Arunika seorang novelis khusus romansa terpaksa meninggalkan lelaki yang sudah 7 tahun menjalin cinta dengannya. Robin telah tega berselingkuh dengan temannya semasa kuliah, hal tersebut diketahuinya saat datang ke acara reuni kampus.
Merasa dikhianati, Arunikapun meninggalkan tempat reuni dalam keadaan sakit hati. Sepanjang jalan dia tak henti meratapi nasibnya, dia adalah novelis spesialis percintaan, sudah puluhan novel romantis yang ia tulis, dan semuanya best seller. Sementara itu, kehidupan percintaannya sendiri hancur, berbanding terbalik dengan karya yang ia tulis.
Malam kelabu yang ia jalani menuntunnya ke sebuah taman kota, tak sengaja dia berjumpa dengan remaja tampan yang masih mengenakan seragam sekolah di sana. Perjumpaannya yang tak sengaja, menimbulkan percikan cinta bagi Sandykala, remaja tampan berusia 18 tahun yang sedang mencari kesembuhan atas trauma percintaan masa lalunya. Akankah romansa akan terjalin antara keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asih Nurfitriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JELANG KELULUSAN
Sesampainya di apartemen, kami langsung menuju kamar. Aku memang tidak suka melakukan hal itu selain di tempat yang aku rasa paling nyaman. Sandy pun memahaminya, kami sama-sama suka suasana sepi dan hening, dan hanya ada suara kami yang terdengar ditemani cahaya temaram yang remang-remang.
Perlahan kami berciuman lumayan lama, kali ini benar-benar kami lakukan dengan sadar, tanpa bantuan minuman seperti waktu itu. Sentuhan tangannya membuatku seperti kesetrum. Seperti ada sengatan kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuh.
Aku menatap wajahnya yang penuh hasrat, yang seringkali tersenyum nakal, seolah dia pun menikmati setiap momen yang dia lakukan kepadaku.
Tak berselang lama, saat kami sudah merasa cukup dengan ini semua, inilah momen di mana aku pasrahkan sepenuhnya ragaku ini kepadanya. Memang Sandy pria muda yang sangat dominan, namun dia selalu memikirkan apakah aku merasakan kenikmatan seperti yang dia rasakan. Puncak rasa nikmat akhirnya kami rengkuh bersama. Tubuh kami terkulai lemas, tapi rasa indah malam ini bahkan ingin kami ulangi lagi nanti.
"Adakah sakit yang nona rasakan?" tanyanya khawatir, dia mengelus kepalaku dengan lembut. Sementara aku berbaring di dadanya yang bidang dan berisi.
"Yah, badanku sedikit sakit, sepertinya kekuatanmu tiga kali lebih kuat dibandingkan malam itu.." jawabku, dia sedikit terkejut.
"Maafkan aku, sepertinya aku terlalu bersemangat.." ucapnya seraya mengecup keningku. Gurat khawatir terpancar jelas di sana.
"Heii, tapi aku suka dirimu yang tadi. Sungguh aku lebih menikmatinya, sangat menikmatinya..!" kataku menenangkannya. Aku membelai lembut otot perutnya yang kekar. Bagaimana bisa anak SMA memiliki badan sebagus ini. Merasa tanganku sedikit jahil membuatnya tegang seketika.
"Aaaah, apa mau lagi sekarang? Jangan membangunkan yang sedang istirahat sayang.." ucapnya sambil mengambil alih tanganku. Diapun memelukku begitu erat, tubuh kami menempel, kulit kami bergesekan. Ada rasa hangat menjalar ke tubuhku.
"Aku suka aroma tubuhmu, aroma yang ingin setiap hari aku hirup.." kataku, aku mendongak ke atas, menatap wajahnya dari bawah seperti ini sungguh membuatku bahagia.
"Kalau begitu aku akan tidur di sini setiap hari.." katanya nakal.
