NovelToon NovelToon
Tumbal Mata Kedua

Tumbal Mata Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Misteri / Spiritual / Zombie / Tumbal
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Foerza17

Cerita ini berlatar 10 tahun setelah kejadian di Desa Soca (Diharapkan untuk membaca season sebelumnya agar lebih paham atas apa yang sedang terjadi. Tetapi jika ingin membaca versi ini terlebih dahulu dipersilahkan dan temukan sendiri seluruh kejanggalan yang ada disetiap cerita).

Sebuah kereta malam mengalami kerusakan hingga membuatnya harus terhenti di tengah hutan pada dini hari. Pemberangkatan pun menjadi sedikit tertunda dan membuat seluruh penumpang kesal dan menyalahkan sang masinis karena tidak mengecek seluruh mesin kereta terlebih dahulu. Hanya itu? Tidak. Sayangnya, mereka berhenti di sebuah hutan yang masih satu daerah dengan Desa Soca yang membuat seluruh "Cahaya Mata" lebih banyak tersedia hingga membuat seluruh zombie menjadi lebih brutal dari sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Foerza17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terapi Terakhir

"Ada apa, Yang? Kamu keliatan syok berat?" suara lembut Astrid mengejutkanku. Aku spontan mengusap wajahku.

"M-maaf. Aku tidak mengenalnya," ucapku sembari perlahan mundur dari jenazah itu.

Kedua perawat itu hanya mengangguk kemudian kembali menutup wajah jenazah itu dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Mereka berdua mengucapkan terima kasih lalu berpamitan. Jantungku masih berdegup tak karuan melihat jenazah itu berjalan menjauh dari pandanganku. Kakiku terasa lemas. Tubuhku gontai. Aku perlahan mundur dan langsung menyandarkan punggungku dengan keras pada pilar yang ada di sisi koridor ini. Aku merasa tak kuasa terus berdiri. Punggungku tergesek perlahan dengan pilar dan aku pun terduduk setelahnya. Kedua tanganku tanpa sadar turut meremas rambutku.

"Ada apa? Apa yang terjadi? Traumamu kambuh ya setelah melihat mayat itu?" tanya Astrid penuh kekhawatiran. Dia pun turut duduk di sampingku. Aku tak menjawab pertanyaannya. Mataku masih menatap keramik putih itu dengan tatapan kosong.

"Kita akan tamat," ucapku lirih. Astrid kemudian memeluk pundakku. Kurasakan dekapan hangatnya yang seakan mampu merasuk hingga ke relung hatiku.

"Menangislah! Aku tahu kejadian masa lalumu begitu berat hingga mampu membekas begitu dalam. Aku tidak akan meninggalkanmu," sambungnya.

Kali ini suaranya menjadi lebih hangat dari biasanya. Aku memandangi wajahnya yang bulat dengan balutan kerudung berwarna biru laut itu. Matanya masih tetap terlihat indah walau dihiasi oleh kacamata dengan min 2 yang tertaut di hidungnya yang kecil. Riasan wajahnya yang tidak terlalu tebal, dengan bibir tipis dengan sedikit lipstik yang merona, membuatnya masih tetap menawan hati. Aku pun larut dalam pelukannya dan perlahan jantungku berdetak lebih tenang.

Kami beberapa menit terduduk di bawah pilar koridor rumah sakit. Suara langkah kaki orang-orang yang berderap tidak aku hiraukan. Aku menutup mataku. Walau tanpa air mata, hatiku seakan sedang menangis di dalam sana. Hingga kemudian, suara Nadine yang penuh semangat mengejutkanku. Dia terlihat berjalan sendirian dan senyum cerah senantiasa terhias di wajahnya.

"Ayah! Ibu! Kenapa kalian malah duduk di sini?" tanya Nadine dengan suara riang.

"Ibu capek, Kak! Ibu belum nemuin dimana cafetaria tempat Nadine beli es krim tadi hehe," sahut Astrid terkekeh. Aku tersenyum melihat jawabannya seakan tidak ingin membagikan masalahku kepada anakku.

"Loh kan ada di sana cafetarianya? Ayok sini aku tunjukkin!" ucap Nadine sembari menarik tangan kami berdua.

