Alaska Krisan dan Dionna Patrania terlibat dalam sebuah konspirasi bernama perjodohan.
Demi bisa hidup tenang tanpa campur tangan Mamanya, Alaska akhirnya menuruti keinginan mamanya untuk menikahi Dionna . Spesis wanita yang berbanding terbalik dengan kriteria wanita idaman Alaska.
Bagi Dionna, Alaska itu tidak bisa ditebak, sekarang dia malaikat sedetik kemudian berubah lagi jadi iblis.
Kalau kesetanan dia bisa mengeluarkan seribu ekspresi, kecepatan omelannyapun melebihi tiga ratus lima puluh kata permenit dengan muka datar sedatar tembok semen tiga roda.
Ini bukan cerita tentang orang ketiga.
Ini tentang kisah cinta Alaska dan Dionna yang
"manis, asem , asin = Alaska orangnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBucin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Lagi Pemanasan
"Jen, aku harus apa ? aku jatuh miskin Jen." Dionna masih menangis, kali ini dia sedang mengadu pada sahabat sepenanggungannya dalam sambungan telepon.
"Aku juga mau bantu kamu, tapi sekarang aku juga banyak pengeluaran. Kamu tahu kan aku lagi di masa pendekatan sama Mas Arham. Aku harus buat diriku semenarik mungkin agar Mas Arham beta sama aku Dionna. Kali ini aku gak mau lepasin pria ini. Akan kukejar sampai pelaminan."
Dionna tertawa disela-sela tangisnya. Beruntung sekali jadi Jenava, dia masih bisa memperjuangkan cintanya dan menikmati masa-masa dimabuk cinta. Berbeda dengan Dionna yang harus mempertahankan hidupnya karena suami yang pelit.
"Dionna, bagaimana kalau kamu buka jasa endorsment ? Kan lumayan bisa hasilin uang, apalagi followers kamu itu cukup banyak sekarang."
Dionna langsung menolak mentah-mentah tawaran Jenava. Dia tidak mau lagi berurusan dengan akun instagramnya itu setelah dihujat habis-habisan . Dionna masih trauma untuk membuka akun sosial medianya itu.
"Atau kamu jual saja beberapa barang-barang yang jarang kamu gunakan. Kan lumayan harganya barang branded walaupun sudah bekas"
"TIDAK AKAN PERNAH !"
Dan lagi solusi yang ditawarkan Jenava ditolak mentah-mentah oleh Dionna. wanita itu keras kepala, susah dikasi solusi.
"Arghh !"
Padahal niatnya hari ini Dionna bisa sedikit berleha-leha. Perasaannya hari ini harusnya seperti murid yang merdeka sebab guru killer tidak datang karena ada urusan. Tapi yang terjadi Dionna semakin kesal karena satu kesialan menghampirinya, maka kesialan yang lain tak luput mengekorinya.
Ponsel Dionna berdering panjang sekali. Alaska memanggil. Dionna pun mengangkatnya dengan malas.
"Aku sudah dibawah, cepat turun."
Belum sempat Dionna memberikan protesnya Alaska sudah mematikan sambungan sepihak begitu cepat sampai Dionna hanya bisa mengumpat pada ponselnya.
Baru saja membuka pintu kamarnya, Dionna bertemu Mamanya didepan pintu hendak memanggilnya.
"Alaska ada dibawah. Cepat turun."
"Sudah tahu." Jawab Dionna ketus, masih kesal dengan Mamanya yang kejamnya melebihi Ibu Tiri.
"Kamu ini suami pulang, bukannya semangat malah keliatan putus asa."
"Bagaimana mau semangat , kalau perlakuannya tidak berprikemanusiaan."
"Dionna---" Sebelum Mamanya mengomel dengan kecepatan diatas rata-rata, Dionna buru-buru turun dari lantai atas menuju lantai bawah.
"Sudah sore Pa, Dionna sama Alaska mau pulang dulu." Kata Dionna setelah sampai dibawah masih merajuk pada Mamanya hingga ia mengabaikan Mamanya.
"Kenapa buru-buru sih ? Alaska baru juga sampai, sudah diajak pulang." raut wajah Ellen menjadi kesal.
"Mama, Alaska itu banyak kerjaan . Kalau lama-lama disini kapan kerjaannya selesai ?"
