Dipusingkan oleh pekerjaan, membuat Dakota Cynthia Higgins melampiaskan rasa lelah dengan bersenang-senang di club malam bersama teman. Dia yang sedang mabuk pun ditantang untuk menggoda seorang pria yang tak lain adalah Brennus Finlay Dominique.
Dalam kondisi terpengaruh alkohol, mabuk berat hingga kehilangan akal sehat, Dakota sungguh merayu Brennus hingga terjadi satu malam penuh tragedi. Padahal sebelumnya tak pernah melakukan hal segila itu dengan pria manapun.
Ketika sadar, Dakota benar-benar menyesal. Bukan akibat kehilangan mahkota yang selama ini dijaga, tapi karena pria itu adalah Brennus, salah satu keturunan Dominique. Di matanya, keluarga itu memiliki sifat menyebalkan.
Brennus berusaha untuk menerima segala konsekuensi atas apa yang terjadi malam itu, tapi ternyata Dakota tidak menginginkan hal serupa. Wanita itu sudah anti dengan keluarga Dominique.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
Jika bukan karena daddynya yang tiba-tiba sudah mengangkat panggilan dari Laura, mana mungkin Brennus mau bicara dengan kekasihnya. Hingga sekarang ia terdampar di sebuah restoran, private room dengan seorang wanita yang kini bergelayut manja di sebelah kanannya. Bukannya makan, justru menempel padanya seperti lintah saja.
Brennus tidak ada niatan sedikit pun untuk bertemu. Tapi, kata Daddy dan pamannya, sebelum mengejar Dakota, lebih baik selesaikan dahulu dengan Laura. Supaya enak kalau mau berjuang ke depannya, tak ada hambatan. Apa lagi mereka nilai kalau Dakota adalah wanita yang enggan merusak hubungan orang lain, apa lagi sampai dilabeli perebut.
Oke, dan Brennus akan melakukan saran itu. Jika memutuskan melalui pesan selalu ditolak, maka sekarang saatnya secara langsung.
Brennus merasa risih ditempeli Laura terus. Padahal dahulu biasa-biasa saja. Kelakuan wanita itu kalau sedang bertengkar dengannya, pasti akan berakhir begitu. Atau terkadang menariknya ke ranjang dan berakhir ... ya tahu sendirilah melakukan apa.
Sekarang rayuan dan godaan kekasihnya tidak lagi mempan membuat keputusannya goyah. Brennus tetap mau pisah.
Langkah pertama, singkirkan dahulu tangan yang melingkar di lengannya. Lalu, kepala Laura yang bersandar di bahunya. Kemudian, ia segera berdiri dan berpindah duduk di kursi seberang. Brennus bisa mendengar ada helaan napas kasar, tapi masa bodoh, tak peduli.
“Aku mau putus denganmu!” ucap Brennus dengan lantang, penuh keyakinan, tegas, dan mata juga berpusat pada wajah Laura agar wanita itu melihat kesungguhan dari ajakannya tersebut.
“Aku tidak mau,” tolak Laura. Ia melipatkan tangan di dada dan memasang wajah merajuk seperti biasa.
Jurus andalan Laura sejak dahulu adalah cemberut. Brennus selalu berusaha membujuknya ketika seperti itu. Saat prianya melakukan kesalahan dengan lupa menjemput karena alasan lupa akibat sibuk, atau mendahulukan keluarga dibanding kekasih sendiri. Pada akhirnya pasti cara itu jitu sekali untuk membuat pria itu kembali.
Namun, sayangnya, itu dahulu. Saat Brennus tak terpikat pada Dakota, tidak menginginkan wanita manapun. Sekarang sudah jelas dan pasti beda. Keinginannya hanya satu. Tanggung jawab dengan sekretaris kembarannya. Sudah, cukup, tak ada yang lain. Jadi, mau Laura cemberut sampai bibir merosot ke lantai pun ia tak peduli.
“Aku sudah bosan dengan hubungan kita,” imbuh Brennus. Mungkin selama ini penjelasannya kurang bisa dipahami oleh Laura.
“Bosan? Di bagian yang mana? Kepuasanmu terhadap kemampuanku di atas ranjang?” tebak Laura. Dan ia langsung meyakinkan sang pria lagi. “Aku akan belajar gaya yang lain supaya kau bisa terpuaskan, Sayang. Jadi, tidak perlu putus denganku dan mencari orang lain. Aku bisa melakukan semuanya.” Berdiri, hendak berpindah duduk di samping Brennus.
Namun, pria itu telah berdiri saat Laura terduduk dan belum sempat meraih apa pun. “Bukan karena itu. Tapi, aku lelah menjalani kisah cinta kita. Pertengkaran selalu saja karena hal-hal sepele. Kau ingin dimengerti terus, tanpa peduli kalau aku ini sibuk.”
“Memang apa salahnya manja dengan kekasih sendiri? Bukankah pria senang jika ada wanita yang bergantung hidup dengannya?”
Brennus menggeleng. Entah harus dengan cara apa lagi ia menjelaskan. Mana mungkin membawa nama Dakota di dalam pertengkaran mereka. Dia cukup yakin kalau wanita yang kini masih enggan diputuskan itu pasti akan melabrak dan meminta Dakota menjauh.
“Salah, itu sangat salah. Aku muak, aku lelah, dan aku benci wanita manja yang hanya bisa bergantung hidup denganku. Tidak ada usaha untuk mandiri.” Apakah aku terlalu kasar? Selanjutnya Brennus berdialog dalam hati.
Laura mulai terisak mendengar suara yang terdengar marah padanya. “Maaf, aku akan memperbaiki. Tapi, jangan putus, ya? Kita bisa perbaiki semuanya dari awal. Mulai sekarang aku akan mencari kerja, atau kerja di perusahaanmu saja supaya kita bertemu tiap hari. Apa pun akan ku lakukan, asal kita tetap bersama.”