"kamu pembawa sial tidak pantas menikah dengan anakku" ucap Romlah
"aku sudah mempersiapkan pernikahan ini selama 5 tahun, Bagaimana dengan kluargaku" jawab Ratih
"tenang saja Ratih aku sudah mempersiapkan jodohmu" ucap Narti
dan kemudian munculah seorang pria berambut gondrong seperti orang gila
"diakan orang gila yang suka aku kasih makan, masa aku harus menikah dengan dia" jawab Ratih kesal
dan tanpa Ratih tahu kalau Rojali adalah pendekar no 1 di gunung Galunggung
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RR 34
Kediaman keluarga Lesmana berubah menjadi lautan api. Sekitar dua puluh mobil mewah hangus terbakar di area parkiran. Sebagai bagian dari perumahan elit, kompleks tersebut sudah dilengkapi sistem keamanan dan pencegahan kebakaran yang canggih. Untungnya, kobaran api tidak sempat merambat ke rumah utama, karena sistem pemisahan bangunan dan peringatan dini bekerja dengan baik.
Lima unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi. Petugas bekerja keras menjinakkan api yang membubung tinggi, sementara asap hitam membubung ke langit. Suasana mencekam, suara sirene memekakkan telinga, dan para penghuni kompleks hanya bisa menatap penuh ketakutan.
Ketegangan melanda rumah Lesmana. Renaldi tak lagi menjaga sopan santun.
“Bustomi, aku mengalami kerugian besar! Bagaimana kau akan bertanggung jawab?” teriaknya dengan emosi meluap. Wajahnya merah padam, nadanya penuh amarah, membuat semua orang di ruangan terdiam tegang.
“Kami pasti akan berusaha mencari Ratih, Tuan,” jawab Bustomi dengan suara gemetar, wajahnya pucat, ketakutan jelas tergambar di matanya.
“Kalian harus menemukan Ratih dan lelaki yang membawanya, seret mereka ke hadapanku!” ancam Renaldi dengan suara dingin. “Kalau tidak, aku akan meratakan seluruh bisnis kalian, satu per satu, hingga tak bersisa,” lanjutnya penuh amarah membara.
Tak lama kemudian, salah satu anak buah Renaldi masuk tergesa.
“Bos, mobil pengganti sudah siap di depan,” lapornya singkat, berusaha tenang meski ketegangan masih terasa dalam dadanya dan suasana penuh tekanan belum mereda.
Tanpa pamit, Renaldi melangkah keluar dari rumah, wajahnya dingin. Matanya menyapu halaman yang kini porak-poranda, mobil-mobil terbakar, asap masih mengepul. Ia menggeleng pelan, mencibir kekacauan yang terjadi.
“Siapa sebenarnya pria itu?” pikirnya dalam hati. “Jika dia menjadi pengawalku, aku bisa memperoleh kekuatan yang luar biasa. Sayang… dia malah jadi musuh.”
Kemudian ia melangkah menuju mobil pengganti. Api sudah sepenuhnya padam, hanya tersisa bau asap dan puing. Soal mobil yang terbakar? Tinggal klaim asuransi. Begitulah orang kaya—selalu menyiapkan segalanya jauh sebelum bencana benar-benar terjadi. Tenang, licin, dan perhitungan.
“Karman, siapa lelaki tadi?” tanya Mita, suaranya dingin dan tajam, penuh tekanan serta ancaman yang sulit diabaikan.
“Dia Rojali, suami Ratih,” jawab Karman pelan, nadanya datar namun tegas, menyembunyikan gejolak emosi di balik wajah tenangnya.
“Kenapa kamu tidak bisa mencegahnya?” tanya Mita dengan nada tajam, penuh kekesalan dan kekecewaan yang sulit disembunyikan.
“Hmph... aku ini siapa, Bu? Lihat saja, berdiri pun aku tak mampu. Bagaimana mungkin aku bisa mencegahnya? Bahkan anak buah Ibu yang kekar itu saja tak sanggup menghadapi amarah Rojali,” ucap Karman dengan nada datar. Namun dalam hatinya, ada secercah bahagia—anaknya akhirnya selamat, meski dengan cara yang begitu menggetarkan.
“Aku tanya, kenapa kamu merestui hubungan mereka?” tanya Mita, suaranya meninggi, penuh tuduhan dan emosi yang sulit dikendalikan.
“Sebaiknya Ibu tanya saja langsung pada menantu kesayangan Ibu,” jawab Karman tenang, dengan nada menyindir yang tajam.
Narti dan Sinta dilanda ketakutan hebat. Mereka sadar, semua kekacauan hari ini bermula dari keputusan ceroboh mereka sendiri. Dengan sengaja, mereka membawa Rojali ke dalam keluarga, hanya karena penampilannya yang lusuh dan tampak seperti orang gila. Tujuan mereka sederhana—mempermalukan Ratih dengan menjodohkannya pada pria yang dianggap hina. Namun kenyataan berkata lain. Rojali bukan orang sembarangan. Hari ini, mereka baru menyadari bahwa pria yang mereka anggap remeh ternyata adalah monster yang mampu menghancurkan segalanya tanpa ampun. Penyesalan mulai datang, tapi semua sudah terlambat. Api sudah menyala, dan Rojali telah menunjukkan siapa dirinya sebenarnya.
