NovelToon NovelToon
TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

Status: tamat
Genre:Balas Dendam / CEO / Janda / Cerai / Obsesi / Penyesalan Suami / Tamat
Popularitas:19.9k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Lucia Davidson hidup dalam ilusi pernikahan yang indah hingga enam bulan kemudian semua kebenaran runtuh. Samuel, pria yang ia percaya sebagai suami sekaligus cintanya, ternyata hanya menikahinya demi balas dendam pada ayah Lucia. Dalam sekejap, ayah Lucia dipenjara hingga mengakhiri hidupnya, ibunya hancur lalu pergi meninggalkan Lucia, dan seluruh harta keluarganya direbut.

Ketika hidupnya sudah luluh lantak, Samuel bahkan tega menggugat cerai. Lucia jatuh ke titik terendah, sendirian, tanpa keluarga dan tanpa harta. Namun di tengah kehancuran itu, takdir memertemukan Lucia dengan Evan Williams, mantan pacar Lucia saat kuliah dulu.

Saat Lucia mulai menata hidupnya, bayangan masa lalu kembali menghantuinya. Samuel, sang mantan suami yang pernah menghancurkan segalanya, justru ingin kembali dengan mengatakan kalau Samuel tidak bisa hidup tanpa Lucia.

Apakah Lucia akan kembali pada Samuel atau dia memilih cinta lama yang terkubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20. MABUK

Malam telah merayap jauh, melewati garis tengah menuju dini hari. Suara kota di bawah sana sudah mereda, hanya gemuruh samar lalu lintas yang sesekali terdengar dari balik jendela besar penthouse. Lampu-lampu gedung masih berkelip, seakan menolak tertidur, namun di dalam ruangan itu, waktu seakan melambat.

Clara meraih tangan Lucia erat sebelum melangkah ke pintu. Senyum hangatnya tak luntur meski matanya tampak berat oleh kantuk. "Lucia, malam ini sungguh berharga. Aku harap kau tahu, kami tidak akan membiarkanmu sendirian lagi. Kali ini tidak," katanya.

Deren yang berdiri di sampingnya mengangguk mantap. "Kalau ada apa pun, kabari. Jangan segan, jangan merasa merepotkan. Kau bagian dari kami, dan itu tidak akan pernah berubah."

Lucia hanya bisa mengangguk, suaranya tercekat oleh emosi. "Terima kasih, untuk malam ini. Tadi benar-benar menyenangkan."

Clara memeluknya, erat, hangat, seperti seorang kakak. "Senang kalau kau merasa seperti itu. Besok aku akan kembali, kita akan menghabiskan seharian khusus wanita saja."

Lucia mengangguk atas setiap ucapan Clara. Mungkin seperti ini rasanya jika ia memiliki saudari.

Deren menepuk bahu Evan sebelum mereka pergi. "Kau mabuk, Van. Istirahatlah. Jangan sampai besok kepalamu meledak. Aku tidak ingin lomba minum lagi denganmu, kau terlalu lemah," ejeknya.

Evan hanya melambai dengan senyum samar, wajahnya sudah memerah dan matanya berat. "Aku baik-baik saja. Dan berhenti mengatakan aku lemah," gumamnya, membuat Clara dan Deren tertawa kecil sebelum akhirnya melangkah keluar.

Pintu tertutup. Keheningan jatuh.

Lucia berdiri mematung sejenak, memandangi pintu yang baru saja menutup. Ada rasa hangat sekaligus kosong yang bercampur di dadanya. Malam tadi begitu ramai oleh suara tawa dan cerita, kini hanya tersisa sunyi yang lembut.

Ia berbalik, menatap ruang tengah. Jejak pesta kecil mereka masih berserakan: kaleng beer kosong menumpuk, beberapa miring di lantai, kotak pizza terbuka dengan sisa potongan dingin, piring kotor dengan saus menempel, bantal sofa yang bergeser tidak beraturan, dan di sudut meja, segelas bir yang masih setengah penuh, ditinggalkan terburu-buru.

Lucia menghela napas. Tanpa berpikir panjang, ia mulai bergerak. Tangannya meraih kaleng-kaleng kosong, memasukkannya ke kantong plastik. Kotak pizza ia tutup, menyisihkan yang masih layak. Piring ia kumpulkan, menatanya di sudut meja. Ia bahkan membetulkan posisi bantal sofa, mengembalikannya ke bentuk semula.

Setiap gerakan terasa seperti meditasi kecil. Ada ketenangan dalam merapikan sesuatu yang berantakan. Seolah-olah, dengan menata ruang itu, ia juga sedang menata ulang hatinya.

Sesekali, ia melirik ke arah sofa. Evan masih terbaring di sana, tubuhnya panjang terbujur dengan satu tangan menjuntai. Matanya terpejam, namun napasnya berat dan bergumam tidak jelas. Sesekali bahunya bergerak, seakan menolak mimpi buruk.

