21+
Laura Anastasia, seorang gadis yatim piatu berusia 21 tahun, pemilik sebuah panti asuhan. Suatu hari ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa mendiang sang ibu yang telah meminjam uang sebanyak 300 juta kepada seorang rentenir. Dengan menggadaikan sertifikat tanah panti asuhannya.
Mampukah Laura mendapatkan uang itu dalam waktu 2 hari? Atau ia harus rela kehilangan panti asuhan milik orang tuanya?
Edward Alexander Hugo, seorang pria mapan berusia 35 tahun. Seorang pewaris tunggal dari keluarga Hugo. Sampai saat ini, tidak ada yang tau tentang status hubungannya. Tidak pernah terdengar memiliki kekasih, mungkinkah dia seorang pria lajang atau mungkin sudah beristri?
Hingga suatu ketika, sang gadis yatim piatu dan sang pewaris di pertemukan oleh sebuah TAKDIR.
“Aku hanya membutuhkanmu saat aku tidur, jadi kembali lah sebelum aku tidur”. Edward Alexander Hugo.
.
.
.
.
Hai, aku baru belajar menulis. Mohon kritik dan saran dari pembaca sekalian.
Terima Gaji 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 23. Setengah Panas.
Usapan lembut terasa di pipi Laura, ia mengerejapkan matanya. Ia melihat sesosok makhluk tampan yang kasat mata, kini sedang berada di samping nya.
“Maaf, aku ketiduran. Apa kamu sudah lama datangnya ?” Tanya Laura, ia menggosok matanya agar bisa terbuka sempurna.
“Hmm. Aku baru saja sampai, aku membawakan makanan untuk mu. Kamu pasti belum makan siang, kan?” Suara pria itu tidak sedatar saat tadi ia pergi.
“Aku makan soup sayuran tadi, di lemari es sudah ada bahan makanan”. Laura melirik ke arah dapur yang berada dekat dengan tempat ia tidur.
“Kenapa tidak tidur di kamar, hmm?” Edward kembali mengelus pipi mulus milik Laura.
“Sofa ini begitu nyaman.” Laura menepuk-nepuk bagian sofa di sebelah kanannya. Pandangannya menerawang ke arah lautan lepas.
Edward menarik tubuh Laura dan membuat gadis itu duduk di atasnya.
“Ed, apa yang kamu lakukan?” Laura menjadi canggung. Ia sering berada di atas tubuh pria ini, tapi itu saat malam hari. Rasanya begitu berbeda.
Edward menarik tengkuk gadis itu, mendekatkan ke arah wajahnya. Namun Laura berusaha menghindari, ia meletakkan kedua tangannya di dada pria dewasa itu.
“Kamu menolakku?”
“Ed, aku malu.” Gumam Laura, ia menundukkan kepalanya, biarlah Edward tidak suka.
Pria itu menaikan dagu Laura dengan telunjuk kanannya. Seketika pandangan mereka beradu.
“Kenapa harus malu? Kita sudah sering seperti ini”. Edward lalu menempelkan bibirnya pada bibir tipis milik Laura.
Perlahan namun pasti, keduanya mulai terbuai. Laura pun mengalah pada sentuhan lembut yang Edward berikan. Mereka beradu bibir dengan sangat rakus, seolah di kejar waktu.
Tangan keduanya pun tak tinggal diam, tangan kekar Edward mengusap naik turun punggung Laura hingga berhenti di bo*kong gadis itu. Lalu sesekali mere*masnya.
Begitu pula Laura, tangannya juga aktif mere*mas rambut tebal milik Edward.
Nafas keduanya memburu seperti habis berlari maraton. Edward mengakhiri kegiatan ‘setengah panas’ itu. Ia memberi kesempatan pada dirinya dan Laura untuk menghirup udara lebih banyak.
Pria dewasa itu menempelkan keningnya pada kening gadis muda yang berada diatasnya. Nafas keduanya masih sedikit tersengal.
Edward mengusap bibir Laura menggunakan ibu jarinya. “Aku lapar”. Bisik pria itu.
Laura mengerutkan dahinya. “Kamu belum makan siang?”
Edward mengangguk. Ia lalu bangkit dari duduknya dengan Laura yang berada dalam gendongan nya. Seperti induk koala yang menggendong anaknya.
Laura memekik karena kaget. Ia lalu mengeratkan rangkulan tangannya pada leher Edward.
“Temani aku makan, setelah ini kita tidur. Nanti malam kita jalan-jalan keluar villa ini.”
Edward mendudukkan Laura di atas meja makan. Lalu ia duduk di kursinya.
Saat hendak turun, Edward mencegah Laura dengan meletakan kotak makanan di pangkuan gadis itu.
“Suapi aku!” Perintahnya
“Iya, tapi aku turun dulu”.
