Serka Davis mencintai adiknya, hal ini membuat sang mama meradang.
"Kamu tidak bisa mencintai Silvani, karena dia adikmu," cegah sang mama tidak suka.
"Kenapa tidak boleh, Ma? Silvani bukan adik kandungku?"
Serka Davis tidak bisa menolak gejolak, ketika rasa cinta itu begitu menggebu terhadap adiknya sendiri, Silvani yang baru saja lulus sekolah SMA.
Lalu kenapa, sang mama tidak mengijinkan Davis mencintai Silvana? Lantas anak siapa sebenarnya Silvana? Ikuti kisah Serka Davis bersama Silvani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Semakin Jauh
"Ma, Davis pamit, ya. Hari ini Davis sekalian mau mencari rumah untuk tinggal. Davis mau mandiri dan tinggal sendiri." Pagi-pagi sekali Davis sudah berpamitan pada sang mama hanya untuk memberitahukan kalau dia akan mencari rumah untuk tinggal sendiri.
Mama Verli melongo mendengar ucapan Davis barusan, hatinya mendadak sedih, rasanya tiba-tiba saja. Beberapa minggu yang lalu sebelum Silva terungkap sebagai anak angkat dan Davis terus terang mencintai Silva, Mama Verli tidak pernah melihat sikap Davis yang sedingin ini. Hati Mama Verli benar-benar sedih.
"Kenapa mendadak, kamu mau cari rumah sendiri memangnya tabungan kamu sudah cukup untuk membeli sebuah rumah?" ragu Mama Verli menatap wajah Davis dengan perasaan sedih.
"Davis ingin mandiri saja, Ma. Lagian tabungan Davis sudah cukup untuk punya rumah. Ditabung di bank juga nggak beranak, lebih baik Davis belikan sekarang," jawabnya.
Mama Verli tertegun, ia benar-benar sedih. Kenapa tiba-tiba Davis akan mencari rumah dan tinggal sendiri, padahal ia belum menikah.
"Kenapa kamu harus memilih tinggal sendiri, sementara kamu belum menikah? Kamu masih bagian dari mama, kamu belum menikah," ucap Mama Verli seolah menahan niat Davis.
"Davis akan cari istri," ucapnya. Bersamaan dengan itu, Silva menuruni tangga, dia mendengar apa yang dikatakan Davis. Hatinya bergetar saat tatap matanya bertemu dengan lelaki yang sudah ia anggap seperti kakak kandung sendiri. Ada perasaan hampa saat Davis bilang akan mencari istri.
Davis segera melepas tatap itu ke arah lain, lagipula dia saat ini sedang berusaha memupus perasaan terhadap Silva atas kemauan sang mama.
"Memangnya kamu sudah ada calon?" Mama Verli menatap lekat kembali wajah Davis penuh keraguan. Davis pun menggeleng.
"Davis akan cari, siapa saja yang mau." Jawaban Davis membuat Mama Verli tersentak.
Mama Verli ingin protes, tapi Davis keburu melangkahkan kaki keluar dari rumah.
"Davis," panggil sang mama. Sayang Davis sudah menyalakan motornya dan derunya sudah terdengar. Kian jauh dan menghilang.
Mama Verli tertegun, dadanya tiba-tiba sesak. Silva yang masih berada di dekat tangga, segera menghampiri sang mama.
"Mama, ayo kita ke meja makan, Ma." Silva membawa Mama Verli menuju meja makan.
"Mama, Mama kenapa? Mama sakit?" Papa Vero terkejut melihat sang istri yang tiba-tiba seperti orang sakit, padahal tadi masih baik-baik saja.
Bi Acah yang berada di dapur, segera menghampiri majikannya sembari menenteng cangkir yang isinya teh manis hangat rendah gula.
"Air teh hangatnya, Bu." Bi Acah menyodorkan cangkir itu di hadapan Mama Verli.
"Ma, minum dulu air teh hangatnya, biar Mama tidak lemas," ujar Papa Vero seraya memberikan gelas itu ke bibir Mama Verli.
Mama Verli mereguk air teh hangat itu. Setelah pikirannya tenang, Mama Verli mulai bicara.
"Davis, Pa. Dia mau mencari rumah dan akan tinggal sendiri. Dia juga mau mencari istri, siapa saja yang mau katanya. Bagaimana kalau perempuan yang didapatkan Davis bukan perempuan baik-baik?" ungkap Mama Verli terdengar khawatir.