"Bisakah? Aku yakin Om Hermawan tidak akan setuju.." kataku sedikit kecewa. Kami tinggal di mana ada norma-norma dalam masyarakat yang harus kami jaga.
"Bagaimana kalau kita menikah saja.." katanya tiba-tiba. Akupun sampai bangkit dari posisiku.
"Kamu saja belum lulus sekolah, jangan buat aku seperti predator anak kecil ya..!" timpalku, aku bukannya tidak ingin menikah, karena usiaku juga sudah pas sekali untuk itu. Hanya saja, dia masih terlalu muda, dan masih ada banyak hal yang harus dia coba.
"Aku bisa menikah sambil kuliah, jangan bicara seperti itu sayang.Aku sedih jadinya.." ungkapnya,dia memelukku erat."kamu bukan predator anak kecil, aku ini pria dewasa, yang menyodorkan diri kepadamu..!" katanya lagi. Dia mengatakannya karena khawatir dengan segala penilaian orang-orang ke depannya.
"Aku bahagia saat ini, meski memang aku ingin menikah, itu pasti suatu saat akan kita pikirkan. Kita jalani dan nikmati hubungan kita sekarang ya.." hiburku. Aku pun memeluknya erat, lebih erat.
...*****...
"Kamu sudah bangun?" tanyaku, Sandy sudah mandi, wangi sabun dan shampo menyerbak di ruangan kamar ini. Dia duduk di pinggir kasur, tersenyum manis dengan rambut basahnya.
"Selamat pagi cantik..!" ucapnya seraya mencium tanganku. Entah mengapa aku tersipu malu mendengarnya berkata begitu. Dengan sigap dia pun mengambil ponselnya dan mengambil fotoku. Aku yang masih berantakan dan belum mandi pun menutupi wajahku sekenanya.
"Aku belum mandi..!" cegahku.
"Biarpun begitu aku suka wajahmu saat bangun pagi, menggemaskan!" katanya lagi, kali ini dia mendekapku erat, rambutnya yang basah mengenai sedikit wajahku.
"Terima kasih sayang.." balasku. Dia masih saja enggan melepaskan dekapannya. Sungguh aku jadi candu dengan sikapnya yang seperti ini.
"Bagaimana ini, aku harus berangkat untuk acara kelulusan..!" katanya mengingatkanku. Akupun melepas pelukannya perlahan.
"Ah, benar sekali. Apa mau aku antarkan? Om Hermawan nanti datang?" tanyaku.
"Iya, Om akan menyempatkan datang sebentar, karena siangnya akan berangkat dinas ke Singapura. Bisa antarkan aku ke rumah dulu, aku harus ambil pakaianku.." jelasnya, dia lalu bangkit dan memberiku segelas air putih hangat.Perhatiannya sungguh membuatku makin jatuh cinta.
"Aku akan ijin hari ini untuk menemani kamu,aku sudah jauh-jauh hari menyiapkan momen kelulusanmu..!" kataku,Sandy terkejut, dia senang bukan kepalang karena tak menyangka bahwa aku akan menemaninya.
"Sungguh? Kamu akan datang bersamaku?" tanyanya penuh bahagia. Aku mengangguk, tanda mengiyakan pertanyaannya.
...*****...
Semua sudah siap, dan perjalanan menuju sekolah Sandy terbilang cukup padat. Banyak kendaraan dari keluarga siswa yang memenuhi area parkir dan jalan sepanjang arah sekolah.
Sesampainya di sana, akupun dibuat takjub dengan penampilan Om Hermawan yang terbilang masih terlihat muda di usia 48 tahunnya.
"Aha..pantas saja tidak mau dijemput, rupanya pawangnya yang mengantar..!" goda Om Hermawan saat melihat kedatanganku dan Sandy.
"Selamat pagi Om,maaf baru datang!" sapaku. Tak lupa buket bunga ukuran besar sudah disiapkan untuk Sandy.