Lucia berhenti sejenak, memerhatikan. Cahaya lampu temaram membuat garis wajah Evan terlihat lembut, alis tegasnya, rahang kokoh yang kini tampak rileks, bibirnya yang masih sedikit tersenyum dalam mabuk.

Ada sesuatu yang bergetar di dada Lucia. Sebuah rasa yang lama terpendam, kini perlahan menyeruak.

Setelah selesai membereskan, Lucia kembali mendekat ke sofa. Ia berjongkok, menatap wajah Evan dari dekat.

"Evan?" panggilnya pelan. "Bangunlah. Kau tidak bisa tidur di sini."

Evan bergumam, matanya setengah terbuka. "Lucy ...."

Lucia tertegun. Namanya, keluar dari bibir pria itu dengan suara serak penuh kerinduan.

Hatinya bergetar. "Ya, aku di sini. Tapi kau harus pindah ke kamar. Tidur di sofa akan membuatmu sakit punggung besok."

"Tidak mau," tolak Evan seperti anak kecik.

"Tidak menerima penolakan, kau harus tidur di kamarmu sekarang," kata Lucia.

Wanita itu menepuk bahu Evan, lalu menyelipkan lengan pria itu ke pundaknya. Tubuh Evan berat, membuat Lucia hampir terhuyung. Dengan susah payah, ia membantu Evan berdiri.

Langkah mereka terseok, beriringan menuju kamar Evan. Setiap langkah adalah tantangan, karena tubuh pria itu lebih banyak bersandar padanya. Lucia bisa merasakan panas tubuhnya, aroma samar alkohol bercampur dengan wangi maskulin yang familiar.

Jantungnya berdegup kencang, tapi ia berusaha fokus.

Akhirnya mereka sampai di kamar Evan. Ruangan itu tenang, didominasi warna putih dan abu-abu, dengan cahaya lampu tidur yang lembut. Seprai putih di atas ranjang tampak rapi, seakan menunggu.

Lucia menuntun Evan hingga tepi ranjang, lalu perlahan menurunkannya. Tubuh pria itu jatuh ke atas kasur, menimbulkan bunyi lirih gesekan kain. Lucia meraih bantal, membetulkannya di bawah kepala Evan.

Ia tersenyum kecil, lega. "Nah, lebih baik begini. Tidurlah dengan nyenyak."

Lucia hendak berdiri untuk menarik selimut, namun tiba-tiba tangan Evan bergerak cepat, mencengkeram pergelangan tangan Lucia.

Lucia terperangah. "E-Evan?"

Dalam sekejap, Evan menariknya. Lucia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke atas ranjang, tepat di sampingnya. Tubuhnya terhempas pelan di atas seprai, begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas hangat Evan di wajahnya.

"Evan! Apa yang kau-"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, lengan pria itu sudah melingkari pinggangnya. Pelukan erat, kuat, tak memberi ruang untuk meloloskan diri.

"Jangan pergi," gumam Evan, suaranya serak, hampir seperti rintihan. "Aku tidak akan melepaskanmu lagi, Lucy. Aku ... tidak akan melepaskanmu."

Lucia membeku. Hatinya bergetar hebat, sekaligus kacau. Tidak pernah ia melihat Evan seperti ini, tidak bahkan ketika mereka masih bersama dulu. Lucia mencoba mendorong dada Evan.

"Kau mabuk, lepaskan aku. Kau butuh istirahat, Evan," kata Lucia.

Namun setiap usahanya hanya membuat pelukan itu semakin erat, seolah Evan takut ia menghilang jika memberi celah sedikit saja.

"Tidak, jangan pergi ...." Evan menyusupkan wajahnya ke bahu Lucia, napasnya berhembus panas di kulitnya. "Aku sudah kehilanganmu terlalu lama ... aku tidak mau lagi."

Lucia terdiam, merasa setiap kata yang Evan lontarkan begitu melembutkan jiwa Lucia yang sempat mengeras. Kata-kata itu, meski lahir dari mabuk, menusuk hatinya dengan kebenaran yang tak bisa ia sangkal.

Ia mencoba sekali lagi melepaskan diri, tapi gagal. Lengan Evan terlalu kokoh, genggamannya terlalu erat. Hingga akhirnya, Lucia berhenti melawan. Ia memejamkan mata, membiarkan dirinya larut dalam pelukan itu. Jantungnya berdetak kencang, pipinya panas, pikirannya penuh gejolak.

Namun di balik semua itu, ada rasa aman yang merayap. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa diinginkan, dijaga, dicintai.

Menit demi menit berlalu. Evan akhirnya tertidur, napasnya mulai teratur. Tapi lengan itu tetap tak melepas, seolah instingnya menolak berpisah.

