Edgar dan Louna dituduh membuang bayi hasil hubungan mereka. Enggan berurusan dengan hukum, akhirnya Edgar memutuskan untuk menikahi Louna dan mengatakan bayi itu benar anak mereka.
Selayaknya mantan kekasih, hubungan mereka tidak selalu akur. Selalu diwarnai dengan pertengkaran oleh hal-hal kecil.
Ditambah mereka harus belajar menjadi orang tua yang baik untuk bayi yang baru mereka temukan.
Akankah pernikahan yang hanya sebuah kesepakatan itu berubah menjadi pernikahan yang membahagiakan untuk keduanya ?
Atau mereka akan tetap bertahan hanya untuk Cheri, si bayi yang menggemaskan itu.
Yuk ikuti kisahnya...!!
Setiap komen dan dukungan teman-teman sangat berharga untuk Author. Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menceritakan
Max menggendong Cheri sampai terlelap. Saat akan ditidurkan Cheri tiba-tiba membuka mata dan menangis. Hal itu terulang sampai tiga kali dan membuat Max tidak tega juga.
"Kalau begitu aku akan menginap saja". Kata Max masih dengan menggendong Cheri. Edgar dan Louna saling bertatapan. Belum pernah Cheri seperti ini. Biasanya ia akan menangis sebentar dan akan diam setelah diayun-ayunkan.
Tapi entah mengapa malam ini Cheri seperti lengket sekali dengan Max. Padahal ini pertemuan pertama mereka.
"Tidak boleh. Kau harus pulang. Berikan Cheri padaku". Mode posesif Edgar mulai keluar.
"Tapi jika Cheri menangis kau tanggung sendiri ya". Ancam Max. Max juga seolah tidak mau jauh dari bayi gembul itu. Wajahnya sangat lucu.
Edgar mencoba menggendong Cheri tapi tidak lama kemudian Cheri gelisah dalam tidurnya dan mulai menangis.
"Ed, biarkan saja Tuan Max menginap. Aku kasihan pada Cheri. Dia menangis sampai wajahmu merah". Ujar Louna.
Biasanya Cheri lebih menempel pada Edgar dari pada dengannya. Cheri hanya mau pada Louna jika tidak melihat Edgar.
"Baiklah aku tidak akan menginap. Aku juga harus pergi ke luar negeri besok pagi-pagi sekali. Aku akan menenangkan Cheri sampai dia tertidur". Putus Max. Sedangkan Leo sudah terbaring di sofa ruang tamu tanpa memperdulikan ketiga orang yang ribut soal Cheri.
"Ed, sepertinya popoknya tembus". Kata Max memperlihatkan kemejanya yang berwarna biru muda basah dibagian perutnya.
"Ya ampun, padahal belum satu jam Cheri berganti popok". Kata Louna menepuk pundaknya.
"Dia demam, sayang. Biasanya bayi akan sering buang air jika tubuh mereka demam". Kata Edgar.
"Ku pinjamkan bajuku. Ayo, letakkan Cheri di meja sana". Sambung Edgar menunjuk meja ganti popok milik Cheri. Louna segera menghampiri setelah mengambil popok.
Max menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tidak lama kemudian Edgar mengetuk pintu kamar mandi dan Max membukanya. Ia bertelanjang dada karena sudah mengira yang mengantarkan baju adalah Edgar.
Edgar terdiam di depan pintu. Wajahnya menatap lekat pada tubuh Max yang tidak mengenakan pakaian. Bukan karena mengagumi. Tapi ia melihat sebuah tanda lahir yang sering ia lihat berada di pundak sebelah kiri Max.
Tanda lahir itu sangat mirip dengan Cheri. Bentuk dan letaknya juga sama. Hanya saja milik Cheri lebih kecil mungkin karena ia masih bayi.
Max tentu saja tidak tau menahu soal tanda lahir Cheri sebab sejak tadi Cheri mengenakan jamsuit panjang yang membalut tubuhnya.
"Jangan memandangku seperti itu. Nanti kau terpesona". Kata Max menarik baju ditangan Edgar kemudian menutup pintu kamar mandi.
Edgar masih terdiam. Memikirkan tentang tanda lahir itu. Bagaimana bisa ada orang yang memiliki tanda lahir yang sama. Hanya ada satu kemungkinan yang terjadi. Bisa saja mereka terikat hubungan darah.
Edgar menutup rapat mulutnya dan segera berlalu. Berbagai kesimpulan muncul di benaknya. Ia seorang Dokter. Segala kemungkinan ia pikirkan.
Apa benar jika Cheri adalah anak Miya dan Max. Tapi apakah mungkin ? Apa mereka berdua saling mengenal ?
Ketakutan mulai merayap dihatinya. Jika memang Miya adalah ibunya ia masih bisa melawannya walau harus melalui pengadilan. Karena Miya terbukti membuang bayi itu.
Tapi jika Max adalah ayahnya rasanya Max akan mengambil Cheri dari dirinya. Karena pria itu sepertinya menyukai Cheri sejak awal.