Astrid terlihat menggoda Nadine dengan menarik tangan kecilnya lebih kuat. Nadine tampak bersusah payah menarik tubuh kami berdua. Hingga pada akhirnya, sebab tenaga Astrid yang terlalu besar, Nadine akhirnya terjatuh ke pangkuan kami berdua. Suara tawa pun pecah seketika diantara kami bertiga.

...----------------...

"Bagaimana perasaan Anda setelah menjalani semua terapi, Pak?" tanya Psikiater itu mengakhiri pemeriksaan.

"Aku sudah mendingan," jawabku singkat.

"Anda harus lebih jujur kepada orang-orang yang selalu mengkhawatirkan Anda, Pak. Anda tidak boleh selalu memendam seluruh masalah Anda sendirian. Karena itu hanya akan membuat pikiran Anda bertambah stres, dan kemungkinan terburuknya Anda akan mengalami depresi" ujarnya sembari jarinya masih menari diatas kertas.

"Dan kalau Anda sampai mengalami depresi, Anda juga yang harus repot-repot kembali kesini," sambungnya sembari terkekeh.

"Ah iya. Kau benar, Dok. Terimakasih atas sarannya," aku pun turut tertawa walaupun lawakannya terasa hambar.

Psikiater itu kembali menyesuaikan kacamatanya sembari jarinya masih sibuk mencatat pada kertas yang dia sangga di tangannya. Suara ketukan tatakan di bawah kertas catatan itu terdengar begitu nyaring di ruangan psikoterapi yang hening. Aku kembali memposisikan kepalaku dengan nyaman dan menarik napas panjang. Divan yang empuk seakan membuat pasien manapun merasa nyaman untuk berlama-lama disini.

"Baiklah, Pak. Ini ada beberapa catatan untuk diberikan kepada pihak administrasi. Dan mungkin, setidaknya besok pagi Anda sudah bisa pulang dan menjalani aktivitas seperti biasanya," ucap psikiater itu dengan suara hangat. Aku hanya menganggukan kepalaku mengiyakan segala perkataannya. Aku pun bangkit dan beranjak pergi dari sana. Sebelum sempat aku keluar ruangan, tiba-tiba psikiater itu berucap,

"Sebenarnya Anda sudah bisa pulang malam ini. Tetapi, aku masih ingin tahu mimpi apa yang akan Anda mimpikan nanti malam. Aku sudah mengatur semuanya untuk tetap membiarkan Anda bermalam satu hari lagi. Karena dengan melihat mimpi, aku bisa menyimpulkan tindakan apa kedepannya," sambung psikiater itu. Aku kembali menganggukkan kepalaku dan bersalaman lalu berpamitan.

Aku keluar sendirian dari ruangan itu. Anak dan istriku sementara kembali pulang untuk membersihkan rumah dan membereskan segala tugas yang harus diselesaikan. Mereka akan kembali menjengukku kira-kira nanti malam dan bermalam untuk sekali lagi di sini.

Aku berjalan sendirian menyusuri koridor dengan tanpa seorang pun yang menyapa. Keramaian masih terasa asing dengan orang-orang yang masih bergelut dengan kesibukan mereka yang semu. Mataku memandang jauh ke depan seakan menembus tubuh-tubuh orang yang berlalu lalang. Disela lamunanku, aku teringat bahwa aku masih belum sempat untuk mengunjungi Shima.

Yang aku ingat, dia berada di ruang perawatan intensif bagi pasien yang akan atau telah melakukan operasi. Mataku kembali mengembara ke setiap sudut dan setiap papan penunjuk jalan. Hingga pada akhirnya aku menemukan ruangan tempatnya dirawat.

Paviliun ini terasa lebih sunyi. Keadaan sekitar hanya terdapat beberapa orang yang menjenguk dengan ruangan yang sedikit tertutup. Dengan tanpa taman-taman kecil yang menghiasi seperti paviliun tempatku dirawat. Aku memantabkan hatiku dan segera membuka pintu kayu dengan handle pintu besi yang dingin. Langkah sepatuku mengetuk lantai ruangan yang hening. Hingga aku melihat seorang gadis ber-sweater merah tengah asyik bermain ponsel dengan perban yang membungkus kedua telinganya. Aku lalu menghampirinya.

"Apa kamu sudah operasi?" tanyaku hangat. Dia nampak terkejut namun merasa senang aku menjenguknya.