Lucia membuka mata, menatap wajah pria itu dari dekat. Begitu damai, begitu rapuh dalam tidur. Ia ingin marah karena diperlakukan begini, tapi yang ia rasakan hanyalah keharuan yang menyesakkan dada.

Tangannya bergerak pelan, hampir tanpa sadar, menyibakkan helai rambut Evan yang jatuh di dahinya. "Bodoh. Bagaimana aku bisa pergi kalau kau seperti ini?" bisiknya.

Malam itu, Lucia akhirnya diam. Tidak lagi melawan, tidak lagi mencoba lari. Ia berbaring dalam pelukan Evan, mendengarkan detak jantung pria itu, merasakan hangat tubuhnya, dan membiarkan dirinya terhanyut.

Dan di dalam keheningan kamar, ia tahu satu hal: mungkin ia juga tidak ingin melepaskan.

1
Muna Junaidi
😍😍😍😍😍
Endang Sulistia
bagus Thor..
Archiemorarty: terima kasih kak udah baca ceritanya semoga menghibur waktu senggangnya 🥰
total 1 replies
Endang Sulistia
fix...Samuel jadi Samsul ya...🤣🤣🤣
Endang Sulistia
deg deg an..
Endang Sulistia
bikin darting..
Endang Sulistia
auto liat sinopsisnya lagi ..😂😂😂
Miss Typo
huaaaaaa aku terharu ikut merasakan kebahagiaan Lucia dan semua yg sayang padanya 😭
belum rela pisah dah tamat aja, dan bacanya telat lagi 🥹

terimakasih thor,,,selalu semangat dgn karya-karyanya di novel 💪
Archiemorarty: terima kasih kembali 🥰
total 1 replies
Miss Typo
nikah deh nikah biar lebih leluasa mau ngapain aja 😁
Miss Typo
terharu huaaaaaa 😭
Miss Typo
kok deg2an bacanya
Miss Typo
semangat semangat semangat Lucia, kamu hebat bisa melawan si Samsul itu
Ir
tapi kalo jadi Evan aku oga nerima investor yg kemarin nyabut Dana seenak udel nya untuk gabung sama samsul, giliran si samsul bangkrut gabung lagi sama Evan dihh ga like
Ir: hahaha pundung dia 🤣🤣🤣
total 4 replies
Jelita S
terimakasih Thor buat cerita indahnya,,sukses terus dalam berkarya Daan semoga cerita2 baru menyusul lagi
Archiemorarty: Terima kasih udah baca ceritanya, maap kalau kurang memuaskan. ditunggu cerita selanjutnya yang lebih uwahhh ya 🥰
total 1 replies
Miss Typo
kapan Lucia akan kuat tahan banting berani melawan si Samsul
Miss Typo: dan ku tunggu saatnya itu datang
total 2 replies
Miss Typo
semangat Ervan Deren Clara dan Lucia, kalian pasti bisa menghadapi badai dan mengalahkan si Samsul
Miss Typo
apa sih sebenarnya maunya si Samsul itu, apa tujuan sebenarnya mendekati Lucia lagi, bikin geram aja tuh orang.
aku berharap Lucia lebih kuat lebih berani menghadapi si Samsul itu
Miss Typo: suruh nulis sendiri aja kalau gak sesuai dengannya 🫢
total 4 replies
Ir
woyyy samsul meskipun kalo di posisi Lucia gua juga ogah balikan sama lu, tapi setidaknya bersaing secara sehat, minta maaf yg tulus dan nyesel bener² nyesel, bukan malah pake kekerasan tulul, yg dengan cara tulus aja belum tentu mau balikan apa lagi pake emosi
Archiemorarty: Hooh, padahal mau dikasih alur yang boom itu bentar lagi. karena ya pada bilang mau to the point, ku akhirin aja. 🤣
total 3 replies
Ir
padahal kemarin aku cuma minta speakup ehh malah di ajak live streaming 😆
Archiemorarty: Kan dah kubilang on proses, soalnya bukan balas dendam temanya. ntar cerita selanjutnya kubuatin yang tema balas dendam, biar pada tahu balas dendam yang slay itu gimana... /Slight/
total 1 replies
Miss Typo
wah gila dasar tuh kapsul manusia serakah gak tau diri, dulu membuat Lucia menderita skrg gak mau melepaskan, bikin geram aja tuh manusia satu itu 😤
semangat Evan Deren, semoga kalau an bisa mengalahkan Samsul itu

baru bisa baca lagi 🥹
Ir
kak dia hari yg lalu kaka update seperti biasanya kan yaa 3bab nah di aku tuh ga muncul lho seharian, tau update kemarin pagi sekitar jam set 11an langsung 4bab gitu, satu bab nya yg update jam 9 pagi
Archiemorarty: Iya dari Minggu agak-agak app nya emang.
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!