NovelToon NovelToon
Istri Balas Dendam CEO Winter

Istri Balas Dendam CEO Winter

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / CEO / Nikah Kontrak / Balas Dendam
Popularitas:606
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Winter Alzona, CEO termuda dan tercantik Asia Tenggara, berdiri di puncak kejayaannya.
Namun di balik glamor itu, dia menyimpan satu tujuan: menghancurkan pria yang dulu membuatnya hampir kehilangan segalanya—Darren Reigar, pengusaha muda ambisius yang dulu menginjak harga dirinya.

Saat perusahaan Darren terancam bangkrut akibat skandal internal, Winter menawarkan “bantuan”…
Dengan satu syarat: Darren harus menikah dengannya.

Pernikahan dingin itu seharusnya hanya alat balas dendam Winter. Dia ingin menunjukkan bahwa dialah yang sekarang memegang kuasa—bahwa Darren pernah meremehkan orang yang salah.

Tapi ada satu hal yang tidak dia prediksi:

Darren tidak lagi sama.
Pria itu misterius, lebih gelap, lebih menggoda… dan tampak menyimpan rahasia yang membuat Winter justru terjebak dalam permainan berbeda—permainan ketertarikan, obsesi, dan keintiman yang makin hari makin membakar batas mereka.

Apakah ini perang balas dendam…
Atau cinta yang dipaksakan takdir?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 — “Balas Dendam di Balik Pintu Terkunci”

Winter Alzona tidak pernah kalah dalam negosiasi. Kekalahan di konferensi pers—di mana Darren berhasil mengubahnya menjadi ratu pendamping yang patuh—terasa seperti asam yang membakar harga dirinya. Ia telah memberikan Darren panggung dan Darren mencuri seluruh sorotan, bahkan mencuri ketenangan pribadinya dengan satu sentuhan di punggung bawahnya.

​Ia tidak bisa membiarkan itu berlalu.

​Malam itu, setelah kembali ke penthouse mereka, Winter merencanakan serangan balasan yang dingin. Ia tidak akan melawan Darren di pasar saham; ia akan melawannya di ruang pribadinya, di mana ia memegang kekuasaan penuh atas Aturan Rumah Tangga.

​Winter menyelenggarakan jamuan malam kecil. Hanya Adrian Vellion yang diundang, dan Winter. Darren diundang sebagai ‘suami’ yang bertugas memastikan efisiensi rumah tangga. Itu adalah hukuman yang disamarkan sebagai keramahan.

​Di ruang makan formal penthouse yang berdesain minimalis, meja kayu panjang dipersiapkan untuk tiga orang. Winter mengenakan gaun sutra emerald green yang tajam, rambutnya disanggul tinggi. Ia tampak seperti dewi perang modern. Adrian, di sampingnya, adalah benteng profesionalisme yang tak terpecahkan.

​Darren masuk ke ruang makan, mengenakan kemeja linen putih yang dibiarkan terbuka dua kancing, dipadukan dengan celana panjang slim fit. Ia tampak santai, terlalu santai.

​“Selamat malam, Adrian,” sapa Darren dengan keramahan yang dibuat-buat, mengabaikan Winter sejenak. “Aku harap pengadilan besok berjalan lancar. Winter sudah menyiapkannya dengan baik.”

​“Tuan Reigar, terima kasih,” balas Adrian, sedikit canggung dengan ketegangan di udara.

​Winter memotong pembicaraan itu, suaranya seperti bilah pisau. “Darren, tolong duduk di ujung. Aku perlu Adrian di dekatku untuk membahas detail counter-claim besok.”

​Darren mengangguk dengan senyum yang tidak memudar, menerima kursi di ujung meja, posisi yang paling jauh dari Winter dan Adrian, yang secara simbolis menjadikannya ‘tamu tambahan’.

​Sepanjang sesi makan malam, Winter menjaga percakapan sepenuhnya terfokus pada Alzona Group dan rencana serangan balik terhadap Wray. Ia hanya berbicara kepada Adrian, seolah Darren hanyalah furnitur yang mahal.

​“Kita harus mengejar Wray dengan tuntutan balik penipuan pasar sebelum akhir minggu, Adrian. Pastikan tim hukum kita siap untuk menghancurkan citra mereka sepenuhnya,” kata Winter.