“Tidak. Tetap duduk disini”. Edward menahan tubuh Laura yang hampir berdiri.
“Ed-
“Ara, aku tidak- hmpptt”
Laura lalu memasukkan satu potong daging ayam kedalam bibir Edward.
“Aku tau, kamu tidak mau mendengar penolakan apapun”.
*****
“Ada apa Maria? Aku perhatikan, semenjak kepergian nyonya Samantha, kamu banyak melamun”. Tanya bibi Lily, kini mereka hanya berdua di ruang kerja ibu Maria.
“Apa Lala berbohong kepada kita, Ly?” Gumam ibu Maria tetapi masih bisa di dengar oleh bibi Lily.
“Kenapa kamu mengatakan seperti itu?”
“Lily, tadi nyonya Samantha mengatakan saat dia di ibukota, dia sempat bertemu Lala di tempat kerjanya. Dan itu di restoran. Bukankah itu artinya Lala masih bekerja dengan Yulia ?” Jawab ibu Maria panjang lebar.
“Lalu kenapa, Maria? Bukannya itu bagus?”
“Lily, kamu lupa kalau Lala mengatakan pada kita jika ia sekarang bekerja dengan orang lain? Seorang pria yang memintanya tinggal dirumahnya, lalu kenapa Lala masih bekerja di tempat Yulia ?”
“Benar juga ya.” Bibi Lily nampak berpikir.
“Ah siapa tau Lala bekerja di dua tempat. Kamu ingat, dia mengatakan jika atasannya yang baru jarang berada di rumahnya. Jadi saat atasannya itu tidak ada, mungkin Lala kembali bekerja di tempat Yulia”. Bibi Lily mengambil kesimpulan sendiri.
“Apa mungkin seperti itu, Ly?” Ibu Maria merasa ragu. Ia takut Laura mengambil jalan nekat demi mendapatkan uang itu. Bagaimana pun ia sudah berjanji kepada mendiang orang tua Laura kalau dia akan menjaga dan menyayangi Laura seperti anaknya kandungnya sendiri.
“Kita berdoa saja, Maria. Agar dimana pun anak itu berada, dia selalu dilindungi oleh Tuhan.”
“Amiin. Tapi Ly, jika Lala bekerja di dua tempat, itu artinya kita sudah sangat merepotkan dia Ly. Apalagi dia masih kuliah. Kasian sekali anak itu.” Mata ibu Maria mulai berkaca-kaca. Ia membayangkan Laura yang harus bekerja di dua tempat demi mendapatkan uang untuk melunasi hutang ibunya.
“Sudahlah Maria, kamu jangan berpikir yang bukan-bukan. Aku tidak mau kamu sakit lagi. Laura akan memarahi ku jika kamu sampai sakit lagi karena berpikir terlalu keras.” Bibi Lily menenangkan sahabatnya itu.
*****
Ditempat lain, perdebatan ibu dan anak terjadi di salah satu rumah mewah di ibukota.
“Arga, berapa kali mama bilang sama kamu, mama tidak mau kamu berhubungan dengan gadis panti itu”. Seorang wanita paruh baya sedang duduk di sofa tunggal ruang tamunya, dengan kaki kanan menumpang di atas kaki kirinya.
“Ma, beri Arga alasan kenapa mama menolak Laura, ma? Dia sekarang sudah kuliah. Sebentar lagi dia lulus dan bekerja.”
“Tidak ada alasan apapun. Mama tidak setuju, ya tidak Arga. Jangan membantah mama. Kamu anak mama satu-satunya, menurut sedikit dong sama mama.” Wanita itu menjawab dengan angkuh.
“Ma, please.. Arga akan menuruti apapun keinginan mama, tapi tolong restui Arga dan Laura ma. Laura gadis baik, tidak alasan untuk mama tidak menyukainya.” Rendra masih tetap akan pendiriannya.
“Dia memang gadis baik Ar, tapi sayang dia tidak cocok dengan kamu. Masih banyak gadis di luar sana yang pantas untuk kamu.” Mama Rendra berdiri dari duduknya.
“Sudahlah Arga, kamu menurut sekali ini sama mama. Mama juga sudah menuruti keinginanmu menjadi dosen di kampus itu kan”. Setelah berbicara seperti itu, wanita paruh baya itu pergi meninggalkan Rendra sendiri di ruang tamu.
“La, apa yang dulu mama katakan sama kamu? Sampai-sampai kamu menghindari ku seperti ini?” Rendra berbicara sendiri. Sampai saat ini, dia belum mendapat jawaban atas kandasnya hubungan yang ia dan Laura jalin 3 tahun lalu.
.
.
.
To be continue
bab nya jdi sama ceritanya
lanjutkeun... 👍👍👍