nggak muasin apa ya? Kok sampai nyimpen video begitu?” Rayden menggigit dagu Maula dengan gemas.

“Nonton begitu bukan berarti istri tidak bisa memuaskan.”

“Lalu?”

“Ya dia pengen aja.”

“Ck apa-apaan begitu.”

“Mau nonton tidak?”

“Tidak mau, aku yakin otakmu langsung tidak sinkron dengan keadaan setelah nonton begituan.”

“Sok tau kamu, Piccola.”

“Ya emang tau. Oh iya, btw enakan mana? Aku atau Barbara di ranjang?” Rayden langsung tersedak air liurnya sendiri.

“Bahas yang lain,” tanggap Rayden.

“Tinggal jawab apa susahnya?”

“Ya kamu lah, sama dia hanya kesalahan dan kebodohanku.”

“Tapi kamu nggak pulang semalaman.”

“Waktu itu kondisinya kacau sayang.” Maula tersenyum dan menciumi wajah Rayden.

“Aku bercanda, aku udah tau semua kok.”

“Maaf ya, harusnya malam itu aku bilang sama kamu.”

“Lupain, aku nggak mau ingat semua itu. Anggap aja kamu jajan gratis.”

“Jajan. Enteng sekali mulut kamu ya.”

“Iya dong.”

“Nonton yuk.” Maula menggeleng kuat tapi Rayden justru memutar film itu dan menguatkan suaranya, untung saja bagian ruangan mereka kedap suara.

Selesai menonton, Rayden yang tidak tahan langsung menerkam istrinya penuh kelembutan.

Suara film dewasa yang tadi masih terngiang samar-samar di telinga Maula, tetapi Rayden sudah menutup layar ponsel dan menaruhnya di meja rosewood. Lampu kabin meredup otomatis, menyisakan semburat kuning keemasan di langit-langit berpanel mahoni. Di luar kaca ganda, butir hujan berlari seperti mutiara, memantulkan lampu landasan yang redup.

Rayden menunduk, bibirnya menyentuh kening Maula.

Maula menahan napas pendek. Ia menyentuh rahang Rayden, ibu jari mengusap bekas memar samar di pipi tegas itu. “Kamu harus istirahat. Luka di wajah ini nanti bengkak.”

“Tak terasa apa-apa kalau kamu yang menatapnya.” Rayden meraih tangan Maula, membawanya ke bibir, mengecup lembut buku-buku jari itu. “Dan lagi, aku ingin memastikan kamu benar-benar pulih sebelum aku memejamkan mata.”

Maula menggeser posisi, bersandar di bahu Rayden. Suara jemari Maula mengetuk lembut dada suaminya, mengikuti irama detak jantung. “Detaknya masih kencang.”

“Wajar. Istri cantik di sampingku memakai gaun tidur sutra. Siapa sanggup tenang?”

“Mulaaaiiii.”

Maula tertawa pelan, menepuk dada Rayden, lalu menaruh kepala di sana.

Kabin kini hanya diisi bisik dan napas. Di meja samping, lilin aromatik bergambar singa menyala pelan, melepaskan wangi ambergris tipis. Dari speaker tersembunyi, cello Bach melantun dalam volume rendah, setiap gesekan dawai seperti memijat udara.

Rayden menyingkap selimut hingga bahu Maula, lalu melingkarkan lengannya di bawah punggung istrinya. “Boleh?” tanyanya hampir tanpa suara, meminta izin tanpa kata untuk menyentuh Maula lebih dalam lagi. Maula menjawab dengan menarik Rayden lebih dekat, menautkan lengannya di leher pria itu.

Mereka berciuman—perlahan, seakan waktu ikut bernafas di antara bibir mereka. Bukan ciuman terburu-buru penuh lapar, melainkan labirin rasa rindu yang menuntut dijelajahi santai.