​“Sudah dicatat, Nona Winter. Saya sudah menerima analisis data server log yang dikirimkan oleh—"

​“Ya, bagus,” potong Winter, menoleh ke Darren untuk pertama kalinya. “Darren, tolong pastikan anggur putih yang aku minta didinginkan tepat hingga delapan derajat Celsius. Aku tahu kau lupa betapa pentingnya detail itu.”

​Itu adalah penghinaan yang disengaja: mengabaikan kontribusi bisnisnya, lalu mempermalukannya atas tugas remeh-temeh.

​Darren berdiri, wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kemarahan, hanya sedikit kerutan di sudut matanya. Ia berjalan ke wine cooler.

​“Aku yakin aku sudah menyetelnya, Winter,” kata Darren, nadanya tenang. “Tapi jika istriku meragukan efisiensi suaminya dalam urusan domestik, aku akan dengan senang hati mengecek ulang.”

​Ia kembali membawa botol dan menuangkan anggur ke gelas Winter.

​Saat dia menuangkan, dia membungkuk sedikit, dan Winter merasakan kehangatan tubuhnya di dekatnya. Darren melakukannya dengan gerakan yang sempurna, tetapi tepat sebelum dia menarik botolnya, jari-jari Darren menyentuh pergelangan tangan Winter, sentuhan yang singkat, panas, dan melanggar aturan.

​Winter tersentak, tetapi ia tidak bisa bergerak. Sentuhan itu tidak kasar, melainkan sensual, sebuah pengakuan yang sunyi bahwa semua permainan kata-kata dan corporate structure ini tidak berarti apa-apa di hadapan tarikan fisik di antara mereka.

​“Anggur ini sempurna, Winter,” bisik Darren, hanya untuk didengar Winter. Ia mundur selangkah, lalu menoleh ke Adrian. “Adrian, bisakah kau kirimkan laporan terbaru tentang akuisisi TIGA Group? Aku perlu tahu apakah kita masih perlu menggunakan personal leverage untuk meredam kekacauan ini.”

​Darren tidak hanya mengintervensi pembicaraan bisnis; ia mengintervensi hierarki mereka, berbicara langsung dengan Adrian seolah ia adalah atasan, dan menggunakan frasa 'personal leverage' yang mengacu pada pernikahannya dengan Winter.

​Winter merasa panas. Ia tahu Adrian mencerna setiap kata itu.

​“Aku tidak berpikir kita perlu personal leverage lagi, Darren,” kata Winter, berusaha mengendalikan suaranya. “Aku yang memimpin. Dan Adrian, kirimkan semua laporan langsung ke mejaku, tanpa singgah ke kamar Tuan Reigar.”

​Darren tersenyum tipis. “Tentu, Winter. Aku hanya mencoba membantu istriku agar tidak terlalu membebani dirinya. Kau terlihat lelah.”

​Makan malam berakhir dengan Winter yang gagal mendapatkan kepuasan. Darren memainkan peran ‘suami yang sempurna’ dengan begitu baik sehingga penghinaan Winter justru terasa seperti kasih sayang yang salah tempat.

​Pukul 23.30. Winter sudah kembali ke kamarnya, melepaskan gaun emerald green yang kini terasa seperti baju zirah. Ia mengenakan piyama sutra dan mencoba berkonsentrasi pada laporan yang ditinggalkan Adrian. Tetapi ia tidak bisa.

​Pikirannya dipenuhi dengan sentuhan Darren di pergelangan tangannya, dan suara rendahnya di telinganya.

​Dia mendengar keheningan total dari kamar Darren di seberang. Tidak ada musik, tidak ada langkah kaki. Ia tahu Darren sedang menunggu. Menunggu Winter untuk melanggar aturan yang ia ciptakan.

​Winter merasa tercekik. Dia harus tahu apa yang ada di pikiran Darren, apa rencana selanjutnya. Dia harus mengikis ketenangan yang menjengkelkan itu.

​Dia berjalan ke pintu penghubung. Pintu itu terkunci dari sisinya. Dia tahu Darren akan menunggu di sana.

​Dia berdiri di depan pintu itu, tangannya terangkat, siap mengetuk, siap menghancurkan batas yang dia tetapkan sendiri.

​Tiba-tiba, dia mendengar bunyi klik halus. Bunyi itu berasal dari pintu penghubung, dari sisi Darren.