"Bagaimana keadaanmu? Semua lancar kan?" sambungku.

"Maaf, Pak. Aku masih belum bisa denger sepenuhnya," jawab Shima sembari tersenyum tipis. Aku tersadar dan menepuk keningku. Aku kemudian berkomunikasi dengannya menggunakan bahasa isyarat.

"Baik kok, Pak. Syukurlah operasinya lancar. Tinggal perawatan pasca operasi saja kok ini," jawabnya. Aku tersenyum lega melihat kondisinya yang semakin membaik.

"Oh iya, Pak. Bukannya aku masih belum boleh dikunjungi ya? Kok bapak bisa dengan gampangnya nyelonong masuk?" lanjut Shima. Aku terkejut dan seketika wajahku merasa pucat. Shima hanya tertawa geli melihat tingkahku yang kurasa sedikit kikuk.

"Gapapa kok, Pak. Aku malah seneng ada yang jengukin aku. Aku jadi gak ngerasa kesepian lagi deh," lanjutnya sembari tersenyum manis. Aku pun membalas senyumannya walau masih merasa kurang nyaman.

Tiba-tiba terdengar suara orang yang meraung dengan sangat keras membuatku tersentak. Shima nampak biasa saja sebab telinganya masih belum pulih sepenuhnya. Aku memutuskan untuk menghampiri bangsal tempatnya di rawat. Pasien lain mulai terdengar mengumpat dan memakinya bersamaan.

Aku perlahan berjalan menghampiri bangsal yang sekelilingnya tertutupi oleh kelambu putih. Aku menyibak kelambu itu perlahan dan mengintip sedikit kerahannya. Mataku terbelalak sesaat setelah melihat seorang pasien dengan tubuh terikat dengan mata yang ditutupi oleh perban disana. Mulutnya penuh dengan liur yang menetes dan tubuhnya menegang. Tubuhnya meronta dengan hebat seakan ingin melepaskan ikatan yang membelenggunya.

1
IamEsthe
menurutku ku kurang tegang dan deskripsi kepanikannya kurang detail atau greget gimana gitu. aku masih belum bisa ikut alur kepanikan itu.
IamEsthe: pokoknya bagian ini kurang ngenah menurutku. feel nya kurang nyampe
Bang Messi: oke deh. nanti aku benahi kak
makasih sarannya
total 2 replies
IamEsthe
BLA BLA BLA jalur relnya (atau bisa jalur rel kereta)
IamEsthe
BLA BLA pada kaca jendela kereta.
IamEsthe
di langit
novi
loh loh loh?
novi
waw, dia penggali kubur kah?
Bang Messi: kerja serabutan sih lebih tepatnya
total 1 replies
novi
beruntung?
novi
hah?
novi
hah? ko bisa? karena kecelakaan tadi? ko bisa kecelakaan? pantes masinisnya diem doang
Bang Messi: dikit² akan dijelaskan di bab berikutnya ya kk
total 1 replies
novi
ada apa itu?!
𝓡𝓲𝓿𝓮𝓵𝓵𝓮 ᯓᡣ𐭩
ngeri sekalii /Panic//Panic/
Youshin
Mangat thor🔥
Bang Messi: makasihh udh mampir
total 1 replies
Maulidiah (⁠ー⁠_⁠ー⁠゛⁠)
wah ini yang kedua,lebih seram lagi nih
Bang Messi: makasihh kk udh mampir /Heart//Heart/
total 1 replies
novi
ga kenal andra, soalnya langsung baca ini
Bang Messi: dia akan menjadi sosok penting pada bab 30 an keatas. maybe
total 1 replies
novi
kok masinisnya ga peduli? malah penumpang e yg nyari tau, kereta apa ini?! gausah di tumpangi
novi
gaboleh gitu woyy
novi
hah? pistol?
novi
hah? sesuatu yang tidak kita inginkan datang menghampiri kita?
Bang Messi: sedikit² bakalan tau ya kk
total 1 replies
novi
ngeri banget/Toasted//Puke/
novi
halo kak! aku udah mampir yaa... ceritanya bagus, tapi aku belum baca cerita yang sebelumnya, jadi masih agak bingung
novi: oalahh okee kakk/Drool//Drool//Drool/
Bang Messi: okey kak Novi. btw cerita ini dominan ke aksi kok bukan horor hehe
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!