Bibir Rayden bergerak lembut, memberi ruang untuk Maula membalas. Tangannya ikut menelusuri garis rahang Maula, turun ke tengkuk, mengusap kulit halus di sana. Setiap sentuhan tak lebih dari sentakan kecil, tapi cukup membuat Maula menghela napas panjang.

Sang istri membalas dengan lembut; telapak tangannya membuka kaos Rayden. Saat dada Rayden terbuka, ia mengecup kulit hangat itu, merasakan denyut kuat di balik tulang.

Rayden menahan napas, memejamkan mata, membiarkan Maula memimpin. “Piccola…,” gumamnya, suara parau. Ia membalas dengan mengusap lengan Maula, menyingkirkan sisa rasa dingin di kulit istrinya. Jemarinya berhenti di perban tipis; Rayden menunduk, mengecup tepat di atas perban itu sebagai bentuk sebuah penghormatan pada luka yang kini jadi cerita.

Maula menutup kelopak mata indahnya, menghirup wangi tubuh Rayden. Rasa aman menjalari setiap sel, menyingkirkan sisa ketakutan yang masih membayang. Ia membiarkan Rayden menuntun punggungnya turun pelan hingga berbaring sepenuhnya. Selimut disibakkan, tapi suhu kabin tetap hangat. Lampu otomatis meredup satu tingkat lagi, sarang emas berubah menjadi amber, lalu ke temaram topaz.

Rayden berbaring di samping, lengan di bawah kepala Maula, tangan satunya menyusur pinggang istrinya, mempererat jarak menjadi tak bersela. Ia mencium pelipis Maula, kemudian turun menyapu garis rahang, berhenti di lekuk leher. Bibirnya hanya menempel sekilas, meninggalkan jejak napas panas yang membuat Maula bergidik.

Maula membalas dengan menarik Rayden kian dekat. Jari-jarinya menelusuri punggung pria itu, menekan otot-otot tegang, memberikan pijat lembut sebagai balasan sayang. Sesekali, jemarinya terpeleset menyentuh bekas luka lama di sisi rusuk, kenang-kenangan misi masa lalu.

kecupan kali ini di bibir, sedikit lebih dalam, sedikit lebih membutuhkan. Jari-jarinya menelusur punggung Maula, berhenti di lipatan sutra di punggung, lalu mengusap pelan. Gerak lembut, menghormati batas.

Rayden memecah hening dengan bisik, “Kau tahu? Setiap detik tanpamu terasa seperti ruangan tanpa oksigen. Aku gila tanpamu, Piccola.”

Maula menyentuh bibir Rayden, menenangkan. “Sekarang bernapaslah. Aku di sini.”

Rayden tertawa pelan, lalu menenggelamkan wajah di rambut Maula. “Aromamu lebih baik dari udara mana pun.” Ia menarik selimut menutupi bahu mereka berdua, lalu memiringkan tubuh agar lebih dalam memeluk Maula. Wajah mereka hanya terpaut milimeter dan jarak cukup untuk berbagi udara.

Ketika akhirnya Maula menutup mata, ia merasakan seluruh tubuhnya diselimuti tetapi bukan hanya kain kasmir, tetapi lengan dan dada Rayden, juga keheningan kabin yang teredam. Jantung Rayden berdetak di telinganya, irama yang menepuk lembut kantuk.

Malam itu, cuaca hujan di luar kabin, menjadi saksi penyatuan cinta Rayden dan Maula setelah berpisah beberapa hari karena pengkhianatan temannya sendiri.

Rayden menuntaskan hasrat dan menikmati setiap inci tubuh sang istri tanpa banyak bicara. Kini, kabin dipenuhi dengan suara nikmat, desahan dan lenguhan penuh nafsu.

Rayden menyentuh istrinya dengan sangat lembut, menjaga agar tubuh istrinya tidak sakit. Mereka berhenti setelah sama-sama lelah dan nafas memburu. Maula tertidur dengan kepala di atas dada bidang Rayden.

