NovelToon NovelToon
Tubuhku, Takhta Sang Dewa

Tubuhku, Takhta Sang Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti / Romansa Fantasi / Fantasi
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Cencenz

Satu tubuh, dua jiwa. Satu manusia biasa… dan satu roh dewa yang terkurung selama ribuan tahun.

Saat Yanzhi hanya menjalankan tugas dari tetua klannya untuk mencari tanaman langka, ia tak sengaja memicu takdir yang tak pernah ia bayangkan.
Sebuah segel kuno yang seharusnya tak pernah disentuh, terbuka di hadapannya. Dalam sekejap, roh seorang dewa yang telah tertidur selama berabad-abad memasuki tubuhnya. Hidupnya pun tak lagi sama.

Suara asing mulai bergema di pikirannya. Kekuatan yang bukan miliknya perlahan bangkit. Dan batas antara dirinya dan sang dewa mulai mengabur.

Di tengah konflik antar sekte, rahasia masa lalu, dan perasaan yang tumbuh antara manusia dan dewa… mampukah Yanzhi mempertahankan jiwanya sendiri?
Atau justru… ia akan menjadi bagian dari sang dewa selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cencenz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22: Pelarian Tengah Malam

Di luar paviliun, Han Ye berdiri dalam diam. Ia tidak diperintahkan berjaga, tapi tetap datang. Cahaya obor di tangannya gemetar sedikit. Wajahnya gelap, matanya tak lepas dari pintu kayu terkunci.

Ia tak bisa melupakan satu hal.

Saat Yanzhi tak sadarkan diri semalam, tubuhnya bersinar hitam sesaat. Aura seperti iblis lama, tapi bukan. Lebih padat. Lebih tua. Lebih... hidup.

"Apa lagi yang kau sembunyikan dariku, Yanzhi..." gumam Han Ye.

Langkah datang dari belakangnya. Lu Ming muncul dari kegelapan lorong, jubahnya menyapu tanah pelan. Ia menatap Han Ye, lalu ke arah pintu paviliun.

"Aku tahu kau melihat sesuatu," katanya langsung.

Suaranya tenang, tapi tak memberi ruang menghindar.

Han Ye tidak menjawab.

Lu Ming melanjutkan, "Jika ada sesuatu dalam tubuh muridku... aku ingin tahu sebelum altar melahapnya."

Han Ye menghela napas. Matanya tetap pada pintu.

"Bukan pecahan biasa..." katanya lirih.

Lu Ming menajamkan pandangannya.

"Jelaskan."

Han Ye menunduk sedikit, lalu bicara pelan, seolah takut suaranya mengusik sesuatu yang belum seharusnya disentuh.

"Pecahan itu... bukan seperti yang lain. Saat aku menemukannya, ia tidak menolak tubuh Yanzhi. Tidak mengoyak. Justru... menyatu. Seperti benda yang kembali ke tempat asalnya."

Mata Lu Ming menyipit. "Kembali?"

Han Ye mengangguk perlahan. "Seolah-olah tubuh Yanzhi memang dibuat untuk menampungnya. Energi mereka tidak bertabrakan... tapi menyatu terlalu rapi.

"Dan kalau itu dipaksa dipisahkan... aku tidak yakin tubuhnya bisa bertahan."

Sesaat, tak ada suara. Obor di tangan Han Ye bergetar pelan, nyalanya merunduk oleh hembusan malam.

Lu Ming akhirnya menarik napas panjang dan menoleh ke arah pintu kayu.

"Kalau begitu... kau mengerti kenapa aku tidak bisa membiarkan mereka membawa Yanzhi ke altar utama."

Han Ye tidak langsung menjawab, tapi sorot matanya berubah. "Kau ingin menyembunyikannya dari para tetua?"

"Bukan menyembunyikan. Aku butuh waktu," jawab Lu Ming datar. "Jika pecahan itu benar-benar sudah menyatu dengannya, maka memaksanya keluar hanya akan menghancurkan keduanya."

