Zahra, gadis biasa yang begitu bahagia dengan kehidupan remaja pada umumnya, tiba-tiba harus meminta seorang ustad yang usianya jauh di atas dirinya untuk menikah.
***
"Ustadz Zaki!" panggilnya dengan sedikit ngos-ngosan, terlihat sekali jika gadis itu baru saja berlari.
Dua pria berbeda generasi yang tengah berbicara itu terpaksa menoleh kepadanya.
"Zahra, bisa sedikit sopan kan, kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!?" pria dengan baju putih dengan rambut yang juga sebagian memutih itu terlihat kesal, tapi si gadis tidak mengindahkannya. Tatapannya hanya tertuju pada sang ustadz.
"Ustad, menikahlah denganku!"
Pernyataan gadis itu tentu membuat sang ustadz tercengang, ia menatap pria di depannya bergantian dengan gadis yang baru datang dan tiba-tiba mengajaknya menikah itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta izin
Kini Zahra sudah siap dengan seragam sekolahnya saat ustad Zaki kembali dari masjid.
Ustad Zaki sebelumnya sudah meminta ijin pada Imron untuk pulang belakangan karena masih ada hal yang harus ia kerjakan.
Suara motor yang berhenti tepat di depan rumah langsung menjadi pusat perhatian, ternyata itu ustad Zaki. Zahra yang penasaran segera mengintip dari balik jendela,
"Yahhh, kenapa dia kembali, padahal ini kesempatan bagus!?" gumamnya tapi dengan cepat kembali ke tempatnya sebelum ustad Zaki masuk.
"Assalamualaikum!?" sapanya begitu memasuki rumah, Bu Narsih yang tengah sibuk di dapur segera menjawab salam begitu mendengar salam dari ustad Zaki, berbeda dengan Zahra yang pura-pura tidak mendengar.
"Waalaikum salam!?" Bu Narsih segera buru-buru keluar dari dapur dengan membawa satu baskom sayur yang siap di hidangkan.
"Ya Allah zahra, suami datang bukannya jawab salam malah diam saja." gerutu Bu Narsih, tapi Zahra masih enggan menjawabnya.
Padahal ia sudah berharap pria itu tidak akan kembali pagi ini agar setidaknya ia bisa berangkat sendiri, atau mungkin masnya yang akan mengantar.
Kini ustad Zaki menghampiri mereka,
"Duduk ustad, kita sarapan bersama!"
"Terimakasih Bu, saya ganti baju dulu!" tapi tatapan ustad Zaki kini tertuju pada Zahra.
"Iya silahkan."
"Dek, bisa bantu mas sebentar?" tanyanya pada Zahra dan kata itu begitu asing di telinga Zahra.
"Zahra, ditanya suami kamu itu!?"
"Apa sih, aku sudah lapar. Mau sarapan!?" keluh Zahra sambil mendongakkan kepalanya menatap ustad Zaki,
"Dek, mas butuh banget!" ucap ustad Zaki dengan tatapan yang sama persis seperti tatapannya semalam,
Mati aku .....
"Iya, iya. Nggak sabaran banget, aku kan cuma bilang bentar!?" ucap Zahra sambil membayangkan ancaman ustad Zaki semalam.
"Bentar ya Bu!" pamit ustad Zaki dan Zahra pun ikut berdiri saat ustad Zaki meraih tangannya.
Ustad Zaki dan Zahra pun kembali masuk ke dalam kamar, ia segera menutup kembali pintu kamar itu agar Bu Narsih tidak mendengarkan percakapan mereka.
"Ada apa sih?"
"Menurut dek Zahra, apa hari ini dek Zahra tidak melakukan kesalahan?"
"Enggak!?"
"Apa mas perlu mengingatkan?"
"Apa sih, to the point aja deh. Lapar aku sudahan!"
"Kalau dek Zahra tetap nggak bisa bersikap baik, mas akan melakukan kewajiban mas sebagai suami dek Zahra!"
"Maksudnya yang semalam?"
"Hmmm!?"
Astaghfirullah, dia benar-benar suka mengancam ....
"Iya maaf, nggak lagi!"
"Minta maaf sama ibu!?" perintah ustad zaki.
"Sekarang?"
"Hmmm."
"Nanti aja ya, please!" Zahra mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
"Nggak, sekarang! Atau aku akan_!" ustad Zaki mendekati Zahra dengan tatapan yang selalu membuat Zahra merinding di buatnya.
"Iya, iya, sekarang!"
Zahra pun dengan cepat keluar dan menemui ibunya di meja makan.
Sedangkan ustad Zaki, ia segera mengganti bajunya dengan baju yang semalam sudah ia bawa.
"Bu, maaf!?" ucap Zahra tiba-tiba membuat Bu Narsih mengerutkan keningnya.
"Hahh?"
"Maaf, Zahra sudah tidak sopan."
Sekarang Bu Narsih tahu situasinya, ia pun segera mendekati putrinya itu,
"Suaminya salam, bukannya di jawab malah di cuekin!? Tahu sendiri kan akibatnya."
"Zahra jawabnya dalam hati Bu, tadi!"
"Ngeles aja kalau dibilangin, baru juga minta maaf!"
Ustad Zaki tersenyum dan kembali bergabung dengan mereka.
"Maaf ya Bu, tadi pagi nggak bisa bantu!?" ustad Zaki merasa sangat sungkan karena ia baru saja kembali sedangkan mertuanya sudah selesai semuanya.
"Nggak pa pa ustad, ibu sudah biasa melakukan semuanya sendiri, tapi maaf ya ustad, makannya seadanya! Zahra ambilkan sarapan buat suami kamu!" perintah Bu Narsih kemudian pada putrinya.
