"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Menatap Senja Di Sore Hari
..."Jika hati terus terluka, lebih baik fokus pada diri sendiri saja. Karena percuma juga bertahan, jika hati tetep terluka meskipun berusaha menyembuhkan luka yang ada."...
...~~~...
Setelah acara weekend bersama keluarga besar itu telah selesai, Rayan pun langsung masuk ke dalam rumah, dan menaiki anak tangga untuk masuk ke dalam kamarnya. Itu pun tanpa sepengetahuan keluarga yang kini sedang berada di ruang tamu, karena suasana taman sudah cukup panas olah matahari, sehingga mereka beralih ke dalam rumah, dan melanjutkan pembicaraan di sana.
Beberapa menit kemudian, Rayan turun dengan menggunakan jaket, dan juga membawa kunci motong yang ada di tangannya.
Melihatnya seperti itu, membuat semua pasang mata yang ada di ruang tamu, menatap kepada Rayan yang sedari pagi tidak begitu bersemangat.
"Loh Rayan, kamu mau ke mana? Kok pakai jaket kayak gitu? Ini kan hari libur," ujar Ayah Muhtaz yang sempat melihat putranya itu menuruni anak tangga.
"Eemmm ... ini Ayah, Rayan ada kerjaan dadakan makanya mau ke Studio dulu. Enggak papa, kan? Jika Rayan pergi keluar sebentar," ucap Rayan berharap bisa di izinkan oleh kedua orangtuanya.
"Kamu di sini saja, Rayan. Kan lagi ada acara kumpul-kumpul keluarga di sini. Masa kamu tiba-tiba pergi kayak gitu? Masalah kerjaan kan bisa di handle dulu sama asisten kamu," balas Ayah Muhtaz yang sedikit keberatan atas kepergian Rayan.
Bahkan, akhir-akhir ini Rayan begitu giat bekerja, sampai pulang malam, dan pagi-pagi sekali sudah berangkat kerja ke Studio Foto milik Rayan. Hal itu membuat Ayah Adam dan Bunda Zahra tidak terlalu banyak menghabiskan waktu dengan Rayan lagi, karena dia cukup sibuk sekarang. Hari libur pun Rayan masih tetap bekerja seperti sekarang ini.
"Tapi Ayah, Rayan ada pemotretan hari ini. Dan kleinnya hanya mau Rayan yang menjadi fotografernya tidak dengan yang lain. Apalagi ini model dari luar negeri yang sengaja datang ke Indonesia untuk melakukan foro prewedding dengan calon suaminya," ujar Rayan dengan sedikit memberikan pengertian kepada Ayah Muhtaz.
"Ya tapi ...," ucap Ayah Muhtaz terpotong.
"Udah enggak papa, Muhtaz! Anakmu itu lagi mengejar kesuksesannya. Mana tahu ini adalah kesempatan yang tidak bisa di ulang kembali olehnya," ucap Opa Radwan sembari mengusap pundak sang putra.
Sejenak Ayah Muhtaz terdiam, ia mencoba memikirkan ucapan dari Opa Ridwan, dan Rayan terlihat menunggu, bagaimana tanggapan ayahnya itu atas ucapan dari Opa Ridwan yang cukup membantunya.
"Ya udah, kamu boleh pergi, tapi ingat ya! Jaga diri kamu, pulangnya jangan terlalu larut ya, Rayan!" ucap Ayah Muhtaz yang akhirnya mengijinkan sang putra untuk pergi dengan pesan menjaga diri.
Rayan pun tersenyum mendengarnya dan segara mencium punggung tangan Ayah Muzaki. "Terimakasih banyak Ayah, Opa," ucapnya dengan menyelami tangan keduanya dan juga semua orang tua di sana.
Sampai di mana, Rayan mendekati Raihan, dan bersalaman, serta berpelukan dengannya sejenak, sedangkan Alya memperhatikannya sekilas.
"Hati-hati, Rayan! Semoga sukses!" ucap Raihan dengan mendoakan sang adik.
"Aamiin," balas Rayan dan melerai pelukannya dari Raihan, lalu menatap kepada Alya sekilas dan tersenyum manis.
Alya yang mendapatkan senyuman manis dari Rayan. Ia pun membalas senyumannya dengan tersenyum tipis.
"Rayan pamit berangkat kerja dulu ya semuanya. Assalamualaikum," kata Rayan sebelum ia meninggalkan rumah itu.
"Waalaikumsalam. Hati-hati Rayan!" jawab semua orang di sana, sembari tersenyum menatap punggung Rayan yang berlalu meninggalkan ruang tamu itu.