"Tapi kalau ada cara memisahkannya tanpa memaksa... itu hanya bisa dilakukan oleh Yanzhi sendiri. Dari dalam."

Han Ye menatap Lu Ming lama, lalu mengangguk. Tak ada protes.

Lu Ming menyilangkan tangan di belakang punggung. "Aku akan cari jalannya. Kau awasi dia. Jangan biarkan siapa pun masuk. Bahkan tetua lain. Kalau perlu... aku yang akan hadapi mereka."

Han Ye menoleh cepat. "Kau akan melawan Sekte?"

"Jika perlu." Wajah Lu Ming tak berubah. "Yanzhi muridku. Aku tak akan biarkan dia dikorbankan hanya karena para tetua takut pada sesuatu yang tidak mereka mengerti."

Di balik pintu kayu itu, dua kekuatan saling menanti. Dan waktu terus berjalan, menuju hari keputusan.

......................

Malam menggulung perlahan di atas langit Sekte Tianhan. Kabut tipis merayap dari pegunungan, melingkupi halaman luar seperti tirai lembut yang menyembunyikan kegelapan. Lentera-lentera di sepanjang koridor padam lebih awal malam ini. Tapi di Paviliun Dalam, satu cahaya kecil masih menyala redup, bergetar pelan seolah menanti waktu padamnya.

Lu Ming berdiri di sisi jendela yang menghadap ke halaman dalam. Angin membawa bau tanah basah, disertai desau halus dari pohon-pohon pinus tua. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh ke arah Han Ye yang berdiri setengah gelisah di dekat pintu.

"Kalau kita tak lakukan sekarang," kata Lu Ming pelan,

"Maka besok dia benar-benar dibawa ke altar utama.”

Han Ye mengernyit. "Senior, sadar apa yang kita lakukan ini bisa dianggap pengkhianatan, kan?"

"Aku tahu." Lu Ming menatapnya dengan tenang. "Tapi apakah kau ingin melihat dia disambar Petir Langit tanpa tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi padanya?"

Han Ye tidak langsung menjawab. Matanya terpejam sesaat, seperti menimbang seluruh konsekuensi yang mungkin muncul. Sejak Yanzhi dikurung, kondisi gadis itu terus memburuk.

Beberapa penjaga bahkan mulai bergumam bahwa tubuh Yanzhi menolak upaya penyegelan spiritual. Tapi tak satu pun dari mereka tahu alasan sebenarnya.

Han Ye adalah satu dari sedikit orang yang diam-diam mengamati perubahan Yanzhi. Aura gadis itu berubah. Bukan aura iblis, bukan pula kekuatan jahat… tapi sesuatu yang asing, yang tak pernah mereka pelajari dalam sekte mana pun.

"Aku pernah mendengar dia bergumam waktu tidur," ujar Han Ye lirih. "Dia menyebut sesuatu tentang… tubuh pengganti."

Lu Ming menoleh cepat. "Kapan?"

"Beberapa malam lalu. Waktu aku berjaga di luar pintu. Aku kira dia mengigau karena sakit… tapi sekarang aku tak yakin."

Lu Ming memejamkan mata sejenak.

"Dia menyembunyikan sesuatu, itu pasti. Kalau saja kita bisa membawanya keluar, setidaknya cukup jauh dari altar, aku bisa coba metode pembersihan baru yang kupelajari dari teks kuno."

Han Ye memandangnya lama, lalu mengangguk pelan. "Kita hanya punya satu celah. Malam ini, sebelum pergantian jaga ketiga. Aku bisa buat suara di aula latihan agar penjaga di belakang terganggu."

"Bagus," kata Lu Ming cepat. Ia merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan batu segel kecil berukir simbol giok. "Kunci ini masih cocok untuk gerbang dalam. Aku akan menyelinap ke bawah saat kau alihkan perhatian mereka."

Han Ye meraih batu itu, mengamatinya.

"Kalau ketahuan…"

"Kau lari," potong Lu Ming. "Anggap kau dipaksa ikut."