“Narti, kenapa kamu membawa pria seperti itu ke dalam keluarga kita?” tanya Mita dengan nada tajam, penuh amarah dan kekecewaan.
“Dia itu cuma gembel gila di ujung kampung, Bu,” ucap Sinta dengan suara gemetar. “Menurut ramalan, kalau keluargaku ingin lepas dari kesialan, aku harus menikahkan Ratih dengan Rojali.” Wajahnya pucat, ketakutan jelas tergambar di sorot matanya.
“Dari dulu kamu tak pernah berubah, selalu saja percaya hal-hal bodoh seperti itu,” ucap Mita dengan nada kesal.
“Aku tidak mau tahu, kamu harus mendapatkan Ratih bagaimanapun caranya!” ucap Mita dengan nada tajam, penuh amarah dan tekanan.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Mita berbalik tanpa menunggu jawaban. Dengan langkah tegas dan wajah dingin, ia meninggalkan mereka begitu saja, membiarkan ketegangan menggantung di udara.
Mita memanggil anak-anak kepercayaannya dengan suara tegas, matanya tajam, menyiratkan bahwa rencana besar tengah disusunnya.
“Bustomi, bagaimanapun caranya Ratih harus didapatkan. Jangan biarkan kemarahan Renaldi menghancurkan semua rencana kita,” ucap Mita dengan nada serius.
“Ya, aku akan mencari pendekar hebat yang mampu mengalahkan pria itu,” ucap Bustomi dengan suara mantap, rojali memang hebat tapi dari penelusurannya rojali tidak punya latar belakang bahkan tidak masuk dalam daftar pendekar.
“Aku juga akan memanggil guruku turun gunung,” ucap Harun dengan senyum tipis, matanya menyala penuh dendam, seolah tak sabar melihat Rojali dihancurkan.
“Ya, sekarang lakukan segera. Jangan buang waktu,” ucap Mita tegas. “Dan pastikan berita ini tidak menyebar ke media. Tutup rapat, jangan sampai mencoreng nama keluarga.”
..
..
Sementara itu, di rumah kontrakan Yohana, Rojali tiba-tiba datang sambil menggendong Ratih yang masih lemah. Tanpa banyak bicara, ia langsung masuk ke kamar, menutup pintu rapat-rapat. Dengan penuh kehati-hatian, Rojali membuka pakaian Ratih satu per satu untuk memeriksa luka dan memastikan kondisinya aman.
“Bajingan! Mereka memberi obat bius sebanyak ini,” geram Rojali, rahangnya mengeras menahan amarah.
“Setan! Istriku diberi obat pelumpuh tulang,” desis Rojali penuh kemarahan.
Rojali memijat perlahan seluruh tubuh Ratih, sembari memusatkan tenaga dalamnya ke titik-titik vital. Aliran energi hangat menyelimuti tubuh Ratih, hingga asap hitam pekat mulai keluar dari pori-porinya—racun yang perlahan terlepas.
“Ah…” Ratih mendesah pelan, asap hitam keluar dari mulutnya, disusul darah kental berwarna hitam. Keringat deras mengucur, tubuhnya gemetar, desahannya lirih menahan rasa sakit.
Yohana yang menunggu di luar mulai merasa kesal. Ia mondar-mandir gelisah, lalu menghela napas panjang.
“Kalian memang keterlaluan. Aku baru saja ditinggal nikah, tapi kalian malah bermesraan di dalam,” gumamnya dengan nada jengkel, meski ia tahu tak sepenuhnya benar.
Rojali keluar dari kamar dengan keringat mengucur deras di wajah dan lehernya. Nafasnya sedikit terengah, namun matanya tetap tajam dan waspada.
“Bos, tolong pinjamkan baju untuk istriku,” ucapnya singkat.
Yohana mendengus, lalu mengangkat alis. “Ah, kamu ini, Rojali. Teganya! Aku baru saja ditinggal nikah, masih jomblo dan galau, eh kalian malah bermesraan di rumahku,” gerutunya sambil menyerahkan handuk dan baju bersih. Meski kesal, ia seolah sudah mengerti apa yang dibutuhkan sahabatnya itu.
Rojali hanya menanggapinya dengan senyuman tipis. “Sudahlah, Bos. Nanti kita bahas semuanya, termasuk daftar pria perkasa yang kamu punya.”
Setelah itu, Rojali kembali masuk ke kamar. Beberapa menit kemudian, ia keluar dan duduk di ruang tamu bersama Yohana.
“Sebenarnya, apa yang terjadi, Rojali?” tanya Yohana serius, kali ini dengan nada cemas.
Rojali pun menceritakan secara singkat kekacauan yang terjadi di kediaman keluarga Lesmana.
Mata Yohana langsung membelalak. “Rojali, kamu sudah mengguncang negara ini! Kekacauan besar pasti menyusul. Kita harus pergi… sebaiknya ke luar negeri sebelum segalanya meledak!” ucapnya panik.
makin seru ceritanya thor
rajin" lah up thor jgn cuma satu