Dan setelah Rayan sudah tidak terlihat lagi punggungnya, Opa Hasan pun menatap kepada semua anggota keluarga yang tengah berkumpul di sana.
"Anak itu begitu rajin ya? Opa yakin dia akan sukses di masa depan nanti!" ucap Opa Hasan sembari tersenyum melihat bagaimana sikap cucunya selama ini.
"Iya memang Rayan ini anak yang penurut, Abi. Dan dia begitu pekerja keras," balas Bunda Zahra yang langsung mengembangkan senyuman, setelah mengucapkan tentang Rayan.
"Iya, makanya dia begitu berusaha untuk meraih kesuksesannya, sampai lupa untuk mencari wanita sebagai istrinya nanti," ucap Oma Hanum yang ikut menimpali.
Semua orang pun terdiam dan begitu meratapi kehidupan Rayan yang cukup tertutup dalam hal apapun, sehingga banyak orang tidak tahu akan perasaanya, kecuali Bunda Zahra yang bisa merasakannya setiap Rayan dalam masalah.
***
Setelah sampai di studio foto, Rayan pun hanya mengambil kamera saja, karena alat yang lainnya sudah di siapkan di tempat foto prewedding yang di tentukan oleh pegawainya.
Dan langsung saja, Rayan melanjutkan kembali motornya menuju ke lokasi yang telah di tentukan untuknya melakukan foto prewedding pasangan asal Inggris itu.
Sesampainya di lokasi, Rayan pun menjalankan pekerjaannya dengan cukup baik. Dan pasangan yang akan melakukan foto prewedding itu begitu terlihat bahagia dan romantis, sewaktu Rayan mengambil potretan keduanya.
"One, two, three," ucap Rayan dengan memberikan aba-aba kepada pasangan itu.
Cekrek!
"Okey, perfect." Rayan pun memuji hasil pemotretannya sendiri dan itu adalah potret terakhir, setelah berfoto di beberapa tempat dengan pose yang berbeda.
Begitu Rayan telah selesai melakukan pemotretan. Dan kedua pasangan kekasih yang akan menikah itu begitu menyukai foto-foto yang di ambil oleh Rayan. Bahkan, keduanya sangat kagum dengan hasilnya.
Rayan yang merasa haus, sedikit menjauh dari kedua kleinnya itu untuk mengambil air minum yang ada di meja tidak jauh dari tempat pemotretannya itu.
"Ren, aku ke sana dulu," ucap Rayan kepada pegawainya.
"Oke Bos," sahut Reno yang mengerti akan isyarat dari Rayan, karena sekarang ia di percayai untuk mengurus apa yang di butuhkan oleh kleinnya itu, sebab Rayan sekarang butuh waktu beristirahat sebentar.
Begitu Rayan duduk di kursi kecil itu sembari meminum air botol dan menatap kepada senja yang terlihat indah di sore hari ini. Itu di karenakan dua pasangan itu ingin foto preweddingnya itu di tempat yang terlihat sunsetnya agar terlihat indah, sehingga jatuh di sebuah perbukitan yang cukup terkenal oleh keindahan sunsetnya, dan masih di darah sekitar Jakarta.
Dan benar saja, Rayan terlihat begitu tenang, menatap senja yang begitu indah, dan memenangkan untuk di pandang.
Tiba-tiba saja, seseorang menghampari Rayan dan duduk di sampingnya, dengan menatap kepada senja, lalu melirik kepada Rayan yang tidak bergeming dengan kedatanganya.
"Senjanya indah ya? Walupun tidak seindah takdir hidup setiap orang," ucap seorang wanita sembari menatap kepada matahari terbenam yang menonjolkan keindahannya, terlihat jelas di atas bukit-bukit yang tidak terlalu tinggi, karena keduanya pun berada di daerah perbukitan.
Mendengar orang bersuara seperti itu, Rayan pun menatap ke samping, dan menemukan seorang wanita cantik yang tengah duduk di sampingnya sembari tersenyum tipis menatap senja.
"Tidak begitu juga, senja memang indah. Akan tetapi, takdir setiap orang pasti akan lebih indah daripada yang kita lihat," balas Rayan yang tidak setuju akan ucapan dari wanita itu.
Wanita itu menatap kepada Rayan dengan tersenyum simpul. "Memang benar tidak semua orang, tapi salah satu dari mereka ada yang mendapatkan takdir yang menyakitkan," balas wanita itu dengan tatapan yang begitu dalam.
.
.
.