Han Ye menghela napas panjang. "Senior terlalu bodoh untuk ukuran seorang pengajar."

Lu Ming tersenyum. "Dan kau terlalu baik untuk murid biasa."

......................

Waktu berlalu perlahan. Menit menjadi jam. Kabut kian tebal.

Tepat sebelum pergantian jaga ketiga, suara dentuman logam terdengar dari aula latihan. Dua penjaga yang biasa berjaga di pintu belakang Paviliun Dalam segera bergerak menuju sumber suara. Salah satunya mengumpat pelan karena suara itu datang dari ruangan kosong yang seharusnya tak ada aktivitas.

Lu Ming, yang telah menunggu dalam bayang-bayang pilar, segera menyelinap ke belakang. Batu segel di tangannya menyala samar saat disentuhkan ke ukiran di sisi pintu besi. Suara mekanik terdengar, lalu pintu perlahan terbuka.

Di baliknya, cahaya redup menyambutnya. Bau besi dan jamur menyengat. Langkahnya berhenti di depan ruangan terakhir.

Yanzhi duduk bersandar di dinding, tubuhnya terlihat lebih kurus dari terakhir kali Lu Ming melihatnya. Wajahnya pucat, mata terpejam, dan napasnya berat.

"Yanzhi," bisik Lu Ming pelan. "Bangun. Kita harus pergi."

Mata itu terbuka pelan. Pandangan Yanzhi kosong beberapa detik sebelum mengenali gurunya.

"Guru Lu Ming…?"

"Ssst… jangan keras-keras. Kita harus pergi sekarang."

Yanzhi mencoba bangkit, tapi tubuhnya oleng. Lu Ming cepat-cepat menangkapnya.

"Aku… tak yakin bisa berjalan jauh…" gumam Yanzhi. "Tubuhku seperti… terbakar dari dalam."

(Tiba-tiba, suara dalam kepalanya menyeringai dingin.)

"Oh… jadi ini rencana kalian? Akhirnya kabur juga, ya? Kukira kalian manusia yang akan mati dalam diam."

Yanzhi mengatup rahang. "Diam. Aku tak ikut campur dalam rencana ini."

"Tentu. Tapi kau tak menolaknya juga."

"Lihat dirimu, dijemput seperti mayat hidup. Memalukan."

"Sedikit lagi," kata Lu Ming, tak sadar akan percakapan batin itu. "Setelah keluar dari gerbang timur, Han Ye akan menunggu di hutan."

"Oh? Jadi Han Ye pun ikut bermain di belakang layar?"

"Hmph, menarik… Aku mulai penasaran, sejauh mana kalian bisa bertahan hidup."

Yanzhi menarik napas dalam-dalam, menahan amarah dan rasa sakit yang menyengat seluruh tubuhnya.

"Terserah kau mau berkata apa... Tapi aku tak akan mati di tempat ini. Bukan sekarang."

......................

Angin malam berdesir halus melewati gerbang sisi timur Sekte Tianhan. Di bawah cahaya bulan yang nyaris tertutup awan, dua sosok bayangan bergerak perlahan di antara lorong-lorong batu yang sepi. Han Ye membuka jalan dengan lentera kecil yang cahayanya dibungkam kain, sementara Lu Ming mengikuti di belakang, memapah Yanzhi yang masih lemah.

Langkah mereka berat. Nafas Yanzhi terdengar kasar, setiap helaan seperti pertempuran melawan tubuhnya sendiri. Beberapa kali ia terbatuk, darah merah gelap menodai jubahnya.

"Aku bisa jalan sendiri," gumam Yanzhi pelan, meski suaranya nyaris tak terdengar.

"Jangan keras kepala," jawab Lu Ming lirih.

"Kita hampir sampai ke pintu samping. Di luar sana ada jalan sempit ke lembah utara. Kita bisa lewati perbatasan malam ini juga."

Han Ye menoleh. "Asal tidak ada yang mengikuti."

