NovelToon NovelToon
TABIB KELANA 2

TABIB KELANA 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Spiritual / Matabatin
Popularitas:228.6k
Nilai: 5
Nama Author: Muhammad Ali

Buku ini adalah lanjutan dari buku Tabib Kelana.
Menceritakan perjalanan hidup Mumu yang mengabadikan hidupnya untuk menolong sesama dengan ilmu pengobatannya yang unik.
Setelah menikah dengan Erna akan kah rumah tangga mereka akan bahagia tanpa ada onak dan duri dalam membangun mahligai rumah tangga?
Bagai mana dengan Wulan? Apa kah dia tetap akan menjauh dari Mumu?
Bagai mana dengan kehadiran Purnama? Akan kah dia mempengaruhi kehidupan rumah tangga Mumu.
Banyak orang yang tidak senang dengan Mumu karena dia suka menolong orang lain baik menggunakan ilmu pengobatannya atau menggunakan tinjunya.
Mumu sering diserang baik secara langsung mau pun tidak langsung. Baik menggunakan fisik, jabatan dan kekuasaan mau pun melalui serangan ilmu yang tak kasat mata.
Akan kah hal tersebut membuat Mumu berputus asa dalam menolong orang yang membutuhkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terpedaya

Ketika Wildan terbangun, cahaya terang dari lampu rumah sakit menyilaukan matanya.

Suara mesin yang memantau detak jantungnya mengiringi detik demi detik, sementara aroma antiseptik yang khas memenuhi ruangan.

Wildan mencoba bangkit, namun seluruh tubuhnya terasa berat dan nyeri, terutama di bagian wajah.

Tangannya perlahan meraba pipinya yang berdenyut sakit, seolah baru saja dihantam sesuatu yang sangat keras.

“Apa yang terjadi…?” Pikirnya.

Wildan mengerjap, berusaha mengingat kejadian sebelumnya.

Seperti potongan gambar yang perlahan menyatu, ingatannya kembali.

Sebelum dia kehilangan kesadaran, Wildan mengingat dengan jelas peristiwa yang membuatnya terbaring di sini.

Dia telah melacak Mumu selama berminggu-minggu tanpa henti.

Wildan percaya bahwa Mumu adalah penyebab kematian ayahnya, dan rasa dendam itu telah membara di dalam dirinya.

Ketika akhirnya mereka bertemu di sebuah lapangan yang sunyi, dia mulai menyerang Mumu dengan segenap tenaga dan teknik bela dirinya yang sudah lama dia kuasai.

Sepanjang pertarungan Mumu tak pernah membalas sedikit pun, dia hanya mengelak dan menangkis, sebuah tindakan yang membuat Wildan gemetar saking marahnya.

Namun apa kan daya, tenaga Wildan terkuras habis tapi dia sedikit pun tidak mampu menyentuh ujung baju Mumu apa kan lagi merobohkan Mumu.

Akhirnya Wildan jadi kalap, pikirannya jadi kabur. Dengan tangan yang gemetar, Wildan akhirnya mengeluarkan senj*ta api yang selama ini dia simpan.

Sebenarnya tindakannya itu salah.

Senj*tanya hanya boleh digunakan dalam menghadapi musuh atau di saat jiwanya terancam.

Tapi waktu itu pikirannya kalap, mana bisa dia terpikir akan hal itu.

Yang ada hanya lah niat untuk balas dendam.

Amarahnya memuncak, dan tanpa ragu dia mengarahkan senj*ta itu ke tubuh Mumu.

"Kamu memaksa aku sejauh ini, Mumu!" Teriak Wildan dalam ingatannya.

Dia ingat betul saat jari telunjuknya perlahan menarik pelat*knya.

Terdengar suara letusan, pel*ru melesat keluar dengan kecepatan tinggi, siap menembus tubuh Mumu.

Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dalam hitungan detik, Mumu bergerak.

Bukan menghindar dengan langkah biasa, tapi dengan kecepatan yang luar biasa. Mata Wildan bahkan hampir tak bisa mengikuti gerakan itu.