"Dionna, kita duduk dulu. Lagi pula kata Mama juga benar." Alaska menyahut selembut mungkin. Ia tidak enak menolak apa kata mertuanya.
"Bagaimana kalau kalian menginap disini saja , pulangnya besok saja ?" Sontak Alaska dan Dionna saling melempar pandangan. Alaska menyadari bahwa keengganan Dionna untuk tinggal lebih lama adalah karena alasan ini.
Jika mereka tinggal, pasti akan ditempatkan dalam satu kamar. Sementara sebelumnya , mereka tidak pernah seranjang.
"Maaf Ma, bukannya Alaska menolak tapi setelah ini Dionna dan Alaska juga akan kerumah Mama." Lagi-lagi Dionna menatap Alaska seakan bertanya karena dia tidak tahu menahu perihal itu.
"Sayang sekali waktunya kurang pas. Kalau begitu nanti lain waktu saja Dionna sama Alaska menginap disini." Sela Harrie
"Sekarang saja yah ? Sejak Dionna tidak tinggal disini, Mama makin kesepian." Ellen menampakkan raut wajah sedihnya.
"Siapa suruh desak Dionna menikah, akhirnya Mama sendiri kan yang kesepian ?"
"Mama desak kamu nikah itu biar Mama cepat punya cucu, biar ada yang hibur Mama dirumah. Kalau sama kamu bukannya dihibur tapi darah tinggi Mama selalu kumat ."
"Yasudah , Dionna pulang dan tidak akan pernah kembali kesini lagi."
"Dionna jangan kekanak-kanakan." Tegur Alaska. Dionna berdecak, rasanya tidak ada yang berpihak padanya . Tidak dirumah Alaska, tidak dirumah orangtuanya, Dionna selalu tertindas.
Menolak menginap dirumah mertuanya, ketika mereka sampai dirumah orangtuanya , Alaska dan Dionna malah dipaksa untuk menginap dirumah orangtuanya kediaman Krisan.
"Ini sudah larut , Dionna sama Alaska tidur disini saja"
Sekitar jam delapan malam, selesai makan malam Alaska dan Dionna hendak pamit namun tangan Elma sudah mengunci rapat lengan Dionna tidak diizinkan untuk meninggalkan kediaman itu.
"Iya Ma, sepertinya Dionna sama Alaska memang harus pulang." Mau tak mau , kali ini Dionna yang harus berkompromi dengan Alaska.
Bukannya menyetujui, Elma malah memasang wajah menyedihkan. Terlihat seperti ibu yang akan ditinggal anaknya pergi jauh, dan perasaan tidak rela seperti itu membuat Dionna enggan untuk menolak .
"Pasti Dionna pikir Mama ini menyebalkan yah, makanya tidak mau menginap ? Mama kangen sekali sama kalian." Dionna semakin canggung , ia menatap kearah Alaska yang tampak pasrah padahal sebelum tiba dirumah itu dia sendiri yang mengatakan untuk jangan luluh dengan bujukan Mamanya.
"Ma..." Dionna bingung harus menolak mertuanya dengan cara apa .
"Hanya malam ini "
Dan seketika satu suara itu membuat Elma berteriak girang saking senangnya mendapat persetujuan keterpaksaan dari putra tercintanya.
••••
Ibarat api yang mampu menghanguskan dalam satu kali sambaran, itulah ganasnya tatapan Dionna yang diarahkan pada pria dihadapannya. Ia menaikkan sebelah kaki, mengetuk jari-jemarinya yang tersemat cincin cartier emas.
"Katamu jangan luluh dengan bujukan Mama, nyatanya sekarang siapa yang luluh ?"
Alaska berdehem lalu berucap. "Aku tidak bisa menolak apapun yang Mama katakan, termasuk juga untuk menikahimu." Dionna menggerutu, kenapa juga sampai bawa-bawa menikahinya.
Dionna tahu, kelemahan Alaska adalah Mamanya dan bagi Dionna sendiri kelemahannya adalah uang. Perbedaan yang sangat kontras antara Dionna dana Alaska yang dimana Dionna persis seperti seorang anak durhaka.
"Ini bajuku ?" Dionna meraih pakaian yang ada diatas ranjang sepertinya itu pakaian yang disediakan Mama mertuanya karena tidak mungkin Alaska mau repot-repot menyediakan keperluannya.
