Niatnya ingin bertemu teman lama, Anne malah salah masuk kamar. Bukan bertemu teman malah bertemu lawan.
Sky dalam pengaruh obat merasa tenang saat seorang wanita masuk ke kamarnya. Ia pikir wanita ini telah di atur oleh asistennya untuk melepaskan hasratnya.
Anne memberontak saat Sky menarik dan menciumnya secara paksa. Tenaganya jelas tidak sebanding dengan pria ini. Sekuat tenaga memberontak pada akhirnya Anne hanya bisa pasrah. Kesuciannya diambil oleh orang yang sangat ia benci.
**
Bagaimana kelanjutan ceritanya?
Apa yang akan Sky lakukan saat tahu Anne hamil anaknya? Menikah atau ada opsi lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anne : Baik, Aku Setuju
"Menjadi suamiku? Maksudnya kita menikah begitu? Kamu gila, Denis!"
Anne jelas tidak mau. Denis tidak ada urusannya dengan anak dalam perutnya. Lalu untuk apa pria ini menawarkan diri jadi suaminya?
Meski niat Denis baik, Anne tidak akan pernah menerimanya.
Denis segera berpindah tempat duduk di samping wanita hamil ini. Di genggamnya tangan Anne, dengan penuh keberanian pria ini malah mengakui perasaannya.
"Anne, sejujurnya aku menyukaimu. Aku jatuh cinta padamu sejak kita kuliah. Hampir 8 tahun aku memendam perasaan ini. Asal kamu tahu, saat dulu aku memintamu datang ke hotel itu aku sudah berniat mengatakan hal ini padamu. Tapi malam itu tidak sesuai yang ku harapan."
Anne tercengang mendengarnya, menatap pria di sampingnya seakan tidak percaya. "Denis, ini sama sekali tidak lucu." ujarnya menggelengkan kepala.
Denis mencoba meyakinkan Anne. Besar harapannya untuk disambut baik oleh wanita ini. "Anne, aku benar-benar mencintaimu. Maka dari itu izinkan aku menjadi ayah untuk anakmu. Aku berjanji akan menjaga kalian berdua. Kita buat keluarga bahagia yang orang lain tidak akan bisa mengganggunya."
"Tidak, aku tidak bisa." tolak Anne langsung berdiri. "Aku akui kamu memang pria baik, Denis. Kamu juga satu-satunya pria yang dekat denganku sejak dulu hingga sekarang. Tapi kedekatan kita selama ini murni ku anggap teman."
"Tidak adakan sedikit saja rasa cinta untukku, An?" tanya Denis masih berharap.
"Maaf, tidak ada. Aku hanya menganggap mu teman baikku, Denis. Bahkan jika itu itu adalah rasa persaudaraan."
Anne sebenarnya tahu Denis menyukainya, tapi itu dulu saat mereka semester akhir. Siapa sangka perasaan pria ini masih ada, bahkan hingga hari ini. Jujur saja, keadaan seperti ini yang tidak Anne sukai. Mendadak canggung setelah mengungkapkan perasaan. Karena mungkin setelah ini mereka akan menjadi asing.
Kecewa? Tentu ada rasa kecewa pada diri pria ini.
Tapi tidak masalah, Denis tahu perasaan suka tidak harus dibalas suka. Ia bukan tipe pria yang suka memaksa. Tapi yang namanya rasa suka masih bisa diperjuangkan, bukan? Apalagi Anne masih sendiri. Meski dalam keadaan hamil, tidak ada aturan ibu hamil dilarang untuk di dekati karena kondisinya Anne tidak punya suami.
"Baik, aku mengerti." ujar Denis mencoba menampakkan senyumannya.
"Denis, maaf... "
"Jangan minta maaf, kamu tidak ada salah padaku. Aku sendiri sangat lega karena bisa mengungkapkan perasaan kepadamu, An. Rasanya beban di pundakku mulai terangkat sedikit." katanya membuat Anne cukup lega.
"Tapi Anne, tawaran ku masih berlaku untukmu. Menikah denganku, jangan pikirkan cinta tapi pikiran anakmu. Ide yang kamu dan Kak Adam pikirkan memang baik. Tapi, mau sampai kapan kamu menyembunyikannya?" lanjut Denis berusaha menyampaikan pendapatnya. "Anakmu akan tumbuh, dan semakin besar apa kamu mau dia menganggapmu adalah tantenya?"
Pertanyaan ini langsung memenuhi pikiran Anne.
Melihat Anne diam, Denis kembali berkata. "Setidaknya jika menikah denganku, misal setelah beberapa waktu kamu ingin cerai, anakmu tetap ikut denganmu. Karena sejatinya tidak ada mantan anak di dunia ini. Coba pikirkan hal itu baik-baik."
"Sepertinya ide Denis lebih baik dari pada ide kakak, Anne."
Tiba-tiba Adam datang bersama istrinya, Kania.
"Kakak... " ucap Anne sedikit kaget. "Sudah pulang ya?"