"Kenapa Om lebih awal datangnya, upacara kelulusan saja baru mulai satu jam lagi..!" kata Sandy. Dia menyalami dan memeluk Om Hermawan erat.
"Penerbangan Om dimajukan, salahkan saja Papamu,dia suka mengotak-atik jadwal orang sesuka hati.." jawab Om Hermawan. Dia lantas mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video. Tak disangka yang dia hubungi adalah Papa Sandykala.
"Halo, ya..aku sudah di sekolahnya, tentu.saja, dia sudah datang, dengan pacarnya,.nih..!" kata Om Hermawan seraya mengarahkan ponselnya ke Sandy.
"Pahh..Maafkan Sandy tidak menghubungi papa dulu hari ini..!" Sapa Sandy. Sosok pria yang kurang lebih berumuran hampir sama dengan Om Hermawan dengan wajah tampan nampak di layar ponsel.
"Tentu saja papa sudah tahu semuanya dari Om kamu. Siapa yang di sebelah kamu?" tanya Papa Sandy, karena kebetulan kehadiranku pasti menyita banyak pertanyaan.
"Selamat pagi Om,saya Arunika.." kalimatku terpotong.
"Ini pacar Sandy Pah.Namanya Arunika, cantik kan?" kata Sandy,herannya mendengar perkataan Sandy Papanya tertawa.
"Kamu akan kena masalah, bisa-bisanya pacar kamu lebih cantik dari Ibu. Hahahaa!" ucap Papanya.
Mereka berdua mengobrol lumayan akrab, selayaknya anak dan orang tua,dan tak berapa lama, sosok yang dipanggil Ibu olehnya akhirnya menampakkan diri di layar ponsel.
"Sandy, putra Ibu..!" panggilnya dengan lembut, suaranya begitu merdu. Terdengar penuh dengan kasih.
"Ibuu, Sandy rindu. Kapan ke mari?" tanya Sandy manja. Matanya seolah berkaca-kaca. Aku yang berada di sampingnya bisa merasakan lonjakan emosi saat berbicara dengan ibunya.
"Apa Om tidak bilang kalau 2 minggu lagi Ibu dan Kakak pulang?" tanya Ibunya kembali.Sandy mengernyitkan dahinya, sepertinya dia tidak pernah mendengar kabar jika Ibu dan Kakaknya akan pulang. Mendengar hal tersebut Om Hermawan buru-buru konfirmasi kepada Sandykala.
"Karena sibuk urus sana-sini Om lupa.." bisiknya kepada Sandy, dan memberikan kode agar tidak mengadu ke Ibunya.
"Sepertinya Sandy yang lupa Bu, karena sibuk belajar.." ujar Sandy membela Om Hermawan.
"Jangan bela Om kamu itu ya, karena dia pasti lupa, pasti dia sedang bisik-bisik di sebelah kamu kan? Kebiasaan memang.." omel Ibunya, seolah sudah paham dengan tabiat Ibu Sandy.Akhirnya Om Hermawan pun mengambil ponsel dan berbicara dengan Ibu Sandy.
"Kak,maafkan adikmu ini ya,aku keterlaluan. Omong-omong acara akan segera dimulai,jadi aku tutup ya kak..Aku cinta kakak! Bye!" kata Om Hermawan sambil menutup panggilan video.
"Wah..Om parah, tunggu saja sampai Ibu sampai di sini 2 minggu lagi!" kata Sandy menakut-nakuti.
"Jangan mengancam Om ya anak kecil, sana masuk!" kata Om Hermawan geram, didorongnya Sandykala masuk ke sekolah.
Sementara aku dan Om Hermawan masih berada di tempat parkir. Akupun tak sengaja berjumpa dengan keluarga Viola, dan Hendra Wijaya juga ikut hadir pada acara kelulusan adik tercintanya.
