Allea Laticia Braine, siapa yang tidak mengenal gadis cantik, pintar dan seksi dengan sejuta pesona itu. Terlebih semuanya ditunjang oleh statusnya yang sudah menjabat sebagai Presdir Muda.
Semua pria tentu sangat mengincar gadis itu. Mereka selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan hati seorang Allea. Tapi tidak satupun yang berhasil.
Hingga suatu hari, dengan bodohnya Lea terjebak oleh permainan seorang pria yang notabenenya adalah rekan kerjanya.
Lalu apa yang terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeNickname, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ONWMR-7
Raff segera datang ke ruangan Nonanya saat mendengar laporan kalau Lea sudah sampai. Pria itu mengetuk pintu dengan cepat membuat Lea juga buru-buru membukakan pintu dengan tombol kecilnya.
"Apa anda baik-baik saja nona?" tanya Raff tanpa aba-aba padahal pria itu baru saja masuk.
Lea menatap asisten sekaligus bodyguardnya dengan tatapan intens dan juga kening yang berkerut.
"Ma-maaf maafkan saya. Selamat pagi Nona"
"Ya, selamat pagi" jawab Lea datar.
"Saya sudah menghubungi psikiater terbaik sesuai dengan perintah anda Nona, beliau akan kemari pukul 11 siang. Maaf Nona, sebenarnya siapa yang sakit?" tanyanya hati-hati.
"Aku"
"Apa yang Nona rasakan?" tanya Raff panik.
"Ck, aku hanya ingin berkonsultasi saja dengan dokter itu. Sudah sana pergi" Lea mengibaskan tangannya memberi perintah.
"Syukurlah. Baik, saya permisi Nona"
Lea menatap kepergian Raff dengan tatapan yang sulit diartikan, dia memang sedikit risih dengan keberadaan Raff. Pria itu ditugaskan kakeknya untuk menjaga Lea setiap saat, apa-apapun Raff pasti akan melaporkannya pada sang kakek.
Apalagi akhir-akhir ini sikap Raff terlihat sangat berlebihan, membuat Lea yang asalnya risih menjadi lebih risih.
Hari ini Lea menyibukkan dirinya dengan tumpukan berkas yang hari-hari kemarin belum sempat dia periksa. Wanita itu terus memfokuskan diri dengan pekerjaan.
Disaat fokusnya berpusat pada sebuah berkas berisi proyek baru miliknya, tiba-tiba fokusnya buyar mendengar suara ketukan pintu.
Lea menoleh ke layar monitor, rupanya itu adalah Fanny dan seorang wanita berjas dokter. Lea langsung mempersilahkan mereka untuk masuk.
"Permisi Nona, ini Dokter yang Raff panggilkan untuk anda"
"Oke terima kasih Fanny, kau boleh kembali"
"Baik Nona. Saya permisi"
"Silahkan duduk Dokter" ucapnya pada dokter wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang tidak muda lagi itu.
"Terima kasih Nona"
"Sebentar" Lea membalik badannya untuk mengambil dua botol minuman dari kulkas kecil yang ada di dalam ruangannya.
"Untuk teman mengobrol Dok"
Dokter itu terkesiap saat Lea melayaninya seperti itu. Siapa yang tidak mengenal Lea di negara ini? Rupanya wanita cantik dengan sejuta pesona itu adalah orang yang sangat baik.
"Tidak perlu repot-repot Nona"
"Tidak repot Dok, saya hanya mengambil minumannya dari sana"
Dokter itu mengangguk seraya tersenyum "Bisa kita mulai konsultasinya sekarang Nona?"
"Silahkan Dok"
Tes pertama, Lea menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang Dokter itu tanyakan. Dia sedang mengetes kejiwaan Lea dengan cara tanya jawab. Dari sana sang Dokter bisa menyimpulkan bahwa keadaan Lea 100% baik-baik saja.
Dan sekarang adalah giliran Lea yang bercerita dan juga bertanya tentang semua hal yang ia alami, tapi justru sang Dokter hanya menanggapi semua ucapannya dengan tersenyum.
"Itu bukan gangguan psikologis Nona"
Lea mengerutkan keningnya tidak mengerti "Lalu apa Dok?"
"Itu adalah gangguan hati"
"Oh astaga, jadi aku mempunyai penyakit di organ hatiku?"
Dokter itu menggeleng, seorang Presdir Muda ternyata bisa bodoh juga.
"Bukan hati itu Nona, tapi hati yang berhubungan dengan cinta"
"Cinta?" beo Lea.
"Iya, jika Nona menyadarinya. Saat ini Nona sedang merindukan pria itu"
"Oh God, Allea Laticia Braine jatuh cinta? Ini kelainan Dok"
"Kelainan bagaimana Nona? Jelas-jelas anda tertarik pada seorang pria. Jika anda tertarik pada seorang wanita, maka benar itu adalah kelainan"
"Tapi Dok, bagaimana bisa?"
Astaga, ternyata menghadapi orang yang jenius itu tidak semudah yang ia kira. Semua orang tetap akan bodoh pada waktunya.
