Setelah sekian lama Nathan berusaha menghindari Nadira—gadis yang melukai hatinya. Namun, pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dalam sebuah hubungan kerjasama yang terjalin antara Nathan dan Rendra yang merupakan atasan Nadira di Alfa Group.
Sebuah kecelakaan yang dialami Davin dan Aluna dan menyebabkan mereka koma, membuat Nathan akhirnya menikahi Nadira demi untuk melindungi gadis itu dari bahaya yang mengancam keluarga Alexander.
Siapakah sebenarnya yang mengintai nyawa seluruh keluarga Alexander? Mampukah Nona Muda Alexander meluluhkan hati Nathan? Atau justru ada cinta lain yang hadir di antara mereka?
Simak kisahnya di sini.
Jangan lupa follow akun sosmed Othor
Fb : Rita Anggraeni (Tatha)
IG : @tathabeo
Terima kasih dan selamat membaca gaes
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Nadira membuka pintu apartemen miliknya, lalu masuk dan merebahkan dirinya di atas sofa. Bukan hanya tubuhnya yang lelah, tetapi hati dan pikirannya. Keadaan seolah sedang mengajaknya bercanda saat ini. Orang tua sedang koma, menikah dengan pria yang begitu dingin padanya dan kini ada pria misterius yang mengancam hidupnya.
Menghela napas panjang dan menghembuskan secara perlahan, Nadira berharap itu bisa mengurangi sedikit beban hidupnya. Namun, semua terasa percuma.
"Apa aku dulu sangat keterlaluan dengan Kak Nathan dan ini semua karma untukku?" gumamnya disertai tawa hambar.
Nadira beranjak bangun dan bergegas menuju ke kamar mandi. Setelah hampir lima belas menit membersihkan diri, Nadira keluar dengan memakai jubah mandi. Kemudian duduk di depan meja rias, menatap pantulan wajah cantiknya yang nampak sayu.
Tiba-tiba ponsel Nadira yang masih berada di dalam tas, terdengar berdering memenuhi kamar. Dia segera mengambil ponsel itu dan melihat nama Cacha tertera di layar. Tanpa menunggu lama, Nadira langsung mengangkat panggilan itu.
"Hallo, Cha," sapa Nadira begitu panggilan sudah terhubung.
"Nad, kamu di mana?" tanya Cacha tanpa basa-basi.
"Apartemen," sahut Nadira singkat.
"Astaga, pantas saja. Aku udah sampai di rumah barumu. Kata Kak Nathan kamu belum pulang."
"Rumah baru?" Nadira mengerutkan keningnya.
"Iya, rumah maskawin, Nad. Astaga! Jangan bilang kamu lupa." Suara Cacha terdengar begitu ketus.
"Maafin aku, Cha. Aku bener-bener lupa. Kalau kamu di sana kebetulan banget, tolong bilang Kak Nathan aku mau menginap di apartemen," kata Nadira hati-hati.
"Kenapa begitu?" Nada bicara Cacha mulai terdengar meninggi. Nadira pun mendesah pelan.
"Aku capek sekali hari ini, Cha. Pengen segera tidur," ucap Nadira beralasan.
"Kalau begitu aku jemput kamu saja. Kamu tunggu di bawah ya, Nad." Nadira pun hanya bisa mengiyakan. Setelah panggilan itu terputus, Nadira segera berganti pakaian, lalu keluar dari apartemen.
Namun, saat menutup pintu, Nadira merasa heran saat melihat Jasmin sedang berdiri di depan apartemen Cacha dengan raut wajah khawatir. Karena penasaran, Nadira pun mendekati gadis itu.
"Anda kenapa, Nona Jasmin?" tanya Nadira saat sudah berdiri di dekat Jasmin.
"Aku sedang menunggu Kak Nathan, sepertinya dia belum pulang. Aku khawatir dia kenapa-napa." Hati Nadira mencelos sakit saat mendengar jawaban Jasmin. Apalagi saat melihat raut wajah gadis itu yang begitu khawatir.
"Bukankah Anda punya nomor ponselnya? Kenapa tidak dihubungi saja?"
