Laura Veronica, dia merupakan seorang mahasiswi jurusan manajemen bisnis. Dia bisa di bilang wanita barbar di kampusnya, prilaku Laura memang sembrono dan centil.
Suatu hari, kebetulan ada dosen baru yang bernama Dimas Adamar, pria tampan namun berwajah dingin. Postur tubuhnya yang gagah membuat Laura terpikat akan pesonanya.
Akankahkah pria itu terpikat oleh pesona wanita barbar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurmaMuezzaKhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22 Pertanyaan
Ke esokan harinya.
Vina terbangun dari tidurnya, bahkan dia sekarang sudah terbiasa tidur sendiri tanpa Dimas di sampingnya. Yang membuat dia tidak bisa tidur nyenyak yaitu teringat dengan putri semata wayangnya, Amelia.
"Huft.." Menghela nafasnya sejenak. "Apa putriku tidur nyenyak? Apa dia makan dengan benar? Aku benar-benar mengkhawatirkannya." Lirihnya sambil menatap cermin di depannya.
"Aku semakin yakin, kalau wanita itu adalah pelakor. Tidak mungkin Dimas menyuruh seseorang yang tak di kenal untuk menggantikanku datang ke sekolah Amel, dia pasti ada hubungannya dengan wanita jalangg tadi." Gelisah dan menggigit ujung kuku tangannya.
"Kenapa harus Revan sih yang menjadi suaminya? Dia harus mendapatkan wanita modelan perebut suami orang. Arrghh kenapa harus Dimas dan Revan sih!!" Pekiknya dengan kesal di akhir kata.
Tok.. Tok.. Tok...
"Permisi nyonya, di bawah ada nyonya Fani." Ucap sang pembantu di balik pintu kamar Vina.
Vina pun langsung beranjak dari duduknya karena terkejut. "Mamah? Ada apa mamah pagi-pagi begini kesini?
"Saya akan keluar sebentar lagi, bilang pada mamah saya untuk menunggu, dan sediakan makanan dan minuman!" Teriaknya di dalam kamar.
"Baik, nyonya."
Lima belas menit kemudian.
Tap.. Tap.. Tap..
"Mah, maaf membuat mamah menunggu lama." Ucap Vina sambil menuruni tangga.
Wanita paruh baya itu pun langsung mendongak dengan bibir tersenyum kala melihat putrinya sedang berjalan ke arahnya. "Gak papa, mamah juga baru datang kok."
"Bagaimana kabar mamah,Sehat?" Tanya Vina dan langsung duduk di dekat ibunya.
"Mamah sehat kok, nak." Jawabnya dengan nada lembut. "Mana cucu mamah? Apa dia belum bangun?" Tanya Fani di akhir kata.
"Ah.." Bisa di bilang Vina langsung panik, dia bingung cara untuk memberitahu ibunya saat menanyakan keberadaan Amelia. "Itu.. Amel sedang jalan-jalan dengan ayahnya." Celetuknya berbohong.
Seketika Fani langsung mengerutkan dahinya. " pagi-pagi begini? Jalan-jalan kemana mereka?" Tanyanya lagi.
"Mah, kenapa papah gak ikut? Apa papah gak kangen sama aku?" Menyela ucapan Fani agar tak bertanya lagi tentang Amel.
"Papah sibuk, kau juga tahu kan. Papah sering bolak-balik ke luar negeri, dia jarang disini." Jawabnya dengan nada kesal.
"Sepertinya, aku harus bertanya dengan serius pada mamah, apa benar dia pernah bertemu dengan Revan?" Batinnya sambi menatap sang ibu.
Tangan Vina tiba-tiba menyentuh tangan Fani. "Mah, bolehkah aku bertanya sesuatu?"
"Boleh, katakan saja."
"Begini..." Terdiam sejenak. "Apa benar mamah pernah bertemu dengan Revan enam tahun yang lalu?" Tanya Vina dengan tatapan serius.
Degh.
"A-apa? S-siapa Revan? Mamah gak kenal dengan nama itu, apalagi orangnya." Jawabnya sambil terbata-bata.
Tatapan Vina berubah sayu, dia tahu kalau ibunya kini sedang berbohong. "Kenapa mamah melakukan itu, hah!! Padahal aku menderita dan merasa berdosa karena telah menjebak Dimas untuk menjadi ayah dari anakku!" Pekiknya.
"S-sebentar, apa maksudmu nak? Mamah dulu hanya menyuruh dia untuk tak lagi dekat denganmu, kau tau kan? Kalau kamu dan si Revan itu beda kasta, mamah gak mau punya menantu miskin!" Celetuknya di akhir kata.
Tangan Vina langsung mengepal saat mendengar jawaban ibunya tersebut. "Apa mamah tahu, kalau Amelia itu bukan anak kandung Dimas, dia putriku dan Revan!" Jawabnya dengan lantang.
Tuk!
Vina dan juga ibunya langsung menoleh ke arah suara benda yang terjatuh.
"Apa kau bilang?" Ucap seseorang.
*
*
*
Selain itu, di tempat lain.
Tap.. Tap.. Tap..
"Astaga, Laura berhenti memikirkannya!!" Memijit pelipisnya sambil berjalan.
Laura baru saja di antarkan pulang oleh Dimas, Dimas dan Laura terpaksa segera pulang karena Amelia terus merengek ingin pulang.
"Apa pak Dimas yakin mau menikahiku? Lantas bagaimana dengan si wanita arogan itu, masa iya aku jadi istri keduanya, ih gak mau!" Bergidik membayangkan.
"Tapi, jika dia menceraikan istrinya itu. Aku sih mau saja menikah dengannya, lagian ibunya juga merestui hubunganku dengan pak Dimas." Ucapnya sambil senyum-senyum.
"Ehem!"
Laura pun sontak langsung mendongakkan kepalanya menatap seseorang yang ada di depan matanya. "Eh, k-kakak."
"Baru pulang? Tidur dimana semalam?" Ucap seseorang yang tak lain adalah Revan sang kakak.
"Aku.... Aku habis kerja paruh wak--"
Prang!!
Saat itu juga Revan tiba-tiba melemparkan tongkat kakinya dan membuat Laura langsung terkejut.
"Kyaaa, ada apa kak?!"
"Jawab kakak dengan jujur." Sorot mata tajam pada Laura. "Apa benar kau merebut suami orang, hah?!" Meninggikan suaranya.
Laura langsung melototkan matanya seketika. "A-apa? Apa yang kakak katakan, k-kenapa kakak menuduhku seperti itu?!" Pekiknya sambil terbata-bata.
"Jangan bohong, apa selama ini kau kerja untuk merayu suami orang? Bahkan kau menjual tubuhmu?" Lirihnya di akhir kata.
Degh.
Bersambung.
SENIN, KASIH AUTHOR HADIAH VOTE YA. BIAR SEMANGAT LAGI🤏
єηєg ρgη мυηтαн... кαυ ∂gя
double up!!