"Ada tamu di rumah, masa tidak pulang." jawab Adam dan melihat ke arah Denis. "Halo Denis, lama tidak bertemu. Kamu semakin gagah saja." sapanya sangat ramah.
"Halo kak, apa kabar? Masih tetap tampan seperti dulu ya meski usia semakin tua." balas Denis tidak kalah ramah.
"Kabarku baik, seperti yang kamu lihat." jawab Adam lalu duduk di dekat mereka.
"Hai Kak Kania, aku senang melihat karyamu di pameran Tokyo bulan lalu. Kamu sangat keren sekali." Tidak lupa Denis turut menyapa kakak ipar Anne yang merupakan seorang pelukis.
"Wah, aku tidak menyangka kamu salah satu penikmat karyaku. Terimakasih atas pujiannya, Denis." kata Kania turut duduk disamping suaminya.
"Denis, aku tadi tidak sengaja mendengar percakapan kalian. Aku cukup lega saat kamu tetap menyenangi Anne. Bahkan sangat mengejutkan jika selama itu kamu mencintainya." ujar Adam memulai percakapan serius mereka.
"Kak, kamu sudah tahu denganku. Jadi bolehkah aku menikahi Anne demi anak dalam kandungannya? Demi apapun niatku baik. Hanya ingin Anne dan anaknya nanti aman serta bahagia. Tidak masalah jika pada akhirnya kami harus berpisah."
Anne terkejut mendengar Denis mengutarakan niatnya ini pada kakaknya. "Denis, berhenti bicara sembarangan. Ini bukan ranah mu untuk ikut campur."
"Anggap saja aku ikut campur, tapi semua demi kebaikan mu sendiri Anne."
"Untuk apa jika aku sendiri yang di untungkan dalam hal ini? Kamu bisa menikah dengan wanita lain, Den. Menikah denganku, itu tidak adil untukmu."
"Aku hanya mau kamu. Setidaknya aku bisa merasakan bagaimana hidup denganmu. Adil atau tidak hanya aku yang tahu. Lagi pula pernikahan ini tidak merugikan siapapun. Malah menolongmu dari kejaran pria brengsek itu. Enak saja mengajakmu menikah padahal dia sendiri sudah memiliki calon istri. Dia pikir kamu wanita apa?" ungkap Denis tidak mau Anne berurusan dengan pria yang membuatnya hamil begini.
Anne diam, perkataan Denis tidak ada yang salah.
Kania mendekati Anne, mencoba memberikan pengertian untuk adik iparnya.
"Anne, begini saja kamu pertimbangan dulu tawaran Denis. Pikiran baik-baik, mana yang lebih membuatmu nyaman untuk kebaikan dirimu dan anakmu. Kakak memang tidak masalah menjadikan anak mu bagian dari keluarga inti kami. Tapi mendengar ucapan Denis, memang masuk akal juga. Setidaknya jika kamu menikah dengan Denis, saat apapun yang terjadi di antara kalian, anakmu tetap akan ikut denganmu. Kamu bebas membawanya pergi, bebas menunjukkan pada dunia jika kamu ibunya."
"Aku tahu, kak. Tapi itu berarti aku memanfaatkan Denis saja." kata Anne memikirkan Denis.
"Aku tidak masalah dimanfaatkan oleh mu, Anne. Kamu ingin apa dariku, bicaralah. Dengan senang hati aku menurutinya. Anggap saja ini bentuk terimakasih padamu, yang telah mau menjadi temanku, memberikan aku dukungan disaat orang lain meremehkan hidupku." sahut Denis tidak mempermasalahkan sama sekali.
"Denis.... "
"Jangan ragu lagi, terima aku jadi ayah anak mu. Aku janji tidak akan menuntut lebih pada kalian berdua. Aku hanya ingin kalian hidup dengan aman dan bahagia." kata pria ini terus membujuk Anne.
Biarlah Denis dianggap pria bodoh, mau menikah dengan wanita yang tengah hamil tapi bukan anaknya. Bagi Denis, bisa bersama Anne sudah sangat membahagiakan. Perihal anak, anak saja bonus karena bisa mendapatkan ibunya.
"Demi anak, jangan pikirkan hal lainnnya." tambah Denis menatap Anne dengan penuh kelembutan. "Kita bisa berpisah jika kamu kondisinya telah aman."
"Terima saja, Anne. Sepertinya memang ini jalan terbaiknya." kata Adam mendukung niat baik Denis.
"Baik, aku setuju." jawab Anne akhirnya menuruti mereka.
Wajah Denis terlihat paling bahagia. Bahkan tidak segan langsung memeluk Anne. "Terimakasih, terimakasih telah memberikan ku kesempatan untuk hidup bersamamu." ungkapnya terharu.
"Tidak, Denis. Aku yang harusnya berterimakasih karena kamu memikirkan kebaikan ku juga anakku."
Ada perasaan lega dalam hati Anne. Dia tidak harus memberikan anaknya untuk di akui kakaknya.
"Nak, kita akan terus bersama. Setelah kamu lahir, mama akan mengatakan jika kamu anakku. Tidak ada yang harus disembunyikan pada orang di luar sana."