"Nomornya tidak bisa dihubungi sama sekali. Kamu mau ke mana, Nona?" tanya Jasmin. Dia menatap Nadira dari ujung rambut sampai kaki.
"Saya mau menginap di rumah Om saya," sahut Nadira sopan.
"Om?" Nadira mengangguk cepat saat melihat kening Jasmin yang mengerut.
"Adik kandung mommy saya," terang Nadira. Dia takut Jasmin akan salah paham dan mengira dia menginap di rumah om-om. Jasmin mengangguk sembari membulatkan bibirnya.
Nadira pun segera berpamitan karena Cacha mengabari kalau dirinya hampir sampai di apartemen. Jasmin pun hanya mengiyakan lalu dia kembali ke apartemennya. Sesampainya di bawah, Nadira menggeram kesal karena ternyata Cacha berbohong. Gadis itu baru saja keluar dari rumahnya. Itu artinya Nadira harus menunggu lebih dari sepuluh menit.
Merasa bosan menunggu, Nadira berjalan keluar dari area apartemen. Namun, ketika dia sedang berdiri di pinggir jalan, seseorang berjalan cepat lalu menabraknya hingga tubuh Nadira jatuh tersungkur.
"Maaf, Mbak. Saya tidak sengaja," kata orang itu. Dia membantu Nadira berdiri, lalu menangkup kedua tangannya di depan dada.
"Tidak apa, Mas." Nadira memaksakan senyumnya. Orang itu pun berpamitan pergi. Nadira melihat darah yang keluar dari sikutnya, meniup perlahan untuk mengurangi rasa perih luka itu.
Ketika melihat sebuah mobil merah berhenti di depannya, Nadira segera menghentikan kegiatannya. Kemudian berdecak kesal saat melihat Cacha keluar dari dalam mobil.
"Maaf membuat Anda menunggu, Tuan Putri." Cacha tersenyum seolah tak bersalah, membuat kekesalan Nadira semakin bertambah.
"Kenapa kamu gak jemput aku besok shubuh sekalian, Cha!" omel Nadira sambil membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Cacha pun kembali masuk dan menyuruh Mang Ujang untuk melajukan mobilnya.
"Lagian kamu punya mobil kenapa jarang dipakai sih, Nad." Cacha tak mau kalah.
"Kamu 'kan tadi bilangnya mau jemput aku. Lagian aku males banget nyetir sendiri. Eh kamu juga ngapain ngajak Mang Ujang?" tanya Nadira menyelidik.
"Aku juga males nyetir sendiri, lagian Mang Ujang lagi gak ngapa-ngapain," sahut Cacha. Dia tersenyum lebar sambil menaik-turunkan alisnya.
"Ish! Kamu itu emang bener-bener, Cha!" Mereka berdua pun saling mengobrol. Cacha menatap heran ke arah Nadira yang terlihat mengernyit berkali-kali.
"Kamu kenapa kaya lagi kesakitan gitu sih, Nad?" tanya Cacha penasaran.
"Gak papa. Sikutku lagi perih aja," sahut Nadira kembali meringis. Cacha langsung menarik lengan Nadira dan melihat sikut sahabatnya yang meninggalkan darah yang hampir mengering.
"Ini kenapa?" Cacha menatap khawatir wajah Nadira.
"Tadi gak sengaja kesandung. Kamu sih kelamaan. Bilangnya udah sampai eh ternyata baru jalan." Nadira mengerucutkan bibirnya karena kesal. Cacha yang melihatnya hanya tergelak keras.
"Kaya anak kecil aja kamu, Nad!" Cacha melepas tangan Nadira dengan cukup kasar hingga Nadira mengaduh kesakitan. Bukannya kasihan, Cacha justru semakin tergelak keras.
"Kamu jahat banget sih, Cha." Nadira memasang wajah memelas. Cacha merangkul bahu Nadira lalu mengecup pipi sahabatnya itu.
"Uhh Cayang, maafin aku ya." Cacha kembali menggoda membuat Nadira mendengus kasar.
sm anak kambing saya...caca marica hay..hay