"Kenapa Mama harus takut, kan memang ini yang Mama mau bukan? Biarkan Davis mencari istri, lagipula dia sudah 26 tahun, sebentar lagi malah mau 27 tahun. Kalau dia mau mandiri, biarkan saja jangan ditahan-tahan. Toh, nanti juga dia akan punya keluarga sendiri." Papa Vero hanya memberi tanggapan sepentingnya.
"Ya ampun, Pa. Papa tidak khawatir kalau nanti Davis sembarangan main masuk perempuan kalau dia berani tinggal sendiri? Mama takut, Pa. Mama tidak ingin Davis seperti itu," gundahnya.
"Salah Mama sendiri, kenapa juga Davis punya perasaan cinta sama Silva, Mama menghalang-halangi? Harusnya jangan cegah. Biarkan saja mereka saling mencintai. Kecuali kalau Silva benar-benar menolak Davis, itu sudah bukan hak kita memaksa kehendaknya," tukas Papa Vero sedikit mengungkapkan pendapatnya.
Papa Vero sebetulnya tidak mempermasalahkan apabila Davis mencintai Silva, toh Silva bukan darah daging atau adik sepersusuan Davis. Papa Vero justru setuju dengan pendapat Davis, lebih baik Davis yang mendapatkan Silva ketimbang laki-laki lain.
"Kenapa juga Papa seolah mendukung Davis? Mama tidak setuju, karena sejak kecil mereka sudah bersama."
"Kenapa tidak setuju, Ma? Toh Silva bukan darah daging kita dan bukan adik sepersusuan Davis. Papa justru setuju dengan pikiran Davis, kalau Davis misalkan menikah dengan Silva, otomatis papa menjadi mahramnya. Dan papa berdekatan dengan Silva juga tidak haram lagi, karena status Silva sudah seperti anak kandung," sergah Papa Vero mencoba memberikan pengertian terhadap Mama Verli.
Silva yang tidak jauh dari ruang makan, mendengar semua pembicaraan kedua orang tuanya. Kini ia merasa orang paling bersalah, karena sudah berusaha menghindari Davis atas perintah sang mama.
"Suasana di rumah ini semakin hari semakin tidak hangat. Lalu kini Kak Davis mau mencari rumah dan tinggal sendiri serta mencari istri. Apakah aku nanti akan benar-benar kehilangan Kak Davis?" renungnya sangat sedih.
Saat Davis mulai menjaga jarak, Silva kini mulai merasakan kehilangan. Tapi, ia sadar diri, dirinya di sini hanyalah seorang anak angkat, bahkan berharap menjadi seorang pendamping Davis saja sama sekali tidak terpikirkan, sebab dirinya seorang anak pungut yang ditemukan dari pembuangan sampah.
Harapan Silva saat ini, perasaan Davis kembali seperti dulu, menyayanginya sebagai adik. Mungkin itu lebih pantas. Tapi, semakin hari, sikap Davis justru semakin menjauh. Silva kehilangan sosok kakak dan teman yang biasanya bercanda tiap hari.
"Maafkan aku Kak Davis, setelah aku tahu anak angkat yang ditemukan dari pembuangan sampah, aku merasa aku tidak pantas jika harus menerima cinta Kak Davis. Terlebih perasaanku terhadap kakak, masih nyaman sebagai adik. Aku minta maaf, Kak. Tapi jujur, kali ini aku sangat kehilangan Kak Davis," gumamnya lagi diiringi isak yang ditahan.
Di lain tempat, Davis sudah beberapa hari mencari rumah yang cocok dengannya. Atas petunjuk salah satu abang letingnya, akhirnya Davis menemukan sebuah rumah yang cocok dan huniannya nyaman.
Rumah itu berada di kawasan perumahan, letaknya tepat berada di belakang perumahan yang tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya. Hanya berbeda tiga gang.
Rumah berlantai dua itu dijual dengan harga yang cocok di kantong Davis. Davis senang, terlebih lingkungannya juga terlihat nyaman dan tidak terlalu ramai orang.
"Sepertinya rumah ini cocok untuk aku menenangkan diri. Aku bisa melupakan perasaanku terhadap Silva," gumamnya seraya memasuki dalam rumah itu.
Davis tersenyum lega, karena merasa pencapaiannya sudah tercapai setelah ia menjadi seorang prajurit TNI. Hanya tinggal pasangan hidup saja yang masih belum Davis dapatkan. Sebab walau bagaimanapun, hatinya masih mengharapkan Silva.
NB: Gimana nih Readers, apakah Davis sebaiknya dijodohkan dengan Silva atau carikan yang lain saja, ya? Kasihan Davis makin tua dia, sebentar lagi 27 tahun.
akhirnya direstui juga...
nunggu Davis tantrum dulu ya ma
berhasil ya Davis 😆😆😆👍👍