Mampukah janda muda menahan diri saat godaan datang dari pria yang paling tabu? Setelah kepergian suaminya, Ayana (26) berjuang membesarkan anaknya sendirian. Takdir membawanya bekerja di perusahaan milik keluarga suaminya. Di sana, pesona Arfan (38), paman direktur yang berkarisma, mulai menggoyahkan hatinya. Arfan, duda mapan dengan masa lalu kelam, melihat Ayana bukan hanya sebagai menantu mendiang kakaknya, melainkan wanita memikat yang membangkitkan gairah terpendam. Di antara tatapan curiga dan bisikan sumbang keluarga, mereka terjerat dalam tarik-ulur cinta terlarang. Bagaimana Ayana akan memilih antara kesetiaan pada masa lalu dan gairah yang tak terbendung, di tengah tuntutan etika yang menguji batas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22: Retakan di Dinding Rahasia
Amarah dan keterkejutan dingin itu membakar Arfan. Wanita itu tidak hanya menargetkan Aditya dan Ayana, tapi juga dirinya, dan itu berarti Vina sudah terlalu jauh. Rahasia yang selama ini ia pendam rapat-rapat, rahasia kelam di balik kepergian Aditya dan kondisi keuangan perusahaan, kini terancam terekspos.
"Beni!" Suara Arfan menggelegar di telepon, memecah kesunyian malam di apartemennya. "Cari tahu keberadaan Vina sekarang juga. Aku butuh lokasinya, gerak-geriknya, dan semua orang yang mungkin dia temui akhir-akhir ini. Segera!"
Di ujung sana, Beni, kepala keamanan sekaligus tangan kanan paling terpercaya Arfan, tidak bertanya banyak. Ia tahu nada suara Arfan yang seperti itu berarti ada hal yang sangat mendesak dan berbahaya. "Siap, Pak. Saya gerakkan tim sekarang juga."
Arfan membanting ponselnya ke meja. Nafasnya memburu. Pikirannya melayang kembali ke hari-hari kelam setelah kematian Aditya. Hari ketika ia menemukan buku-buku keuangan tersembunyi, pinjaman ilegal atas nama perusahaan, dan aset-aset yang diam-diam dipindahkan ke rekening pribadi atau perusahaan cangkang. Aditya, ipar sekaligus sahabatnya, ternyata telah menghancurkan fondasi yang mereka bangun bersama.
Kematian Aditya kala itu disimpulkan sebagai kecelakaan tunggal. Mobil yang dikemudikannya hilang kendali saat hujan deras, menabrak pembatas jalan, dan ia meninggal di tempat. Tapi Arfan tahu, tekanan finansial yang begitu besar, ancaman kebangkrutan yang tak terhindarkan jika semua itu terbongkar, pastilah menjadi pemicu utama. Ia telah memilih untuk menutup rapat-rapat borok itu, membersihkan nama Aditya, dan menyelamatkan perusahaan dari kehancuran total. Sebuah pengorbanan yang berat, sebuah kebohongan yang diselimuti niat baik.
Kini, Vina, wanita yang selalu memuja Aditya, entah bagaimana berhasil mencium bau busuk di balik permadani itu. Atau lebih buruk lagi, ia sudah memiliki bukti. Keringat dingin membasahi pelipis Arfan. Ia harus melindungi Ayana dan Arya dari kebenaran yang mengerikan ini. Kebenaran yang akan menghancurkan citra Aditya, meruntuhkan reputasi keluarga, dan membawa Arfan sendiri ke dalam masalah hukum yang pelik.
Sebuah ketukan di pintu menginterupsi lamunan mencekamnya. Ayana masuk, membawa dua cangkir teh hangat. Matanya yang indah menatap Arfan dengan cemas. "Kamu baik-baik saja, Mas? Sepertinya kamu sangat tegang."
Arfan mencoba tersenyum, tapi hasilnya hanya sebuah seringai kaku. "Tidak apa-apa, Ayana. Hanya... pekerjaan. Banyak masalah yang harus diselesaikan di kantor." Ia berusaha terdengar normal, namun suaranya terlalu berat.
Ayana mendekat, meletakkan teh di meja, lalu meraih tangan Arfan. Jemarinya yang lembut mengusap punggung tangan Arfan yang dingin. "Kamu bisa berbagi denganku, Mas. Aku mungkin tidak mengerti masalah bisnis serumit itu, tapi aku bisa mendengarkan. Beban yang dipikul sendiri akan terasa jauh lebih berat."
