Sebuah senjata pusaka yg sempat menggegerkan dunia persilatan karena kehebatan nya, menjadi incaran banyak tokoh-tokoh pendekar yg berkeinginan untuk memiliki nya di saat senjata itu menghilang.
Dan bagi siapa saja yg akan berjodoh dengan pedang tersebut tentu akan menjadi tokoh dunia persilatan kelas wahid bahkan kemungkinan menjadi tokoh nomor satu tidak akan terbantahkan bila berhasil menggenggam senjata tersebut.
Baik dari kalangan putih maupun hitam saling berlomba guna mendapatkan pedang pusaka tersebut.
Nantikan kisah nya dalam cerita Pusaka Pedang Tabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zakaria Faizz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#8 Menjangan putih.
Menjelang sore hari tiba, Diwandaka pun mulai berusaha mendaki gunung Bayang ini.
Meskipun di dalam.hati nya masih merasa takut juga, namun ia tetap berusaha untuk memanjat naik gunung yg terkenal angker ini.
Jalanan awal nya terlihat mudah, ketika matahari nampak mulai merendah di arah sebelah barat, ternyata jalanan pun menjadi semakin sulit untuk di lalui.
Hal ini di perparah dengan turun nya kabut.
Diwandaka sempat menghentikan langkah nya, ia merasa seolah tidak akan sanggup melalui jalanan yg begitu terjal dan sangat banyak bebatuan runcing nan tajam yg harus ia lalui.
Aku merasa tidak akan sanggup untuk naik ke atas, di tambah lagi hari pun sudah hampir malam.
Pemuda ini pun mencari tempat untuk sekedar beristrahat.
Di temukan sebuah pohon benda yg berada tepat di atas tebing yg cukup curam.
Pemuda itu segera bersandar di bawah pohon tersebut.
Dari tempat nya ini ia masih dapat melihat desa tutur yg terlihat dengan kerlipan beberapa lampu minyak yg telah di pasangi oleh penduduk desa.
Meski kabut telah turun, tetapi pandangan pemuda ini cukup jelas melihat ke arah desa tersebut.
Dan ketika di alihkan nya pandangan mata nya ke atas puncak gunung Bayang , hati pemuda ini langaung bergidik.
Apakah ada orang yg sanggup mendaki puncak gunung ini, bertanya dalam hati Diwandaka.
Seolah terlelap dengan hembusan angin sore yg menyejukkan dan dari ke kejauhan ia mendengar bunyi suara burung yg mencicit yg akan segera kembali ke dalam sarang nya, perlahan pemuda ini pun tertidur.
Tidak terlalu lama ia tertidur, tiba-tiba saja Diwandaka melihat lagi ,sesosok tubuh yg menggunakan pakaian serta jubah nya yg berwarna putih, dengan di atas kepala nya memiliki dua buah tanduk yg mirip sekali dengan tanduk menjangan putih.
" Diri mu pasti akan sanggup mendaki gunung ini , ngger, kuatkan lah hati mu, kelak akan ada lagi sesuatu yg lebih sulit dari hal ini, semua nya tergantung pada tekad mu yg bulat, kau harus bisa mendapatkan pedang tabut itu, gunakan lah apa-apa yg telah di ajarkan oleh menjangan putih itu kepada mu, bergerak lah malam ini, semoga esok pagi diri mu sudah dapat tiba di puncak dan salah satu kawah berapi nya "
Terdengar perkataan orang tua itu dalam mimpi Diwandaka, amat jelas sekali seolah hal tersebut adalah nyata kira nya.
Pemuda ini pun tersentak terjaga setelah tubuh lelaki tua yg berjubah putih itu menghilang dari pandangan mata nya.
" Eyang... !" seru nya sambil melihat ke sekeliling nya.
Sunyi dan sepi , itu lah yg tampak oleh pemud itu, dan suasana senja yg temaram.menyelimuti lereng gunung Bayang ini.
Di kejauhan masih terlihat desa Tutur.
Diwandaka pun kembali melanjutkan perjalanan nya setelah sempat tadi ia merasa enggan untui melakukan nya.
Sesuai pesan dari orang yg berjubah putih itu, cucu eyang Ganda puro ini pun seolah tampak berlarian di sela-sela pepohonan yg mulai merapat itu.
Memang selama kebersamaan nya dengan menjangan putih, ia acapkali melakukan kejar-kejaran bersama binatang itu, sehingga kaki nya sudah sangat terbiasa sekali melakukan hal tersebut.
Ia berlari seperti sedang mengejar sang Menjangan putih.
Sebab menurut penglihatan nya, binatang misterius itu berada di depan nya dan terus berlari dan diri nya harus mengikuti nya.
Kecepatan Diwandaka memang semakin meningkat, namun untuk dapat mengejar binatang tersebut tentu ia tidak sanggup.
Pada saat mendekati pada puncak nya malam, pemuda ini sempat menghentikan lari nya , ia mencoba memperbaiki jalur pernafasan nya yg tampak sangat berat.
Ia memang merasa cukup kelelahan karena hampir setengah malam.ia terus berlari.