Lalu jika Max mengambil Cheri darinya dan Louna, bagaimana kehidupan mereka setelah ini. Mereka berdua benar-benar menyayangi Cheri.
Suara pintu terbuka menyadarkan Edgar dari lamunannya.
"Kau masih disini ?". Tanya Max heran. Kenapa juga Edgar menunggunya di depan pintu.
"Oh iya, aku ingin mengajakmu minum kopi". Kata Edgar cepat membuat alasan.
"Kita lihat Cheri dulu saja. Jika dia sudah tenang ayo kita minum kopi bersama". Balas Max. Dan Edgar mengangguk.
Keduanya berjalan bersama mencari keberadaan Cheri dan Louna. Rupanya Louna sudah berada di dalam kamar dan Cheri berada dalam pelukannya.
"Mereka sudah tidur". Kata Edgar cepat-cepat menutup pintu agar Max tidak melihat Louna. Walau dalam keadaan cemas pun ia tetap memperdulikan Louna.
Akhirnya Edgar dan Max menuju teras depan menikmati secangkir kopi. Sebenarnya Max ingin merokok tapi ia ingat ada Cheri, jadi ia urungkan.
"Kapan kau menikah ? Apa.masih berharap pada Louna ?" Tanya Edgar.
Max menghela nafasnya panjang dan sedikit terkekeh. "Memangnya aku masih boleh berharap ?". Tanya nya.
"Tentu saja tidak". Jawab Edgar sewot.
"Lalu kenapa bertanya seperti itu". Balas Max.
"Yaa ingin tau saja. Takutnya kau masih berharap pada Louna dan menusukku dari belakang". Kata Edgar.
Max tidak menjawab lagi. Matanya menatap kearah langit malam. Tapi seolah pikirannya sedang melayang.
"Aku sebenarnya sedang mencari seseorang". Katanya setelah beberapa lama keduanya saling diam.
Edgar menoleh. Sepertinya menarik, batinnya.
"Siapa ? Apa seorang wanita ?" Tanya Edgar.
"Hem. Tapi sampai sekarang aku tidak bisa menemukannya. Padahal aku yakin jika dia berasal dari negara ini".
"Bagaimana orangnya ? Apa saja informasi yang sudah kau dapatkan ?" Tanya Edgar serius.
"Kau tidak akan bisa. Leo saja sudah menyuruh banyak detektif mencarinya tapi tidak berhasil. Ia sepertinya bukan orang biasa". Jawab Max lemah. Mengingat usahanya mencari sudah lebih dari satu tahun tapi tidak membuahkan hasil.
"Kau lupa siapa aku ? Aku Edgar Abreo selalu bisa diandalkan". Kata Edgar dengan tawa. Ia seolah berusaha mencairkan suasana saat melihat ada mendung di mata Max.
Mereka dulu adalah teman baik. Saling bercerita satu sama lain dan mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi salah satunya.
Max masih terdiam. Ia menimbang apakah harus meminta bantuan Edgar atau berhenti sampai disini. Tapi rasa penasarannya begitu dalam akan wanita itu.
Max menatap Edgar dan mengambil dompetnya dari saku celananya.
Ia mengambil sebuah liontin berbentuk bunga matahari yang sudah hilang separuh nya.
"Aku hanya memiliki ini sebagai petunjuk. Dan aku sudah mencari tau asal dari perhiasan ini. Ini dipesan secara khusus di toko perhiasan di Paris". Kata Max menunjukkan benda itu.
Edgar meraihnya. Dadanya seketika berdebar lebih kencang. Ia mengenal liontin itu. Liontin yang sering ia lihat saat masih anak-anak.
"Kau tidak mendapatkan informasi apapun dari toko perhiasan itu ?" Tanya Edgar.
"Nama orang yang memesan perhiasan itu adalah Maya. Dan perhiasan itu dipesan sudah puluhan tahun yang lalu". Jawab Edgar.
Tentu saja, itu dipesan puluhan tahun yang lalu. Karena yang memesan perhiasan itu adalah Neneknya Miya sebagai untuk ibunya Miya yang baru saja melahirkan.
Edgar memejamkan matanya sejenak. Ia tidak mau berteori sendiri. Ia harus mencari tau awal mula dari hubungan Max dan Miya.
Jika Cheri memang benar adalah anak Miya dan Max, itu berarti Miya melakukan hubungan terlarang dengan Max saat ia sudah memiliki suami.
"Aku akan membantumu. Tapi apa yang akan kau lakukan jika sudah mengetahui siapa pemilik liontin ini ?" Tanya Edgar.
"Aku... Aku merasa bersalah karena sudah mengambil kesucian wanita itu". Jawab Max malu-malu. Dan hal itu lagi-lagi membuat Edgar bingung.
..
dan asli yaa.. cerita ini isinya santai dan kocak 👍🏻😁😂
please Up terus yaaa.. sukkaaa bangettt 😘❤️❤️