"Memangnya ada pakaian laki-laki seperti itu ?" Dionna sedikit mencebik dan mengambil baju tersebut lalu masuk kekamar mandi. Apa susahnya langsung jawab iya.
Masih dalam keadaan menggerutu, Dionna baru sadar dalam kamar mandi itu sudah disediakan sikat gigi baru beserta peralatan mandinya. Iapun segera menyikat giginya lalu membersihkan wajahnya , setelah itu barulah Dionna mengganti pakaiannya.
Sepertinya mertuanya sengaja memberinya gaun tidur sepaha yang bahannya cukup tipis hingga bentuk tubuhnya akan menerawang jika dilihat dari cahaya lampu terang.
Cukup lama Dionna bercermin memastikan pakaiannya masih dalam keadaan yang pantas dilihat Alaska, tapi jika diingat kembali waktu itu Alaskan benar-benar tidak tergoda saat ia mengenakan gaun tidur yang memang lebih sopan dari ini. Dilema sesaat, akhirnya Dionna masa bodoh dengan semua praduga itu. Diapun keluar dari kamar mandi dan hendak menaiki kasur dengan hati-hati namun baru bergerak sedikit saja tatapan Alaska berhasil membuatnya mati kutu.
"Apa-apaan yang kamu pakai itu ?" Sarkas Alaska seolah Dionna melakukan kesalahan yang besar.
"Kenapa ? Aku cuma ambil apa yang tersedia. Bukannya ini baju yang kamu sediakan untuk aku ?" Pura-pura saja padahal Dionna tahu Alaska tidak mungkin memberinya pakaian semacam ini.
"Mana mungkin aku kasih kamu pakaian seperti ini ? Itu pasti perbuatan Mama" Elak Alaska sembari menjauhi Dionna, dia membuang muka tak ingin melihat pakaian transaparan yang dikenakan Dionna.
"Jangan bohong, apalagi sampai bawa nama Mama segala. "
"Kamu pikir lihat kamu pakai pakaian seperti itu bisa buat aku nafsu ? Kamu telanjang sekalianpun aku tidak akan tertarik "
"Oh ya ?" Dionna makin tertantang dengan ucapan Alaska, ia tidak peduli lagi, kini ia bersiap akan membuka gaun tidur itu didepan Alaska untuk membuktikan ucapan pria itu apakah benar atau tidak.
"Hei, kamu mau apa ?!" Alaska jadi was-was karena tiba-tiba kedua tangan Dionna sudah mengambil ancang-ancang dibagian bawah gaun tidurnya.
"Aku mau buktikan kalau kamu gakkan tergoda kalau aku telanj***ng." Alaska langsung membuang muka saat Dionna menyingkap gaun tidurnya keatas.
"Pakai pakaianmu Dionna. Aku akan tidur dikamar Areksa." Alaska membelakangi Dionna tidak berniat mengintip ataupu menoleh.
"Kenapa ? Kamu takut tidur seranjang denganku ?"
"Aku tidak suka tidur bersama wanita serampangan sepertimu." Ucapan Alaska begitu dalam, menekankan bahwa apapun yang dilakukan Dionna tidak akan membuatnya tertarik.
Tiba-tiba suara cukup kuat terdengar dari depan pintu . Ada Elma dan Aslan yang terjerambab kelantai ketika Alaska membuka pintu. Keduanya tersenyum kikuk.
"Mama dan Papa cuma lewat." Setelah mengelak, mereka malah mengintip kedalam kamar hingga Alaska kembali menarik daun pintu.
Dionna pun kaget dengan kehadiran kedua mertuanya didepan pintu, ia langsung membenarkan pakaiannya dan tersenyum canggung.
"Mama dan Papa menguping ?" tanya Alaska kesal.
"Hehe, ternyata lagi pemanasan yah." Elma terkekeh. Kedua orangtuanya terlalu penasaran dengan privasinya .
"Ma, Pa, tolong jaga privasiku." desah Alaska dengan nada memperingati.
Tidak jadi keluar, Alaska kembali kekamar . Tanpa kata, ia berjalan lalu naik keatas ranjang , masuk kedalam selimut dan berbaring. Pria itu tidur membelakangi Dionna.