Mumu menghilang dari pandangannya, dan dalam sekejap, Wildan merasakan hantaman keras di wajahnya.

Pandangannya langsung kabur, rasa sakit menjalar dari rahang hingga ke seluruh kepalanya.

Dia terhuyung, dan sebelum menyadari apa yang terjadi, semuanya menjadi gelap.

Wildan bergidik saat ingatan itu menyergapnya.

"Apa... Mumu sehebat itu?" Gumamnya pelan, suaranya hampir tak terdengar.

Di dalam ruangan, Wildan mendengar suara langkah kaki. Seorang perawat masuk, membawa nampan obat dan dokumen.

“Oh, Anda sudah bangun, Pak Wildan. Bagaimana perasaan Anda?”

Wildan tidak segera menjawab. Pikirannya masih dipenuhi oleh peristiwa sebelum dia pingsan.

“Saya… saya di mana?” Tanya dia akhirnya.

“Ini rumah sakit Jogja.” Jawab perawat itu sambil memeriksa infus di tangan Wildan.

“Anda ditemukan pingsan di sebuah lapangan. Untung saja ada orang yang melihat dan membawa Anda ke sini.”

“Siapa yang membawa saya ke sini?” Tanya Wildan, masih bingung.

Perawat itu menggeleng.

“Kami tidak tahu pasti. Orang itu tidak meninggalkan nama, hanya memastikan Anda mendapat perawatan.”

Wildan terdiam, mencerna informasi itu. Mungkinkah… Mumu yang membawanya? Kenapa Mumu tidak meninggalkannya begitu saja setelah Wildan mencoba menyerangnya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepalanya, menambah kebingungan yang sudah dirasakannya.

“Luka di wajah Anda cukup parah, tapi tidak ada tulang yang retak. Mungkin beberapa hari lagi Anda sudah bisa pulih sepenuhnya.” Lanjut perawat itu.

Wildan mengangguk pelan, meskipun pikirannya jauh dari situasi medisnya saat ini.

Saat perawat keluar dari ruangan, Wildan terbaring dalam keheningan, pikirannya kembali pada Mumu.

Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya. Mumu bukan hanya bisa menghindari peluru, tapi dia juga memiliki kecepatan dan kekuatan yang tidak masuk akal.

Wildan bergumam pelan, “Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa Mumu sebenarnya? Apa benar bukan dia yang menjadi penyebab kematian Ayah?”

...****************...

Setelah mengurus pria yang ingin membalas dendam itu, Mumu langsung pulang.

Sudah berhari-hari Erna tak kunjung pulang ke rumah, bahkan teleponnya pun tak pernah dijawab.

Oleh karena itu, jam delapan malam, Mumu langsung ke rumah mertuanya.

Setibanya di rumah Bu Yenny, mertua Mumu, ia disambut dengan senyum hangat.

"Erna ada, Bu?"

"Erna ada di dalam, di kamar." Ucap Bu Yenny sambil menunjuk ke arah kamar putrinya.

Mumu mengangguk dan berterima kasih.

"Iya, Bu. Saya mau bicara sama Erna."

Tanpa membuang waktu, Mumu berjalan menuju kamar Erna. Ia mengetuk pintu pelan sebelum masuk.

Di dalam kamar, Erna duduk di pinggir ranjang, wajahnya tampak kosong dan tak bersemangat.

Dia sekilas menoleh ke arah Mumu saat suaminya masuk, namun tak mengucapkan sepatah kata pun.

Erna sudah bersiap dengan berbagai argumen seandainya Mumu akan menyalahkannya namun anehnya Mumu tetap tenang dan tidak nampak sedikit pun kemarahan diwajahnya.

"Nda..." Panggil Mumu pelan, mencoba membuka percakapan,

"Bolehkah kita bicara sebentar?"

Erna hanya mengangkat bahu. "Apa yang mau dibicarakan?"

Mumu duduk di kursi dekat ranjang. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan,

"Ayah hanya ingin bertanya, Nda... apa mungkin Bunda punya masalah di kantor?"

Erna menatapnya dengan dahi berkerut.