"Oh, anda datang juga Bu Aruni..!" sapanya saat melihatku di parkiran. Aku hanya tersenyum dan menjawabnya singkat.
"Iya, begitulah.."
Suasana canggung begitu terasa, dia tidak ikut ke dalam, dan menunggu bersama di tempat parkir seperti aku dan Om Hermawan. Namun, Om Hermawan seakan menyadari situasi yang membuatku tidak nyaman. Karena itu beliau mengajakku ke kafetaria sekolah yang tidak jauh dari tempat kami berada.
"Aruni, sepertinya lebih enak jika menunggu Sandy di kafetaria. Saya juga belum sarapan! Ayo! Permisi!" kata Om Hermawan, akupun mengikutinya dan segera pamit dari Hendra Wijaya.
"Permisi Pak Hendra, saya duluan..!" pamitku.
Kami berjalan dan tak sampai lima menit sampai di sebuah kafetaria yang luas dan mewah. Setelah duduk dan melihat menu makanan, Om Hermawan memesan satu paket menu sarapan ala western, sedang aku hanya pesan sandwich dan es americano favoritku. Tak berapa lama pesanan kami pun datang.
"Kamu kenal dengan Hendra Wijaya?" tanya Om Hermawan tiba-tiba.
"Ah..beliau rekan penulis saya di kantor Om..!" jawabku sembari menikmati sandwich.
"Apa ada masalah dengan kalian? Aku menangkap ada sesuatu yang tidak nyaman diantara kalian berdua.." tebak Om Hermawan.
"Sebenarnya, adik beliau, yang satu sekolah dengan Sandy, suka dengan Sandy Om.." jelasku, sesekali aku minum es americano yang aku pesan.
"Persis, anak itu memang kerap mematahkan hati banyak gadis. Memang genetik itu susah untuk dihilangkan.." jawab Om Hermawan yang membuatku penasaran.
"Maksudnya Om?" tanyaku selidik.
"Papanya, Kakaknya dan juga dia punya visualisasi yang luar biasa. Semua wanita akan jatuh cinta kepada mereka. Ditambah lagi herannya, kenapa mereka punya selera wanita yang sama, sama-sama suka dengan wanita yang usianya lebih tua..!" ucap Om Hermawan lagi, dia bercerita seolah itu bukan rahasia umum lagi.
"Wanita yang seleranya sama?" kataku mengulang kalimat Om Hermawan.
"Waduhh,.mulut ini bahaya. Tapi jangan salah sangka kepada keluarga kami ya. Papa Sandy menikah dengan kakak Perempuanku, usia keduanya terpaut 8 tahun. Lebih tua kakakku.." jelasnya.
"Lalu kakaknya?" tanyaku lagi.
"Cakrawala Gunawan, menikah dengan istrinya, seorang selebgram dan juga pemilik agensi ternama, yang usianya terpaut 7 tahun lebih tua darinya.." ucap Om Hermawan, sepertinya beliau makan dengan sangat lahap.
"Dan, anak kecil itu rupanya sudah menambatkan hatinya kepadamu,yang 10 tahun lebih tua. Aku tidak masalah, selama kamu bisa menjaga dan membuatnya bahagia. Kamu pasti sudah mendengar cerita tentang mantan pacarnya yang membuatnya trauma kan?" tanya Om Hermawan memastikan.
"Iya Om, Sandy pernah cerita soal itu.." jawabku, aku paham sekarang.
"Dia sudah berusaha bertahan dan menjalani hidup dengan baik. Apalagi sejak bertemu denganmu, aku seperti melihatnya lebih semangat menjalani hari-harinya. Tolong jaga keponakan Om dengan baik, dia seperti anak ayam yang sendirian.." kata Om Hermawan penuh harap.
"Pasti Om,akan saya jaga anak ayam ini, hehehe!" jawabku sembari tertawa geli.
"Dasar kamu! Berarti kamu induk ayam, hahaha!" ledeknya kepadaku.