Perkataan Ayana menusuk hati Arfan. Ia ingin sekali bersandar padanya, menceritakan semua. Tapi bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa pria yang dicintai Ayana, paman dari anaknya, adalah seseorang yang menyembunyikan kebenaran pahit tentang mendiang suaminya? Kebenaran yang bisa menghancurkan dunia Ayana dalam sekejap? Arfan menarik tangannya perlahan, membuat Ayana sedikit tersentak.
"Aku... aku harus membuat beberapa panggilan lagi, Ayana. Ini sangat mendesak." Arfan berdiri, berjalan ke jendela, memunggungi Ayana. Ia tidak sanggup melihat kekecewaan di mata wanita itu.
Ayana mengangguk pelan, tatapannya menyiratkan kesedihan. "Baiklah, Mas. Aku mengerti." Ia berbalik, melangkah keluar dari ruangan itu dengan bahu merosot. Suara pintu tertutup terdengar sangat berat di telinga Arfan, seolah menutup salah satu celah kecil kebahagiaan yang baru saja ia rasakan.
Arfan kembali ke meja, meraih ponselnya. Tidak ada waktu untuk larut dalam perasaan. Ia harus bergerak cepat. Beni menelepon kembali. "Pak, Vina baru saja mengirimkan sebuah paket melalui kurir kilat. Alamat tujuannya..." Ada jeda, lalu Beni melanjutkan dengan nada khawatir, "...alamat tujuan rumah Ibu Ayana, Pak."
Darah Arfan seolah berhenti mengalir. "Sial!" ia mengumpat. Vina tidak hanya licik, tapi juga kejam. Ia tahu Ayana adalah titik lemah Arfan. "Cegat kurirnya, Beni! Lakukan apa saja, jangan sampai paket itu sampai ke tangan Ayana!"
"Terlambat, Pak. Kurir sudah dalam perjalanan dan diperkirakan tiba dalam lima menit lagi. Alamatnya tidak jauh dari kantor Vina, dan dia memilih kurir lokal yang sangat cepat. Saya sudah mengerahkan tim saya ke lokasi, tapi mungkin tidak sempat."
Jantung Arfan berdentum hebat. Lima menit! Ia melirik jam. Ini mustahil. Arfan segera mengambil kunci mobil. Ia harus sampai di rumah Ayana lebih dulu. Ia harus menyetop paket itu dengan tangannya sendiri.
Melajukan mobilnya secepat kilat, Arfan menerobos jalanan malam yang padat. Pikirannya dipenuhi gambaran terburuk. Apa yang ada di dalam paket itu? Bukti transfer? Foto-foto dokumen rahasia? Pasti sesuatu yang akan membuat Ayana runtuh, sesuatu yang akan membuatnya membenci Arfan selamanya.
Setibanya di depan rumah Ayana, Arfan langsung memarkir mobilnya secara asal. Ia berlari ke arah pintu depan, jemarinya gemetar saat ia memasukkan kunci. Rumah itu tampak gelap, hening. Arfan bergegas masuk, memanggil nama Ayana, tapi tidak ada jawaban.
Ia menemukan Ayana di ruang tamu, duduk di sofa, dengan ekspresi yang sulit diartikan. Di pangkuannya, sebuah amplop cokelat tebal yang terbuka. Sebuah dokumen berserakan di karpet di depannya, beberapa lembar foto, dan sebuah USB flash drive berwarna gelap.
Ayana menoleh padanya, matanya yang biasanya penuh kehangatan kini memancarkan keterkejutan, kekecewaan, dan kehancuran yang tak terhingga. Tangannya yang memegang selembar kertas bergetar hebat. Di kertas itu tercetak jelas detail transaksi keuangan gelap, nama Aditya, dan di beberapa bagian, ada nama Arfan tercantum sebagai penanggung jawab sebuah pengalihan dana besar.
"Mas Arfan..." Suara Ayana nyaris seperti bisikan, terputus-putus. "Apa ini semua...?" Ia menunjuk dokumen-dokumen itu, matanya berkaca-kaca. "Aditya... dan kamu... Apa maksud semua ini?"
Benar2 membingungkan & bikin gw jd malas utk membaca novel ini lg
Jgn membingungkan pembaca yg berminat utk membaca novel ini