“Bahagia bisa kembali merasakan kehangatan tubuhmu, Piccola.” Rayden mencium puncak kepala Maula dengan lembut lalu memejamkan mata.

Tubuh mereka kini sama-sama hangat di balik selimut kasmir itu.

...•••Bersambung•••...

...Makasih ya buat dukungan kalian, maaf nggak bisa balas satu-satu. Btw hari ini cukup satu dulu ya, mau lanjutin yang di wp, udah hiatus 3 hari soalnya karena fokus sama novel ini ☺ sayang kalian semua 🥰🥰...

...----------------...

1
Siti H
suka genre psikopat ya Thor. tapi keren, aku suka cara penulisanmu yang rapih.
Vebi Gusriyeni: Belum tua2 amat lah itu, masih bisa produktif kakaknya nulis ya. Aku juga udah tua, udh 29 tahun kak
Siti H: udah tiga anak akak, dan pastinya udah tuiiir, dah 40 tahun🤧
total 5 replies
Siti Yatmi
cerita tentang kisah cinta marlo dong thor....buat dia bertemu dgn wanitanya....
Vebi Gusriyeni: Aku bakalan pikirin alur yg bagus dulu kak, ntar kalo nemu aku rilis insyaallah 😌
total 1 replies
Siti Yatmi
serem amat ih..ada2 aja..ko nonton org di siksa...binatang di siksa aja aku nangis...apalagi org...
Vebi Gusriyeni: Ada loh yg begitu
total 1 replies
Siti Yatmi
crita yg indah...menguras emosi...bahkan airmata...cinta yg sarat akan makna. .tidak menuntut. ..ini love author. ..thor lanjutkan dong ....saya suka banget sama semua karakter di novel ini..meski sadis..tapi pada tempatnya. ..lanjut lah thor....
Vebi Gusriyeni: Terima kasih banyak kakak ❤
total 1 replies
Rina Meylina
Benar2 selesai kah keluarga ini kak? Aku masih ingin terus baca
Annissa Riani
Kisah yang indah untuk semua tokohnya, mereka punya konflik masing-masing yang cukup kompleks sampai mereka menemukan kebahagiaan masing2
🌹Andara Terina🌹
Saya masih tetap ingin di sini, gimana dong💔
🌺Shella BTS🌺
Saya sih berharap banget ni series ampe 10 😊
Kiaraaaa ❄❄❄
Plis kasih tau cara buat move on dari novel ini, gue masih ingin bersama maximillian❣️
Noer Hidayati
Bakal merindukan novel ini terus, belum bisa move on
Latifa Andriani
Kok gue gak ikhlas ya ini tamat 💔
Cimiwiww
Satu series lagi dong kak
Cimiwiww
Happy ending tapi bikin aku galmove
Abel Kenoca
Berharap masih ada series lanjutan
Gita Gekes
Cinta yang setara itu sangat indah ternyata ya 😘
Loroye Barbara
yg sakit itu waktu alaric gatal2 karena gk sengaja makan kacang padahal tuh anak yg diam-diam mau, eh yang kena amuk malah Beverly, mana dikurung dua hari di gudang abis dipukulin, wajar sih kalau beverly sakit begini, pun udah lama dia pendam
Loroye Barbara
Perhatian Marlo tipis tapi mengesankan
Nara Jelita
Karyamu indah kak, semua series kamu udah kelar aku baca, bodo amat mau abis duit berpa yg penting akunya happy ❤😘
Nara Jelita
Sok sok an Archer, Beverly ngilang dikit dia nyariin/Facepalm/
Moonestella Dusklyn
Archer ini sayang tapi gengsi buat bilang, dia habis nyiksa Beverly malah nangis sendiri dan kalau ketemu buang muka. Kayak gak pernah saling tukar keringat aja kalau lagi mode hyper🤣 Ngucap lo Archer
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!