​Winter mengerutkan dahi. Dia sudah mengunci pintunya.

​Beberapa detik kemudian, ada ketukan lembut. Bukan di pintu penghubung, tetapi di pintu kamar tidurnya yang utama—pintu yang mengarah ke lorong.

​Winter berjalan lambat, mengunci ekspresinya. Dia membuka pintu, menemukan Darren berdiri di sana. Ia sudah mengenakan robe sutra hitam, rambutnya basah, terlihat baru selesai mandi. Aura maskulinnya terasa kuat.

​“Ada apa, Darren?” tanya Winter, suaranya tajam. “Kau melanggar aturan. Pintu penghubung adalah satu-satunya—”

​Darren menyela, dengan nada yang begitu tenang, seolah dia sedang menjelaskan teori fisika.

​“Aku tidak melanggar. Aku hanya menyarankan perbaikan pada aturan. Pintu penghubung dikunci. Tapi kau lupa, Winter, semua penthouse ini memiliki master key yang bisa membuka setiap pintu, termasuk pintu penghubung yang kau kunci.”

​Winter terkejut. Tentu saja. Dia lupa meminta master key villa itu disita. Kelalaian kecil yang kini menjadi celah besar.

​“Kau tidak masuk ke kamar ini,” perintah Winter.

​Darren tidak bergerak, hanya bersandar di kusen pintu, postur tubuhnya santai, tetapi matanya mengunci Winter.

​“Tentu saja tidak. Aku menghormati klausul 10 kontrak kita. Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam secara formal, Winter.”

​Ia melangkah masuk satu langkah. Hanya satu langkah. Cukup untuk membuat Winter mundur dua langkah, menjauh dari ambang pintu, dan cukup untuk membuat jantung Winter berdebar.

​“Dan juga, aku ingin mengembalikan ini,” kata Darren, mengulurkan tangan.

​Di telapak tangannya, ada dua kartu kecil. Kartu akses kamar dan master key villa itu.

​“Aku membuka pintu penghubung, hanya untuk menguji apakah kau benar-benar mengunci pintu. Kau berhasil. Tapi aku ingin kau tahu, kendali itu tipis, Winter. Kau adalah Alzona, tapi di ruangan ini, aku adalah suamimu. Aku bisa berada di mana pun aku mau, kapan pun aku mau.”

​Ia meletakkan kartu-kartu itu di meja kecil di dekat pintu.

​“Adrian memberitahuku, kau tidak pernah tidur nyenyak sebelum kau mendapatkan apel hijaumu. Aku menaruhnya di kulkas kecil di kamarmu. Aku berharap kau tidur lebih nyenyak malam ini, istriku.”

​Dia berjalan keluar tanpa menunggu balasan, menutup pintu dengan pelan, meninggalkan Winter sendirian di kamarnya.

​Winter berdiri mematung di tengah ruangan. Dia tidak takut pada pisau atau senjata, tetapi dia takut pada pengakuan intim Darren yang terlalu detail: Aku tahu kau butuh apel hijau untuk tidur.

​Ia berlari ke kulkas kecil di kamarnya. Ya, ada apel hijau, dingin dan mengilap. Darren masuk ke kamarnya saat dia makan malam bersama Adrian. Dia melanggar aturan. Dia masuk ke ruang paling pribadinya.

​Winter tidak merasa marah. Ia merasa kalah. Darren tidak melawan temboknya, dia hanya melewatinya dengan tenang, menggunakan kelemahannya sendiri.

​Ia mengambil apel itu. Dinginnya apel itu tidak cukup untuk mendinginkan panas di dadanya.

​Dia tidak ingin menghancurkan perusahaanku. Dia ingin menghancurkan kendaliku, pikir Winter, menggigit apel itu dengan marah.

​Malam itu, di balik pintu yang terkunci, Winter Alzona menyadari bahwa ia telah membiarkan serigala masuk ke dalam kandang domba, dan kini, serigala itu tahu di mana letak kunci cadangannya.

​Dia tidak bisa tidur. Bukan karena ancaman, tetapi karena dia tahu, di kamar seberang, Darren juga tidak tidur. Dan Darren sedang menunggu. Menunggu hari di mana Winter tidak lagi mampu menahan chemistry yang mematikan itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!