Di saat itu pula terdengar suara orang menyapa nya,
" Naik lah ke punggung ku, kita harus segera mencapai puncak nya tepat mentari terbit pertama kali nya "
" Hehhh "
Diwandaka terkejut bukan kepalang, di sebelah nya telah berdiri sesosok menjangan putih yg selama ini selalu ia kejar , namun berbeda dengan kali ini, binatang tersebut berada sangat dekat dengan diri nya dan tubuh nya pun cukup besar .
Mungkin dalam penglihatan pemuda itu, ini adalah menjangan yg paling besar yg pernah ia lihat hampir sebesar seekor kuda.
" Cepat lah ngger, naik lah ke punggung ku !"
Terdengar kembali suara binatang itu menyuruh Diwandaka untuk naik ke atas punggung nya.
" Bbb,..bb,.baik lah "
Diwandaka yg tampak gugup langsung mengiyakan permintaan Menjangan putih ini. Ia pun melompat naik ke atas punggung binatang tersebut.
" Berpegangan lah pada kedua tanduk ku itu, ngger, karena kita akan segera berangkat "
Kembali Menjangan putih memberikan aba-aba serta meminta Diwandaka untuk berpegangan pada kedua belah tanduk nya itu.
Selesai berkata demikian, maka melesat lah Menjangan putih ini bagaikan anak panah yg di lepaskan dari busur nya.
Andai Diwandaka memang tidak berpegangan pada kedua tanduk nya itu , niscaya ia tentu akan terjatuh karena nya.
Di tengah malam itu menjadi saksi ketakutan Diwandaka yg teramat sangat , jalanan yg sangat curam dengan kecepatan Menjangan putih yg melebihi kecepatan seekor kuda pacu sekalipun .
Rambut nya yy sempat ia gelung menjadi terlepas dan berkibaran di terpa angin yg sangat kencang.
Tidak mengenal lelah Menjangan putih terus berlarian dengan cepat nya sedangkan penunggang nya hanya dapat memicingkan mata nya tidak sanggup melihat.
Tepat pada saat mentari terbit untuk kali pertama nya, Diwandaka yg di bawa oleh Menjangan putih itu tiba di salah satu puncak dari gunung Bayang sebelah timur ini.
" Turun lah ngger, kita sudah tiba !" kata Menjangan putih itu kepada Diwandaka.
" Benarkah ?!" tanya Pemuda itu sambil membukakan mata nya.
Di lihat nya memang ia sudah berada pada ketinggian yg sangat tinggi pada puncak gunung Bayang ini, ia pun dapat melihat ke arah sebelah timur di mana sang surya baru saja mengintip dengan cahaya nya.
Terkagum-kagum cucu Eyang Ganda Puro ini dengan pemandangan yg tersaji.
Meskipun suasana masih berkabut, dan keadaan pun belum terlalu terang sempurna, tetapi keadaan yg dapat di lihat dari puncak gunung Bayang ini benar-benar indah.
" Apakah diri mu akan tetap bersama ku,.... hahh ?" tanya Diwandaka kepada Menjangan putih itu.
Dan ia pun terkejut karena tidak mendapati binatang yg tadi sempat membawa nya naik itu sudah tidak berad lagi di sebelah nya.
Namun tidak terlalu lama keterkejutan nya ini, sebab sering kali binatang akan datang lagi ,lalu pergi lagi sekehendak hati nya.
Ia melangkah kan kaki nya berjalan mengitari puncak gunung itu yg berada di sebelah timur dari gunung Bayang ini.
Sedangkan banyak orang yg tidak mengetahui nya , puncak gunung Bayang ini ada tiga jumlah nya yaitu sebelah timur, sebelah barat laut dan sebelah selatan.
Ketiga puncak nya ini terpisah dan cukup berjauhan.
Tetapi yg menjadi keanehan puncak yg lain itu tidak akan dapat terlihat dengan menggunakan mata biasa , atau pun yg memiliki hati yg busuk.
Sehingga mereka akan berada di tempat Diwandaka ini berdiri saja , tidak ke dua puncak yg lain itu.
Tetapi pemuda ini dapat dengan jelas melihat dua puncak yg lain yg ada di sebelah selatan dan barat laut itu.
Di selubungi oleh kabut , kedua puncak itu nampak seperti sedang murka, beberapa kali terlihat pijaran api yg keluar dari kawah nya itu seperti hendak menjilat langit.
Pada puncak sebelah selatan , warna nya kebiru-biruan, sedangkan pada arah sebelah barat laut memunculkan warna merah terang.
Sempat juga hati Diwandaka bergidik melihat kedua hal tersebut, karena memang tempat nya tidak berada terlalu jauh dengan diri nya berpijak kali ini.
Andai lahar panas itu melompat kemari , tentu diri ku ini akan hangus , musnah terbakar menjadi debu , berkata Diwndaka dalam hati nya.
Ia terus saja memandangi kedua tempat tersebut yg menurut nya memang indah namun menyimpan banyak keanehan.
obat yang diberikannya sangat mujarab 👍