NovelToon NovelToon
Jodoh Jalur Orang Dalam

Jodoh Jalur Orang Dalam

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Keluarga / Menikah Karena Anak
Popularitas:249
Nilai: 5
Nama Author: yesstory

Setelah lama merantau, Nira pulang ke kampung halaman dengan membawa kabar mengejutkan. Kehamilannya yang sudah menginjak enam bulan.
Nira harus menerima kemarahan orang tuanya. Kekecewaan orang tua yang telah gagal mendidik Nira setelah gagal juga mendidik adiknya-Tomi, yang juga menghamili seorang gadis bahkan saat Tomi masih duduk di bangku SMA.
Pernikahan dadakan pun harus segera dilaksanakan sebelum perut Nira semakin membesar. Ini salah. Tapi, tak ingin lebih malu, pernikahan itu tetap terjadi.
Masalah demi masalah pun datang setelah pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya tidak dilandasi ketulusan karena terlanjur ‘berbuat’ dan demi menutupi rasa malu atas aib yang sudah terlanjur terbuka.
Bisakah pernikahan yang dipaksakan karena sudah telanjur ada ‘orang dalam’ perut seperti itu bertahan di tengah ujian yang mendera?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yesstory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia Pria yang Baik

Nira baru saja duduk di depan kemudi saat ponselnya bergetar. Nira merogoh ponselnya dari dalam tas. Sambil menyalakan mobil, ia menerima panggilan. Bibirnya tersenyum saat melihat siapa yang meneleponnya.

“Halo, Pak.”

“Halo, Nira. Kamu lagi dimana?”

“Aku baru pulang kerja, Pak. Ini masih di parkiran rumah sakit.”

“O ya udah kalau gitu, nanti aja Bapak telepon lagi ya kalau kamu sampai rumah.”

“Eum, sekarang juga nggak papa kok, Pak.” Nira buru-buru menjawab sebelum Mardi memutus panggilan.

Kalau bisa, Nira ingin berlama-lama mengobrol agar ia tak harus pulang dan bertemu dengan Riki. Tapi, Arsa ada di rumah.

“Kamu yakin? Emang nggak mau pulang dulu?”

“Iya, Pak. Ini juga kan duduk di mobil. Jadi, nggak capek.” Nira menjawab yakin. Ia mematikan kembali mesin mobilnya.

“Bapak cuma mau tanya kabar kamu aja. Ya sekalian mau ngasih kabar kalau Raffi akan menikah.”

Nira menegakkan tubuhnya dengan napas tertahan. “Oh ya? Sama siapa?”

“Sama Ika, tetangga kita juga. Tapi beda satu RT.”

Nira tersenyum kecut. “Aku kurang begitu mengenalnya, Pak. Tapi, aku ikut senang dengarnya. Raffi akhirnya menikah juga,” ucapnya getir.

Wajah Raffi melintas di pikirannya. Wajah tampan yang pernah ia cintai tapi sayang ia tak bisa memperjuangkan cinta mereka di depan Mardi yang tak setuju.

“Raffi beruntung mendapatkan Ika.”

Nira menggeleng, tak setuju. “Ika yang beruntung mendapatkan Raffi, Pak. Raffi pria yang baik. Dia sopan dan selalu menjaga wanita yang ia cintai. Raffi tak pernah macam-macam.”

Saat mengatakan itu, Nira hanya bisa tersenyum tipis. Penyesalan memang selalu datang di akhir.

Hidupnya seperti lelucon. Disaat pernikahannya yang baru seumur jagung itu sudah berada di tepi jurang, mantan kekasihnya di sana justru sedang berbahagia karena akan menikah dengan seorang wanita yang Nira yakini pastilah lebih cantik dari dirinya.

“Maafin Bapak, Nira. Dulu, Bapak nggak merestui kalian. Padahal kalian saling mencintai. Bapak ngrasa jadi orang tua yang jahat buat kalian. Tega misahin kalian hanya karena Bapak melihat pekerjaan Raffi. Tapi siapa sangka, dia sekarang jadi pengusaha bengkel. Punya bengkel sendiri. Dan sekarang memiliki calon istri yang masih muda juga cantik.”

“Bapak nggak perlu minta maaf. Semua itu udah jadi masa lalu, Pak. Kami memang tak berjodoh aja.”

“Bapak cuma ingin yang terbaik buat kamu, Nira. Anak perempuan Bapak satu-satunya. Dan Bapak ngrasa bersalah sama kamu, Nak.”

Nira menggeleng, tersenyum pedih. “Aku tahu. Maafin Nira juga yang udah ngecewain Bapak. Bikin Bapak sakit hati menanggung malu.”

Helaan napas panjang terdengar di ujung sambungan.

“Kamu baik-baik saja kan, Nak?”

Nira menghela napas, menahan beban berat di hati. “Baik, Pak.”

“Bapak nggak tahu kenapa. Tapi, hati Bapak nggak tenang. Bapak mikirin kamu, Nira. Bapak takut kamu kenapa-napa di sana.”

Nira memejamkan mata. Ingin rasanya ia bercerita dan mengatakan,’Aku nggak baik-baik aja, Pak. Hatiku sakit. Tubuhku sakit. Aku nggak tahan lagi, Pak. Aku ingin pulang. Jadi anak kecilmu dan Ibu lagi.’