Ampun deh, kayak raja aja ...
Walaupun menunjukan wajah kesalnya tetap saja Zahra mengambilkan makanan untuk ustad Zaki,
"Lagi?"
"Ini sudah cukup, terimakasih ya dek!"
Zahra hanya nyengir dan kembali duduk, Bu Narsih pun juga mengambil makanan untuk dirinya sendiri,
"Ibu nggak pernah masak makanan yang mewah, hanya ini yang bisa ibu masak."
"Nggak pa pa Bu, ini sudah lebih dari cukup." ucap ustad Zaki sambil memulai memakan makanannya.
"Ya iya lah, numpang makan!?" gumam Zahra lirih tapi masih bisa di dengar oleh Bu Narsih dan ustad Zaki. Hal itu segera mendapat pelototan dari Bu Narsih.
Ustad Zaki sampai hampir saja gagal menelan makanan yang ada di tenggorokannya, beruntung ia segera bisa mengendalikan diri.
Dia benar-benar menguji kesabaranku ..., astaghfirullah hal azim, ustad Zaki hanya bisa beristigfar dalam hati.
"Zahra, jaga bicara kamu!" bentak Bu Narsih segara.
Sedangkan ustad Zaki setelah berhasil mengendalikan perasaanya, ia hanya tersenyum seperti biasanya, "Nggak pa pa Bu, dek Zahra hanya belum terbiasa saja. Insyaallah nanti dia akan menjadi lebih baik."
"Maaf ustad, Zahra memang suka kelewatan seperti itu." tampak sekali jika bu Narsih merasa tidak enak dengan sang menantu yang notabene nya sebagai ustad yang selalu dihormati masyarakat.
"Jangan dipikirkan Bu." ustad Zaki mencoba mengatakan kalau dia biasa saja agar ibu mertuanya tidak kepikiran, "Oh iya, mas Imron sama bapak_?" dengan cepat ia mengalihkan pembicaraan.
"Ohhh, tadi katanya lupa bilang. Hari ini jadwal kontrol bapak, dari pada dapat nomor antrian belakangan, Imron sengaja ngajak bapak berangkat pagi-pagi. Kalau ustad Zaki tidak ada acara, katanya minta tolong buat mengantar Zahra."
"Alhamdulillah mulai sekarang tugas mengantar dek Zahra sudah menjadi tanggung jawab saya, sesibuk apapun saya, insyaallah akan saya usahakan untuk tetap mengantar dek Zahra."
"Ya Allah, terimakasih ustad. Saya jadi tidak enak." terlihat Bu Narsih begitu sungkan. Tapi sungguh berbeda dengan Zahra, ia malah tampak menikmati makanannya.
"Jangan merasa sungkan Bu, saya sekarang sudah jadi suami dek Zahra, jadi apapun yang menyangkut dek Zahra sudah menjadi tanggung jawab saya."
"Syukurlah kalau begitu!"
Mereka pun kembali melanjutkan makan, hingga ustad Zaki kembali teringat sesuatu,
"Oh iya, Bu! Sebenarnya hari ini saya mau minta ijin Bu," ucap ustad Zaki kemudian membuat Bu Narsih dan Zahra mengehentikan makannya.
"Ijin?" tanya Bu Narsih kemudian. Begitu juga dengan Zahra, ia menghentikan makannya dan tertarik untuk mendengar perkataan ustad Zaki selanjutnya.
Mudah-mudahan dia ijinnya mau pergi merantau, cari uang yang banyak, dia kan sudah beristri, mana cukup untuk menghidupi istrinya yang masih sekolah. Memang nggak malu kalau biaya sekolah masih di bebankan sama bapak. batin Zahra, ia sudah memikirkan banyak hal agar bisa setidaknya sedikit berjarak dengan pria yang semalam menikahinya.
"Mau merantau ya? Aku ijinkan!" ucap Zahra dengan begitu bersemangat sebelum ustad Zaki sempat menjawab pertanyaan dari ibunya.
Ustad Zaki masih tetap tersenyum ramah pada Zahra, ia juga menggelengkan kepalanya sedikit menggoda istri nakalnya itu,
"Saya ijin mau mengajak dek Zahra pindah ke kontrakan. Karena saya pikir akan lebih baik jika kita belajar untuk hidup mandiri. Lagi pula dek Zahra sekarang sudah menjadi tanggung jawab saya, apapun yang terjadi dengan dek Zahra."
"Mana bisa begitu!" Zahra langsung melayangkan protesnya. Ia hampir berdiri tapi di tahan oleh ibunya.
"Zahra, diam dulu!" bentak sang ibu, lalu Bu Narsih kembali fokus kepada ustad Zaki setelah Zahra bersedia diam,
"Jika ustad berpikir seperti itu, saya atau bapak pasti setuju. Bagaimanapun Zahra sudah istri ustad, sudah sepatutnya dia ikut kemanapun ustad pergi."
"Ibu kok malah gitu sih, ibu nggak sayang lagi ya sama Zahra? Bisa-bisanya ibu mengijinkan putri ibu satu-satunya di bawa oleh orang asing." Zahra begitu kesal sampai meninggalkan meja makan.
"Zahra, ustad Zaki bukan orang lain. Dia suami kamu!" teriak Bu Narsih.
"Sabar Bu, biar saya yang memberi pengertian pada dek Zahra."
"Dia benar-benar keras kepala ustad, saya tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi Zahra."
"Jangan khawatir bu, insyaallah nanti dek Zahra akan mengerti. Kalau masalah kepindahan kami, saya juga akan menunggu persetujuan dari pak Warsi dulu."
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga yang banyak biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
mksh kk baik🥰