Namun mereka tidak tahu, di atap aula lama yang menghadap lorong, seseorang sedang mengamati dalam diam. Seseorang dengan jubah hitamnya, memeluk tiang batu dan menahan nafas. Matanya mengintai tajam, mengikuti gerak ketiganya dengan ketelitian seekor ular yang menunggu mangsa.

Ia tak bergerak, bahkan ketika Yanzhi sempat menoleh ke belakang, seolah merasakan sesuatu.

Namun rasa itu segera tenggelam, ditelan oleh tubuhnya yang kian melemah. Dalam kepalanya, suara roh itu kembali terdengar serak, dingin, dan menggema seperti bisikan dari kedalaman.

"Tubuh ini rapuh... menyedihkan. Berapa lama lagi kau bisa bertahan sebelum hancur total?"

"Jika kau tak sanggup, serahkan saja kendali padaku."

Yanzhi mengepalkan jemarinya. "Kau pikir aku akan menyerah hanya karena tubuhku lemah? Hmph."

Lu Ming menoleh cepat.

"Apa kau bicara sesuatu?"

Yanzhi menggeleng lemah. "Tidak, hanya… nyeri saja."

Lu Ming dan Han Ye mempercepat langkah, akhirnya mencapai gerbang kecil yang mengarah ke luar sekte. Namun sebelum sempat membuka pintu—

"Senior Lu Ming. Han Ye. Yanzhi."

Suara dingin menyentak mereka semua.

Han Ye membeku. Lu Ming memeluk Yanzhi lebih erat.

Di belakang mereka, bayangan seseorang perlahan keluar dari kegelapan.

...****************...

1
dewi roisah
lanjut lagi seru serunya..
Zhenzhen: Siap! Makasih banyak, senang banget kamu menikmati ceritanya /Heart//Heart/
total 1 replies
Nanik S
Lembah Angin
Nanik S
Kepala baru memang sangat bodoh
Nanik S
Pasti Yanzhi adalah sasaran Lu Ming
Nanik S
mereka seperti teman tapi yang sat keras kepala yg satu Usil 🤣🤣🤣
Nanik S
💪💪💪👍👍👍
Nanik S
Lanjutkan Tor
Zhenzhen: Lanjut terus dong! Makasih sudah ngikutin ceritanya/Joyful//Determined/
total 1 replies
Nanik S
Benar sekali untuk apa ramah pada merdeka yang merendahkan kita
Nanik S
Keras kepala bener Yanzhi
Zhenzhen: Hehe iya, Yanzhi memang keras kepala banget, tapi itu yang bakal bikin perkembangan karakternya menarik/Scream/
total 1 replies
Nanik S
Yanzhi... lemah tapi keras kepala
Zhenzhen: Betul sekali! Dia masih lemah di awal, tapi tekadnya yang keras bakal jadi pondasi pertumbuhannya nanti./Determined/
total 1 replies
Nanik S
Cerita awal yang menarik
Zhenzhen: Senang banget kalau awal ceritanya terasa menarik! Semoga bab-bab selanjutnya juga bikin penasaran ya. Terima kasih sudah membaca/Pray/
total 1 replies
Nanik S
Hadir
Zhenzhen: Terima kasih sudah hadir dan mulai baca dari Bab 1! Semoga ceritanya bisa menemani harimu. /Determined//Determined/
total 1 replies
k
Ternyata seru banget!/Angry/ceritanya ringan tapi tetap bikin penasaran. Cocok buat kalian yang suka fantasi tapi tetep mudah diikuti. Rekomen banget!/Kiss//Kiss/
Zhenzhen: Terima kasih banyak untuk ulasannya!/Heart/
Senang banget tahu kalian enjoy sama ceritanya.
Aku bakal terus usaha biar makin seru ke depannya /Determined//Determined/
total 1 replies
Aji Pangestu
waw sangat bagus
Zhenzhen: Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca dan meninggalkan ulasan seindah ini /Kiss/
Aku benar-benar senang ceritanya bisa sampai ke hati pembaca /Heart//Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!