Tapi, semua kalimat itu hanya berada di dalam hatinya. Tentu saja ia tak berani mengatakan yang sebenarnya. Ia tak ingin menambah beban baru pada kedua orang tuanya. Terlebih masalah rumah tangganya.

“Nira? Halo?”

“Iya, Pak.” Nira mengusap air mata yang lolos begitu saja tanpa dikehendakinya.

“Kamu anak Bapak, Nira. Kalau kamu punya masalah di sana, cerita ya pada kami. Jangan dipendam sendiri. Kamu selalu punya Bapak. Ingat itu?”

Nira mengangguk. Menahan diri agar tak tersedu demi mendengar kalimat Mardi. Kalimat ‘kamu selalu punya Bapak’ membuat Nira merasa berharga walau di depan Riki, ia tak lagi ada harga dirinya.

Kalau saja ia tak punya tanggung jawab di kota ini, mungkin saat ini ia sudah pulang ke kampung halamannya, membawa Arsa, dan meninggalkan Riki.

“I-iya, Pak.”

“Ya udah kalau gitu. Kamu pulang dulu. Sampai rumah, makan lalu istirahat. Nanti kalau Ibumu pulang, kami menelepon lagi. Riki ada di sebelahmu ‘kan?”

“Enggak, Pak. Aku nyetir sendiri.”

“Hah? Kamu lagi hamil, Nak. Kok nyetir sendiri?”

“Riki kan kerja juga, Pak. Riki ngijinin kok aku nyetir sendiri asal hati-hati. Lagipula kasihan juga dia antar jemput aku. Tempatnya bekerja dan rumah sakit kan cukup jauh.”

Luar biasa kebohonganmu, Nira. Kamu masih membela suamimu di depan orang tuamu. Padahal, kita semua tahu, sesakit apa perlakuan dia padamu.

“Walaupun begitu, kamu kan lagi hamil. Nggak ada alasan apapun kalau memang dia bertanggung jawab dan sayang sama kamu, dia pasti bersedia antar jemput kamu yang sedang hamil anaknya.”

“Iya, Pak. Ini aku yang minta kok. Eum, Pak, aku pulang dulu ya. Takut keburu malam.”

Nira menghentikan percakapan mereka. Ia tak bisa terus berbohong, mengarang alasan agar Riki tetap dinilai baik oleh kedua orang tuanya. Syukurlah Mardi mengerti dengan alasannya dan mematikan panggilan.

Nira membenamkan wajahnya di kemudi. Bahunya bergetar. Hatinya terus menjerit untuk minta berhenti dari segala penyiksaan ini.

Sekuat-kuatnya ia, semandiri-mandirinya ia, ia tetaplah seorang wanita yang hatinya rapuh akibat terus mendapat perlakuan buruk dari suaminya sendiri. Suami yang ia pilih sendiri.

***

Walau Nira selalu ingin menghindari Riki, pada akhirnya ia tetap pulang ke rumah mereka. Rumah yang kini tak ia anggap lagi sebagai rumah. Melainkan sebagai neraka kecil yang terus membakar habis cintanya.

Nira menghentikan laju mobilnya di bahu jalan, dekat rumah. Pemandangan di depan matanya bertolak belakang dengan pemandangan sehari-sehari yang ia lihat.

Riki sedang menggendong, tertawa, bergurau dengan putra kecil mereka di garasi rumah mereka. Pemandangan yang seharusnya menghangatkan hati Nira.

Tapi, apa yang Nira lihat justru membuat Nira kebingungan sendiri. Ia benar-benar tak mengenali sifat Riki. Terkadang Riki terlihat baik, penyayang, tapi dalam satu waktu juga ia bisa berubah jadi iblis yang murka saat marah.

Nira tak tahu ada berapa lagi sifat Riki yang belum ia lihat. Dan jujur, Nira takut jika terus bersama Riki. Harapan hidup selamanya bersama Riki saat mereka merencanakan pernikahan kala itu kini musnah.

Nira menghela napas panjang. Ia kembali melajukan mobilnya.

“Tuh, Sa. Mamamu pulang,” ucap Riki pada Arsa saat melihat Nira turun dari mobilnya.

Nira tersenyum pada putra kecilnya yang tersenyum lebar menatapnya.

“Mbak Dewi mana? Tumben kamu yang ngasuh Arsa?” tanya Nira, menatap Riki sekilas lalu kembali menatap sang putra.

“Dia ijin. Saudaranya meninggal. Dia ijin tiga hari.”

Nira mengernyitkan dahi. “Kok dia nggak bilang sama aku?”

“Kan ada aku di rumah. Dia ijinnya sama aku. Sama aja ini.”

Nira menatap Arsa, ingin menggendong, tapi ia masih memakai pakaian kerjanya. “Terus yang ngasuh Arsa selama Mbak Dewi nggak ada siapa?”

“Ya aku lah. Aku kan Bapaknya. Arsa juga anakku,” jawab Riki.

Nira melihat Riki sekilas. Mengangguk, lalu masuk ke dalam tanpa berkata apapun lagi.

1
Miu miu
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
ZodiacKiller
Ga sabar nunggu kelanjutannya thor, terus semangat ya!
yesstory: Terima kasih kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!