"Masalah? Tak ada. Semuanya biasa saja. Kenapa tanya begitu?"

Mumu tidak memperdulikan nada dingin Erna.

"Mungkin... apakah ada musuh, atau seseorang yang tidak suka sama Bunda di kantor?"

Erna kembali menggeleng pelan, kali ini dengan raut wajah yang semakin bingung.

"Tidak ada. Setidaknya, Bunda tidak tahu kalau ada yang tidak suka sama Bunda. Kenapa nanya seperti itu?"

Mumu tidak menjawab pertanyaan Erna sebaliknya ia terus mengajukan pertanyaan lain.

"Apa ada orang baru di kantor akhir-akhir ini? Siapa pun yang mungkin Bunda perhatikan?"

Erna menggeleng lagi, kali ini lebih tegas.

"Tidak ada orang baru. Apa yang sebenarnya Ayah cari? Ingin mencoba mencari kambing hitam?"

Mumu tidak terpancing.

"Boleh Ayah lihat foto CS yang biasa bantu pekerjaan Bunda di kantor?"

Erna tampak semakin heran. "Untuk apa Ayah mau lihat foto dia? Apa hubungannya? Apakah Ayah tertarik dengan dia? Apa kah wajahnya lebih cantik dari pada Bunda? Begitu?"

"Tidak ada kaitannya dengan kecantikan, Nda. Hanya penasaran saja."

Erna memutar bola matanya, merasa Mumu sedang berlebihan.

Namun, tanpa berkata apa-apa lagi, dia meraih ponselnya dan mulai mencari foto yang diminta.

Setelah beberapa detik, dia menyerahkan ponselnya ke Mumu.

"Ini dia, orangnya."

Mata Mumu sedikit bercahaya saat melihat foto itu.

"Sudah aku duga." Gumamnya.

...****************...

Purnama tertawa histeris. Akhirnya Mumu merespon pesannya. Dia sangat senang dan berulang kali membaca pesan Mumu.

"Terima kasih karena telah mengirim foto-foto itu karena sangat bermanfaat bagi saya."

"Kalau boleh tahu, siapa kah kamu dan boleh kah kita saling mengenal antara satu sama lain?"

"Jika tidak keberatan, saya ingin kamu terus memantau situasi dan mengirim foto atau video kepada saya."

"Tenang saja! Saya pasti akan memberikan 'imbalan' yang setimpal."

1
Ejan Din
kenapa dipikirkan. silap kalian tidak sama seperti mumu.. apa otak kalian itu seperti udang.. jelas2 mumu tidak peduli tentang kalian..
Yandi Maulana
Memang gak ada kata "jika" sebelumnya /Facepalm/
Suwardi Sumantri
Sayang sekali Mumu terlalu baik hati , seharusnya bapak sama anaknya dikasih pelajaran biar tidak songong dan semakin memupuk dendam dikemudian hari.
Kalau cuma dipukul tidak sampai babak belur tidak akan kapok.
... Silent Readers
👣👣👣👣👣
... Silent Readers
🐾🐾🐾🐾🐾
Rikarico
next banyak2 thor
tirta arya
ya dikempesin biar keplnya ga gede lah..gonblok banget nih anak!..🤪🤪🤪🤲😜😜😜😝😝😝😝
Mohammad Djufri
ah bang ali, memang sengaja nampaknya, menggantung cerita....
padahal masih bisa dilanjut....😄👍🙏
Leni Agustina
lalu lanjut lagi
Sarita
krrekk ,ternyata Mumu kebal senjata .dan si jaka langsung tumbang kena totokan yg mematikan
Casudin Udin
Lalu..
bersambung...
Muchtar Albantani
lalu lau
icih maricih
lalu...apa thor?!
... Silent Readers
👣👣👣👣👣
Sirot Judin
lanjut.....
Leni Agustina
lanjut
Saad Kusumo Saksono SH
Luar biasa
Suwardi Sumantri
Kalau Desta bisa kebakaran jenggot nih kalau sampai tahu Mala mendatangi rumah Mumu
Puspa Dewi kusumaningrum
hah mesti begt y
Rikarico
next
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!