dr. Pramudya Aryatama, Sp. An. harus terpaksa menikahi saudari sepupu dari mendiang istrinya karena desakan keluarga, juga permintaan terakhir Naina. Belum lagi putranya yang berusia 2 tahun membutuhkan kehadiran seorang ibu.
Bisakah dr. Pram menerima Larasati sebagai istrinya, sedangkan ia sendiri masih begitu terpaku pada kenangan dan cintanya pada mendiang istrinya? Lalu bagaimana Larasati harus menghadapi sosok pria seperti dr. Pram yang kaku juga dingin dengan status dirinya yang anak yatim piatu dan status sosial jauh di bawah keluarga pria itu.
Banyak hal yang membentengi mereka, tetapi pernikahan membuat mereka menjadi dua orang yang harus saling terikat. Bisakah benih-benih perasaan itu hadir di hati mereka?
Jangan lupa subscribe biar dapat notifikasi updatenya, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Weekend Kelabu
Minggu pagi ini Laras menghabiskan waktunya bersama Bagas, Dokter Pram sendiri harus ke rumah sakit sebentar karena panggilan mendesak.
Laras duduk di tepi kolam berukuran kecil khusus anak-anak. Kolam yang dibuat di samping rumah itu dibuat setinggi ketiak bocah tiga tahun itu. Laras duduk sambil memperhatikan Bagas yang bermain dengan riang di dalam air.
Cuaca sangat cerah, dan bocah yang baru berusia tiga tahun itu terlihat sangat gembira dengan pelampung barunya, mengayunkan kakinya di dalam air sambil tertawa riang.
Laras memandang Bagas dengan penuh kasih sayang. Dia merasa senang melihat putranya begitu menikmati waktu bermainnya. Namun, tiba-tiba, Laras merasakan perutnya amat sakit tak tertahankan.
Laras melihat sekeliling, berharap menemukan seseorang yang bisa mengawasi Bagas sejenak, tetapi tidak ada satu pun orang di rumah. Bi Darti tadi pamit untuk ke minimarket.
"Bagas, Mama duduk di sana sebentar ya, jangan kemana-mana!" kata Laras sambil berdiri.
Bagas mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari mainan air di depannya. Laras merasa sedikit khawatir, tapi dia pikir tidak akan ada masalah selama beberapa menit dia menjauh.
Wanita itu menjauh dan duduk di bangku kayu tak jauh dari kolam. Laras menunduk, meringis meremas perutnya yang amat sakit, keringat dingin mengaliri pelipisnya.
Setelah Laras pergi, Bagas yang bosan hanya mengapung di pelampungnya mulai merasa penasaran. Dia mencoba melepaskan pelampung yang melingkari tubuhnya, berpikir akan lebih menyenangkan berenang tanpa bantuan. Berusaha dengan tangan kecilnya, Bagas berhasil melepaskan pelampungnya dan mulai berenang sendirian.
Namun, bocah tiga tahun itu segera menyadari bahwa berenang tanpa pelampung jauh lebih sulit dari yang dia bayangkan. Air mulai masuk ke mulut dan hidungnya, membuatnya panik. Dia mencoba meraih tepi kolam, tapi tangan kecilnya tidak cukup kuat untuk menarik dirinya keluar. Dalam sekejap, Bagas mulai merasa kakinya licin dan bocah itu terombang ambing berusaha menggapai apapun.
"Mam!" teriak bocah itu samar.
Saat itu, Mama Ajeng baru saja sampai di sana. Dia datang untuk mengejutkan Laras dan Bagas dengan kunjungannya. Ketika dia sampai, pandangannya tertuju pada sesuatu yang membuat jantungnya berdebar kencang, cucunya berjuang untuk tetap di atas permukaan air.
"Bagas!" teriak Mama Ajeng dengan panik.
Tanpa pikir panjang, dia berlari ke tepi kolam dan melompat masuk, meraih Bagas yang hampir tenggelam. Bagas mulai menangis, terbatuk-batuk dan ketakutan.
Laras yang mendengar teriakan dan suara air kolam yang berbunyi nyaring, langsung melihat ke arah kolam dan melihat Mama Ajeng menggendong Bagas yang basah kuyup, hatinya langsung diliputi rasa takut dan bersalah. Dia berlari mendekat, air mata mulai mengalir di wajahnya.
"Bagas! Ya Tuhan, apa yang terjadi?!" Laras berteriak, mengambil Bagas dari pelukan Mam Ajeng.
"Bagas hampir tenggelam! Bagaimana bisa kamu meninggalkan dia sendirian di kolam?!" Mama Ajeng memarahi Laras dengan suara yang bergetar antara marah dan khawatir.
Laras memeluk Bagas erat-erat, merasa sangat bersalah. Kemarahan ini, kemarahan pertama mertuanya padanya. Ini fatal dan Laras rasanya tak termaafkan.
"Aku ... aku hanya pergi sebentar untuk duduk di sana. Aku pikir dia akan baik-baik saja dengan pelampungnya," kata Laras sambil menangis, sesekali meringis karena perutnya yang sakit.
Laras segera mengelap tubuh Bagas dengan handuk. Melepaskan pakaian basah dari tubuh putranya.
"Tidak ada alasan untuk meninggalkan anak sekecil itu sendirian di kolam, bahkan untuk sebentar! Kamu harus selalu mengawasinya," kata Mama Ajeng dengan tegas. Matanya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.
Belum sempat Laras menjawab, Dokter Pram berjalan tergesa masih dalam stelan kerjanya. Dia baru saja selesai dari rumah sakit, dan segera menemui keributan ini ketika sampai di dalam rumah.
"Apa yang terjadi di sini?" tanya Dokter Pram dengan suara dingin, matanya tajam menatap Laras.
...To Be Continue .......
bikin cerita tentang anak"laras dan pram author .....